11:11: Apa yang Kau Lihat? (2019)
78 min|Horror|21 Feb 2019
Rating: Metascore: N/A
One night at 11:11 sharp, Galih (Rendy Kjaernet), an archaeological student who likes diving and photography, found the whereabouts of Dewi, her mother. Dewi disappeared when Galih was a child on a remote island called Tanjung Bir...

11:11: Apa yang Kau Lihat? adalah sebuah film yang disutradarai oleh Andi A. Mannopo.  Film ini menjadi debutnya, walaupun ia tercatat sudah terlibat dalam puluhan produksi film dalam lebih dari satu dekade ini. Tak hanya sutradara, namun ia kini juga merangkap menjadi penyunting gambar dan pimpinan pasca Produksi, selain pula ide ceritanya. Beberapa film horor yang pernah ia kerjakan, antara lain Kuntilanak (2006), Pulau Hantu (2007), Jailangkung (2017), Kuntilanak (2018), dan masih banyak lagi. Entah, film ini akan laris atau tidak. Sewaktu saya menonton film ini saja, seisi bioskop hanya ada tiga orang. Sungguh sensasi menonton film horor dengan suasana sunyi.

Film ini bercerita tentang sekelompok penyelam yang terdiri dari Galih (Rendy Kjarnett), Ozan (Fauzan Smith), Martin (Bayu Anggara), dan anggota baru, Vania (Twindi Rarasati). Suatu ketika, mereka berlibur ke sebuah lokasi bernama Tanjung Biru. Butuh waktu lama untuk menuju resor yang masih tersembunyi nan elok itu.  Tak lain, mereka tentu saja ingin melakukan penyelaman atau diving di sebuah lokasi yang memiliki keindahan alam bawah laut. Ada satu pantangan yang seharusnya diperhatikan, yakni tak boleh menyelam di area bernama Karang Hiu, namun mereka melanggarnya. Sejak itulah banyak kejadian aneh menimpa mereka.

Film dengan plot serupa, yakni berlibur ke pulau terpencil sepertinya baru-baru ini kita temui di film horor berjudul Perjanjian dengan Iblis (2019). Film ini tentu menawarkan cerita berbeda, yakni para karakternya yang seorang penyelam. Potensi cerita yang mengeksplor misteri bawah laut menjadi nuansa tersendiri filmnya. Sejak awal, filmnya menarik untuk diikuti jalan ceritanya. Pengenalan tokoh yang dibangun di awal cerita, disajikan secara sabar dan tak tergesa. Hingga perjalanan ke pulau pun sangat nyaman untuk dinikmati. Saya teringat beberapa film horor, Jelangkung (2003) dan Alas Pati (2017) yang menceritakan sekelompok anak muda tengah berpetualang dengan mengendarai mobil menyusuri jalanan di alam terbuka.

Baca Juga  Galih dan Ratna

Awal cerita masih menarik untuk diikuti, terlebih ada bumbu roman yang juga dibangun antara Galih dan Vania. Terlebih pula, sosok Ozan mampu menghidupkan suasana humor pada tiap momennya. Namun, setelah mereka akhirnya memutuskan untuk pergi ke sebuah area terlarang, cerita pun berubah. Porsi cerita setelahnya terasa kurang proposional dibandingkan dengan sebelumnya yang dibangun dengan sabar. Selanjutnya, teror tiada henti yang bertempo cepat pun tak terhindarkan. Dengan durasi film yang hanya sekitar 78 menit, rasanya kurang, terlebih pada babak akhir yang terlampau cepat. Adegan trik horornya juga banyak mengingatkan pada film horor Hollywood, Lights Out (2016). Wujud hantunya pun terlihat mirip, dan dalam beberapa momen pun sempat membuat merinding.

Banyak hal yang tentu menjadi pertanyaan dan terlihat janggal. Misteri tentang benda yang diambil dari bawah laut masih belum terjelaskan. Sebenarnya benda apakah itu, hingga begitu berharga diperebutkan banyak orang serta mengusik sang penunggu pulau. Lalu, jika memang pulau tersebut dikeramatkan sejak dulu, mengapa justru dibangun resor dengan fasilitas lengkap. Terlepas dari berbagai kejanggalan yang ada, sebenarnya film ini berpotensi memiliki pencapaian yang baik, dan secara teknis pun, sang sineas telah mengemas filmnya dengan baik melalui tone kelam dengan nuansa gelap.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaFoxtrot Six
Artikel BerikutnyaThe Night Eats the World
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.