Alkisah, ada lima orang anak muda yang saling bersahabat. Mereka adalah Genta (Fedi Nuril), Arial (Denny Sumargo), Zafran (Herjunot Ali), Riani (Raline Shah), dan Ian (Igor Saykoji). Suatu ketika mereka menemukan rasa bosan dalam hubungan persahabatan mereka hingga akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah satu sama lain dan tidak saling bertemu selama tiga bulan, dan pada hari yang ditentukan mereka akan bertemu di suatu tempat. Tiga bulan berjalan, mereka menjalani kehidupan mereka masing-masing. Tibalah saatnya mereka bertemu dan ternyata mereka berencana mendaki Gunung Semeru.
Ide cerita filmnya yang diilhami dari novel bestseller karya Donny Dhirgantoro sebenarnya cukup menarik jika digarap lebih hati-hati dan memperdalam tema cerita. Inti tema filmnya adalah persahabatan, percintaan, dan cinta tanah air. Ketiga tema tersebut dimasukkan begitu saja tanpa proporsi yang sama dan kuat dalam sepanjang kisahnya, dan cenderung merusak mood filmnya. Tema persahabatan paling dominan dalam film, namun pengambaran keakraban hubungan persahabatan mereka masih dirasa kurang. Sebenarnya apa yang menyebabkan rasa bosan di antara mereka? Apakah berpisah selama tiga bulan adalah solusi yang tepat? Tak ada motif konflik serta penjelasan yang kuat di sini.
Sisi-sisi personal karakter masing-masing dan hubungan antar personal juga tidak tergali lebih dalam. Kedangkalan tema ini yang mengakibatkan konflik cerita begitu datar. Tema cinta yang juga tidak dieksplor lebih dalam dan konfliknya tidak terbangun dengan baik. Kisah percintaan Genta, Riani, dan Zafran juga seakan hanya bumbu dan tempelan semata. Tema cinta tanah air Indonesia juga tak luput dari jalan ceritanya yang digambarkan dengan upacara bendera pada 17 Agustus tepat di puncak Semeru. Unsur komedi justru sedikit membantu menghidupkan filmnya.
Secara umum, filmnya dibagi dalam tiga tahap plot, pertama menggambarkan kisah sebelum pendakian dan lalu saat pendakian, serta ending. Sebelum pendakian menggambarkan keseharian mereka dan proses selama mereka tiga bulan berpisah. Sedangkan tahap pendakian adalah ketika mereka melakukan pendakian di Gunung Semeru. Jika dilihat proporsinya, plot pra pendakian rasanya terlalu lama dan membuang-buang waktu karena kisah perjalanan kurang digarap serius jalan ceritanya.
Ada beberapa pos, dari pos awal pendakian hingga puncak yang memiliki nama–nama unik yang memiliki mitosnya masing-masing, seperti Ranu Kumbolo, Kalimati, dan puncak Mahameru. Sebenarnya akan menarik jika konflik ceritanya dihubungkan dengan pos-pos tersebut. Sekalipun dalam kisah filmnya disinggung sedikit tentang nama, karakter, dan mitos pos-pos pendakian yang dilalui namun terasa kurang menyatu dengan konflik maupun karakter-karakter yang ada. Akibatnya, tak terlihat ada tantangan atau hambatan maupun sesuatu yang menarik yang bisa dilihat dari proses pendakiannya.
Dalam pendakian, sebetulnya sangat berpotensi mendukung aspek teknis, seperti sinematografi dengan menunjukkan pemandangan-pemandangan yang memesona namun komposisi maupun angle-nya tak terlihat istimewa. Secara umum, film ini memiliki cerita yang datar tanpa ada sesuatu yang istimewa. Semata hanya rasa penasaran penonton khususnya para pembaca novelnya sepertinya akan membantu filmnya untuk bisa menarik penonton ke bioskop.