Jarang sebuah film fiksi ilmiah memadukan kisahnya dengan era prasejarah. Walau latar masanya terhitung jauh, namun Prey (2022) telah mencoba meletakan sosok alien pemburu (predator) ke masa ratusan tahun silam dan hasilnya pun istimewa. 65 dengan premisnya yang begitu menjanjikan, akankah menghasilkan sebuah aksi thriller yang menegangkan pula? Tercatat 65 adalah film sci-fi thriller arahan duo sineas Scott Beck dan Bryan Woods yang pernah terlibat dalam penulisan naskah A Quiet Place. Film minim pemain ini juga dibintangi oleh Adam Driver dan Ariana Greenblatt. Uniknya, terdapat nama Sam Raimi sebagai salah satu produsernya.

Mills (Driver) adalah seorang kapten pesawat angkasa yang berasal dari Planet Somaris. Ia melakukan ekspedisi panjang selama dua tahun untuk menutupi bea pengobatan putrinya, Nevine. Di tengah perjalanan, pesawat yang dipiloti Mills menabrak serangkaian meteorit sehingga mendarat paksa di sebuah planet yang belum terdata. Pesawat rusak berat dan semua penumpang yang berada di kapsul tewas, kecuali seorang gadis kecil bernama Koa (Greenblatt). Mills berniat untuk menggunakan pesawat kapsul darurat yang bagiannya terpisah selama pendaratan. Problemnya, lokasi kapsul tersebut berada 15 km jauhnya. Mereka rupanya terjebak di Planet Bumi pada masa pra sejarah, di mana dinosaurus beragam ukuran masih bersliweran di mana-mana. Belum lagi, asteroid besar yang dalam hitungan jam akan menghantam planet ini.

Dengan premis yang demikian menjanjikan rupanya naskahnya tidak mampu mengolah adegan demi adegannya menjadi sebuah tontonan yang menegangkan. Mengapa? Faktor terbesar adalah karena semua kelokan plotnya mudah diantisipasi. Dalam plot thriller mana pun, sisi ketegangan selalu dibangun dari besarnya ancaman. Makin besar ancaman, makin besar pula sisi ketegangannya. 65 menawarkan banyak ancaman yang maha hebat, para dinosaurus dan tentu saja asteroid. Entah mana yang lebih mengancam, ini tidak pernah bisa kita rasakan kuat karena sosok dua protagonisnya. Formula karakter seorang ayah/pilot dan seorang gadis kecil, bukan kombinasi yang bagus untuk kisah ini. Penikmat film sejati akan tahu jika mereka bukan sosok yang bisa dikorbankan begitu saja. Alhasil, plotnya mudah ditebak dan ancaman pun nyaris tak ada gigitan.

Baca Juga  Pirates of the Carribean: Salazar’s Revenge

Melalui potensi premisnya, 65 tidak mampu berbuat banyak untuk menghasilkan sebuah aksi thriller yang intens dan mengejutkan. Satu kekuatan film ini, jelas adalah efek visual (CGI) yang secara cerdik menghindari visualisasi yang sama dengan seri film dinosaurus populer lainnya. Entah mana yang lebih real itu jelas bukan masalah dan kita pun selamanya tidak akan tahu. Satu problema terbesar adalah begitu tidak percaya dirinya sang pembuat film hingga harus menjelaskan dengan teks berikut pada titelnya. “65 millions years ago a visitor crash landed on Earth”. Ini sungguh konyol. Teks ini justru membunuh sisi misteri filmnya. Mengapa tidak membiarkan plotnya berjalan apa adanya, siapa pun tahu ini berlokasi di mana.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
30 %
Artikel SebelumnyaThe Pope’s Exorcist
Artikel BerikutnyaThe Night Agent
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.