Genre : Drama
Duration : 116 menit
Produksi : Lo Fi Flick, CJ Entertainment
Director : Joko Anwar
Actors : Tara Basro, Chicco Jericho
Sari adalah karyawan salon kecantikan yang menyukai film, sedangkan Alek adalah penerjemah bahasa untuk DVD bajakan. Dua insan pecinta film tersebut bertemu tak sengaja di sebuah toko DVD bajakan. Alek menunjukkan Sari film-film favoritnya hingga keduanya langsung jatuh cinta. Saling mendukung dan mesra tanpa diduga mereka lalu dihadapkan pada masalah yang sangat berbahaya. Keduanya tak sengaja mendapat kaset rekaman video transaksi suap para politikus. Hidup Sari dan Alek terancam dalam sekejap. Sari dan Alek hanyalah orang biasa yang tidak mengerti cara mengatasi masalah sebesar itu.
Tiga Piala Citra dan tujuh nominasi lebih dari cukup membuktikan bahwa A Copy Of My Mind memang layak disebut salah satu yang terbaik. Sukses meraih nominasi film terbaik di Venice Film Festival serta sukses pula meraih satu piala dan satu nominasi di Jogja-Netpac Asian Film Festival 2015. Mengusung isu kisruhnya dunia politik dan korupsi di Indonesia, A Copy Of My Mind menyajikan ide cerita menarik, ironi rakyat kelas bawah yang dikemas dalam nuansa roman.
Tanpa banyak dialog, A Copy Of My Mind menghadirkan suara ambience kota sepanjang film yang halus dengan cerdik, tanpa hadirnya ilustrasi musik. Bahkan ‘bocoran’ lagu dari radio bisa disiasati menjadi musik yang romantis. Dalam banyak momen, shot gambar teknik handheld ini terasa sangat mengganggu mata dengan gambar shaking yang berlebihan cukup membuat pusing. Dalam satu adegan, footage siaran tv rekayasa yang di zoom dekat juga terasa menyakitkan mata.
Tetapi secara artistik, kesan natural terasa menyatu di setiap adegan. Apalagi ada beberapa adegan yang sengaja diambil saat momen kampanye pemilihan presiden tahun 2014. Akting Tara Basro yang natural dan Chicco Jericho sebagai pelengkap, sudah tak bisa dipungkiri lagi kepiawaiannya. Hanya saja pertemuan chemistry jatuh cinta kedua tokoh cerita terkesan cepat dan janggal. Tidak seperti film-film Joko Anwar sebelumnya, nuansa politik memang terasa kental, isu suap kelas atas, kampanye presiden, penjara mewah untuk tahanan istimewa, hingga isu penculikan. Seperti ciri khas sineas, adegan sadis terselip sedikit walaupun tidak banyak seperti yang lalu-lalu. Akhir film dibiarkan menggantung seperti abu-abunya politik kita dan konklusi diserahkan sepenuhnya pada penonton.
Watch Video Trailer