Studio : Multivision Plus
Sutradara : Garin Nugroho
Penulis Skenario : Garin Nugroho
Pemain : Pevita Pearce, Chicco Jerikho
Sinematograsi : Batara Goempar
Editor: Andy Pulung
Durasi : 85 Menit

Sineas kawakan kita Garin Nugroho kita kenal dengan karya-karya nonmainstream-nya, macam Opera Jawa, Under The Three, serta Soegija. Kali ini sineas mencoba melakukan kompromi lebih jauh dengan pasar melalui film bergenre roman remaja, Aach.. Aku Jatuh Cinta. Film ini berkisah tentang perjalanan dua orang sahabat, Rumi (Chicco Jerikho) dan Yulia (Pevita Pearce) yang akhirnya saling mencintai. Rumah mereka saling berhadapan. Rumi hanya tinggal bersama ayahnyanya, karena ibunya meninggalkan mereka. Ayah Rumi adalah pengusaha botol minuman limun. Sejak kecil Rumi dan Yulia selalu dipertemukan dalam tiap momen dalam hidup mereka. Botol limun menjadi kisah tersendiri bagi mereka untuk menyimpan kisah-kisah mereka dalam sebuah gulungan kertas. Perpisahan mereka terjadi ketika Rumi dan ayahnya digusur dari rumahnya karena bangkrut. Namun tanpa sengaja mereka dipertemukan kembali.

Penuturan kisah filmnya disajikan cukup menarik melalui tiga latar waktu yang berbeda yakni, masa 70-an, 80-an, hingga 90-an, masing-masing mengambarkan masa anak-anak, remaja, hingga dewasa. Kisah dibuka dengan monolog interior suara batin Yulia ketika akan menulis kisah mereka dalam sebuah buku. Ia menceritakan kisah-kisah yang ia lalui dengan Rumi dari masa kecil hingga dewasa dengan teknika flashback. Dua teknik diatas mampu membangun kisah-kisah lucu dan mengharukan di masa lalu serta mampu mengambarkan porsi cerita tiap jamannya dengan sangat pas. Film ini juga menggambarkan perubahan jaman dengan menyisipkan kritik sosial yang menjadi tradisi film-film karya sineas. Munculnya teknologi televisi pada jaman tersebut yang memuat iklan botol minuman luar negeri membuat perusahaan limun milik bapak Rumi menjadi bangkrut dan jasa reparasi radio milik ayah Yulia juga menjadi tidak laku.

Baca Juga  Kuntilanak 2, Sekuel yang Tak Perlu Ada

Momen dan chemistry menjadi kunci genre drama roman. Walaupun sepanjang film menyajikan perjalanan kisah Rumi dan Yulia namun struktur plot yang dibangun kurang memperlihatkan chemistry dari momen-momen tersebut. Konflik cerita dalam perjalanan kisah mereka cenderung menyajikan cuplikan momen tanpa memperlihatkan kedekatan mereka secara mendalam, sehingga jalannya cerita cenderung datar. Momen-momen yang dilalui keduanya tak cukup kuat menggambarkan rasa cinta di antara keduanya.

Salah satu aspek sinematik yang kuat dalam film ini adalah aspek sinematografi dengan mampu menyajikan komposisi gambar yang matang hampir dalam semua adegannya. Setting lokasi, properti, serta kostum juga mampu mengambarkan era 70-an, 80-an, hingga 90-an sesuai jamannya. Teknik editing montage sequence juga sering digunakan untuk mengambarkan kedekatan Rumi dan Yulia, cukup efektif untuk membangun alur perjalanan waktu keduanya dari masa kecil hingga dewasa. Terlepas dari struktur ceritanya soundtrack lagu Darimana Datangnya Asmara? yang mendominasi tiap adegan sangat membantu untuk membangun suasana romantis. Dengan kualitas teknis yang matang film ini mampu menyajikan aspek visual yang kuat namun sayangnya aspek ceritanya kurang digali lebih dalam.

Movie Trailer
https://www.youtube.com/watch?v=yeiqdOTsBj8

Artikel SebelumnyaJohnny Depp Bintangi Film Reboot The Invisible Man
Artikel BerikutnyaA Copy Of My Mind
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.