RRR akhir-akhir ini jadi buah bibir karena prestasinya yang luar biasa. Bukan cuma sukses komersial, namun juga sukses secara kritik. Ini adalah satu pencapaian langka untuk film mainstream Bollywood, selain Lagaan (2001) tentunya, yang sukses meraih nominasi Oscar untuk kategori film berbahasa asing terbaik kala itu. Hingga kini, tercatat RRR menjadi pemenang dalam ajang Hollywood Critics Assosiation, New York Film Critics Circle Awards, Atalanta Film Critics Circle serta lainnya. Istimewanya lagi, film ini tercatat sebagai film termahal di India dengan bujet produksi USD 72 juta. Wow, ada apa dengan RRR? Begitu istimewakah? Saya tergelitik untuk menonton filmnya, walau terbilang telat.
RRR disutradarai S.S. Rajamouli yang juga mengarahkan seri sukses Baahubali dengan dua filmnya. Bersama seri Baahubali, RRR termasuk tipikal film masala (musikal India) lazimnya dengan menggunakan bahasa aslinya, Telugu. Seperti kita tahu, film India mainstream (box-office) didominasi oleh bahasa Hindi. Film berbahasa Telugu/Tamil yang sukses komersial macam tiga film di atas, amatlah langka. Rajamouli yang sudah memproduksi dua film epik raksasa sukses, bukan hal sulit untuk membuat RRR. Film ini dibintangi oleh N.T. Rama Rao, Ram Charan, Alia Bhat, Ajay Devgan, Ray Stevenson, dan Olivia Morris.
Kisah film berlatar tahun 1920, ketika Bangsa Inggris masih mengkoloni India secara otoriter. Alkisah Gubernur Inggris, Scott Buxter dan istrinya berkunjung ke suku Gondi di wilayah pedalaman. Sang istri yang terhibur dengan suara emas seorang gadis cilik, membawanya paksa ke kota dengan membunuh sang ibu dengan brutal. Sang penjaga suku yang berkekuatan fisik melebihi Harimau, Bheem (Rao), meluncur ke Delhi untuk membawa kembali sang gadis. Hal ini pun terdengar pihak Inggris. Mereka pun mengutus perwira lokal yang ambisius dan tangguh bernama Raju (Ram) untuk turun ke lapangan. Namun, setelah aksi penyelamatan satu warga yang heroik oleh Bheem dan Raju, keduanya justru bersahabat tanpa tahu jika mereka sebenarnya ada di pihak yang berlawanan.
Berdurasi lebih dari 3 jam, memberi kesan bahwa RRR adalah satu tontonan yang melelahkan. Justru sebaliknya, alur plotnya yang bertempo cepat memberi satu sajian hiburan dengan aksi-aksi gila yang mustahil dilakukan film-film barat. Dengan aksi-aksi absurd ala Bollywood, film ini menyajikan satu rangkaian aksi nonstop yang menghibur. Satu contohnya, adalah satu segmen ketika Raju harus menghadapai ratusan massa yang tengah protes dengan brutalnya. Bak superhero, Raju menghalau para demonstran hanya untuk menangkap satu orang dalang kerusuhan. Tak ada yang logis dalam aksinya, namun jujur, sisi absurdnya justru memberi satu pengalaman visual yang jarang kita lihat dalam medium film.
Tak hanya aksi, segmen musikalnya pun disajikan kolosal, walau tak sebanyak film-film masala lazimnya. Tercatat, hanya dua kali segmen musikal besar disajikan, yakni pada pesta dansa di Delhi dan segmen penutup, di mana semua bintangnya turut berjoget dengan eloknya. Untuk urusan berjoget, film masala adalah jagonya, dan RRR menyajikannya dengan gaya berkelas. Satu lagi, bukan film masala jika tak ada selipan romannya. Walau tak dominan, namun relasi dua tokoh utama dengan love interest mereka juga disajikan baik. Setidaknya, dua sosok perempuannya tidak semata hanya tempelan cerita.
Dengan segala atribut tipikal film mainstream India, RRR adalah sebuah hiburan maksimal bagi penonton, walau lubang plotnya sama banyaknya dengan peluru yang berdesingan dalam filmnya. Fisik yang tak pernah ada habisnya. Peluru dan anak panah yang tak ada habisnya. Pasukan musuh yang tak ada habisnya. Sang jagoan yang tak pernah ada matinya. Seberapa sih, daya tahan seorang manusia? Belum lagi, plot yang selalu serba kebetulan. Hei ini film masala bung! Tak ada yang tak mungkin di sini. Penonton di sana memang menggilai aksi roman dan aksi berlebihan macam ini. Apa kalian tidak terhibur? Ya, saya sangat terhibur, terkadang geli melihat aksinya, tertawa melihat sisi humornya, dan kadang pun pedih melihat sisi roman yang pahit, serta terkesima untuk ke sekian ratus kalinya melihat sekuen musikalnya (film masala) yang berkelas. Setelah puluhan bahkan ratusan film sejenis dari sekian dekade, agak mengagetkan juga, akhirnya para pengamat dan penikmat dari barat, mengangapnya satu karyanya (RRR) sebuah film yang spesial. Lagaan, bagi saya jauh lebih elegan dari RRR. Atau mungkin ini punya relasi dengan kematian ratu Inggris beberapa waktu lalu yang menjadi simbol masa keemasan Kolonial Inggris? Entahlah.