American Gangster (2007)
157 min|Biography, Crime, Drama|02 Nov 2007
7.8Rating: 7.8 / 10 from 460,087 usersMetascore: 76
An outcast New York City cop is charged with bringing down Harlem drug lord Frank Lucas, whose real life inspired this partly biographical film.

American Gangster adalah film arahan Ridley Scott, sineas kawakan yang sukses dengan film-film besar seperti Alien, Blade Runner, Gladiator, Black Hawk Dawn, serta Kingdom of Heaven. Terakhir, Scott memproduksi film “gangster” sejenis belasan tahun yang lalu melalui Black Rain (1989). Dalam filmnya kali ini, Scott menggunakan dua bintang besar, yakni Denzel Washington serta aktor favoritnya, Russel Crowe.

Film ini diangkat dari kisah nyata walaupun beberapa sumber mengatakan sebagian besar kisahnya adalah rekaan. Cerita filmnya berlatar akhir 60-an dimana korupsi, heroin, suap, serta tindak kriminal lainnya tengah marak di kota-kota besar di Amerika. Lucas (Washington) adalah tangan kanan “Bumpy” Johnson, seorang gangster kulit hitam berpengaruh di Harlem. Sepeninggal Bumpy, Lucas berambisi membangun jaringan bisnis heroin dengan memotong jalur distribusi heroin dan mengambil langsung dari sumbernya di Asia Tenggara. Lucas dengan heroin murni miliknya “Blue Magic” dengan cepat menjadikannya sebagai orang paling berpengaruh di Harlem. Sementara seorang polisi detektif jujur, Richie Roberts (Crowe) mendapatkan mandat dari atasannya membentuk tim khusus untuk menangkap pebisnis heroin kelas kakap. Penyelidikan Roberts pun akhirnya mengarah ke sosok Lucas.

Durasi filmnya yang hampir tiga jam tidak lantas membuat film ini membosankan. Kisahnya disajikan begitu menarik secara bergantian antara Lucas dengan Richie seolah kita melihat dua film yang berbeda. Tidak hingga akhir kisahnya, Frank dan Richie bertatap muka secara langsung. Jujur saja, kisah Richie bersama timnya jauh lebih hidup dan dinamis ketimbang sosok Lucas yang cenderung pasif. Kisah Richie secara umum lebih fokus pada masalah penyelidikan kasus heroin yang dipaparkan dengan begitu rinci. Sementara kisah Lucas cenderung bias ke segala arah, seperti masalah keluarga, pacarnya, rival bisnisnya, hingga polisi korup. Entah bagaimana kejadian yang sebenarnya tapi perubahan sikap Lucas di akhir film terasa janggal mengingat sifatnya yang dingin dan keras kepala di sepanjang filmnya. Lucas mendadak berubah menjadi bijak serta kooperatif dengan Richie begitu saja tanpa paksaan “fisik” apapun serta penjelasan yang memadai.

Baca Juga  Butterfly, Melayang Tinggi Entah Kemana...

Tidak ada yang meragukan lagi kemampuan Scott dalam meracik karya-karyanya termasuk dalam filmnya kali ini. Walau minim adegan aksi namun karakter Scott tampak jelas terutama pada kekuatan gambar serta teknik editingnya yang cepat, seperti terlihat pada sekuen penyergapan di akhir film. Satu momen mengesankan yang begitu kontradiktif tampak ketika seluruh anggota Lucas yang tengah makan malam mewah dipotong dengan beberapa shot yang memperlihatkan para pengguna Blue Magic serta para korbannya yang over dosis.

Namun tidak seperti film-film gangster lazimnya, film ini amat minim adegan kekerasan. Bahkan adegan “sadis” Lucas yang menembak sang preman jalanan masih tampak begitu halus. Juga ilustrasi musik kuat yang biasanya menjadi kunci kekuatan film-film Scott kali ini tampak tidak menonjol. Walau begitu American Gangster memiliki pesan moral yang sangat kuat terlebih untuk bangsa kita yang minim sosok tegas dan jujur seperti Richie. Richie memang bukanlah sosok suci tapi ia adalah sosok yang berani bertindak sesuai aturan hukum. Ketika ia ditanya Lucas mengapa ia tidak membawa lari uang $1juta yang ia temukan, Richie dengan ringan hanya menjawab, “ It was the right thing to do”.

Artikel SebelumnyaInfernal Affairs, Terobosan Baru “Gangster” Hong Kong
Artikel BerikutnyaThe Godfather, Cermin Kejahatan Abadi
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.