Aquaman and the Lost Kingdom (2023)
124 min|Action, Adventure, Fantasy|22 Dec 2023
5.6Rating: 5.6 / 10 from 107,487 usersMetascore: 42
Black Manta seeks revenge on Aquaman for his father's death. Wielding the Black Trident's power, he becomes a formidable foe. To defend Atlantis, Aquaman forges an alliance with his imprisoned brother. They must protect the kingdom.

Aquaman sejauh ini adalah sosok paling sukses dalam semesta sinematiknya (DCEU) yang tinggal menanti waktu sebelum segalanya diformat ulang. Aquaman (2018) adalah satu-satunya film DCEU yang meraih sukses pendapatan di atas 1 milyar dollar. James Wan masih menggarap Aquaman and the Lost Kingdom bersama para bintang regulernya, yakni Jason Momoa, Amber Heard, Patrick Wilson, Nicole Kidman, Yahya Abdul-Mateen II, hingga Dolph Lundgren. Mampukah Aquaman the Lost Kingdom meraih sukses kritik dan komersial seperti seri pertamanya?

Sejak kisah film pertamanya, Arthur alias Aquaman (Momoa) kini hidup bahagia bersama Mera (Heard) dan bayi putranya. Di lain tempat, David Kane alias Black Manta (Mateen) yang dendam dengan Aquaman mencoba melacak keberadaan artifak kuno, Black Trident untuk mencari sumber kekuatan tak tertandingi. Kane pun mendapatkan yang ia inginkan dan tanpa disadari membawa satu entitas jahat yang ingin menghancurkan dunia. Arthur pun tak mampu beraksi sendirian. Ia berniat membebaskan sang adik, Orm (Wilson) dari tahanan abadinya, yang ia jebloskan sendiri kesana karena ingin merebut tahta Atlantis.

Apa yang kini ingin dilakukan pihak studio dengan The Lost Kingdom sesaat sebelum DCEU akan di-reboot oleh James Gunn? Akankan seri ini bakal disia-siakan begitu saja jika film ini sukses komersial? Faktanya, film-film DCEU rilisan dua tahun terakhir, seluruhnya adalah box-office flop, yakni Black Adam, Shazaam 2, The Flash, hingga Blue Beetle. The Lost Kingdom tercatat adalah film terakhir rilisan DCEU dan fakta pula, film ini sama sekali tak buruk walau tak lagi selevel sebelumnya.

Baca Juga  Moonfall

Satu hal yang tak biasa pada kisahnya (untuk genrenya) adalah para tokohnya yang sama (minus Vulko tentunya). Kontinuitas kisahnya terasa menyambung langsung hingga sosok protagonisnya, Black Manta yang kini memiliki kekuatan lebih besar. Kunci plot yang membedakan kali ini adalah chemistry antara Arthur dan Orm. Situasi yang kontras dengan kisah pertamanya memberikan “rivalitas” segar yang banyak memicu sisi humornya. Sisi komedi kini memang lebih mendominasi sepanjang film. Kita tahu gaya ugal-ugalan sang bintang (Momoa), namun di luar dugaan, Wilson (yang jarang bermain film komedi) pun meresponnya dengan bagus. Simpati kita justru pada sosok satu ini. Ini mungkin berlebihan tapi Wilson rasanya lebih cocok (berkarisma) bermain sebagai Aquaman ketimbang Momoa.

Sisi visual memang tak lagi diragukan, plus kini terdapat banyak setting unik, macam kapal selam Black Manta dengan segala sisi interiornya (mengingatkan pada film bisu klasik Metropolis). Sementara sisi aksinya tak jauh berbeda dengan sebelumnya dengan banyak menyajikan adegan pertempuran di air dan di darat. Kita tahu, dominasi CGI bakal menghasilkan tampilan visual seperti apa. Tak ada lagi yang baru.

Aquaman and the Lost Kingdom adalah film aksi menghibur yang didukung sisi visual dan chemistry unik dua protagonis utamanya, walau tak mampu menyelamatkan semesta sinematiknya. Kita lihat, bagaimana animo penonton merespon film ini. Di studio tempat saya menonton, nyaris terisi penuh, dan ini langka untuk film-film boxoffice besar beberapa tahun terakhir. Sebagai film “stand alone”, The Lost Kingdom adalah film yang sangat menghibur dengan segala sisi komedinya. Sayangnya, momen paling berkesan bukanlah sosok Aquaman dengan segala polahnya, namun adalah justru ketika sang adik makan kecoak.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaSiksa Neraka
Artikel BerikutnyaYu Yu Hakusho
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

1 TANGGAPAN

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses