*Mengandung spoiler! Disarankan untuk sebelumnya membaca review Avengers Infinity War di website ini.

     Avengers Infinity War, is it a masterpiece? Sebuah pertanyaan besar di kalangan pengamat film dan fans Marvel Cinematic Universe (MCU) setelah film ini akhirnya dirilis. Bicara superhero Marvel tentu tidak lepas dari komiknya, namun medium film tentu jelas berbeda. Komik memiliki tradisi panjang yang digemari para fansnya sejak lama dan bisa jadi cerita dan visualisasi dalam filmnya tidak akan sama. Beragam teori dan spekulasi bermunculan selepas rilis film ini yang kadang mencampuradukkan dengan kisah komiknya. Tak salah memang, tapi bisa jadi juga tak benar. Kita sebenarnya cukup berpatokan dengan pondasi cerita yang telah dibangun MCU dengan sangat rapi dan kokoh sejak awal.

     MCU memiliki kekuatan cerita dan pencapaian sinematik yang tidak terdapat dalam genrenya sebelumnya. Tak mudah membangun kontinuitas cerita dan estetik dalam film dengan formula yang berbeda hingga sebanyak itu. Nyaris semua filmnya, diapresiasi dengan baik oleh kritikus film dan semuanya sukses di pasar global. Mereka memiliki formula sukses yang berbeda dengan film-film superhero sebelumnya, yang telah dibahas lebih rinci pada artikel Problematika Marvel Cinematic Universe. Bagaimana dengan Avengers Infinity War?

MCU Finale Vol.1

     Setelah 10 tahun lamanya sejak Iron Man, dan setelah 18 film, akhirnya klimaks dari semua film dalam semesta sinematik Marvel dilepas! Semua superhero ini menghadapi satu sosok antagonis yang sejak lama sudah dikenalkan kepada penonton, yaitu Thanos. Kita tahu dari film-film sebelumnya, bahwa sosok ini dikisahkan adalah salah satu yang terkuat di alam semesta, dan kini ia memiliki semua Infinity Stone yang menjadikan Thanos bak dewa. Kita diperlihatkan sebuah tontonan aksi berskala megah tanpa henti, bagaimana puluhan jagoan kita yang sudah kita kenal baik, melawan Thanos dan anteknya. Kita tahu persis siapa dan kekuatan para jagoan kita, dan satu sosok ini rupanya memang bukan tandingan mereka walau main keroyokan sekalipun. Kerja tim jadi solusi, dan ini menjadi salah satu poin yang membuat film ini begitu menarik.

     Tokoh-tokoh superhero yang tak muncul dalam Age of Ultron, kini nyaris semuanya hadir, sebut saja Black Panther, Doctor Strange, Spider-Man, serta Guardian of the Galaxy. Mereka masing-masing memiliki gaya bertarung unik dengan pola berpikir serta perilaku yang berbeda pula dalam menyelesaikan masalah. Dalam film klimaks ini, sang sineas Russo Bersaudara berhasil memperlihatkan ini semua dengan amat baik. Tentu tak mudah membuat proporsi cerita dan aksi secara kontinu dan relatif merata tanpa ada yang terlihat dominan. Aspek ini saja sudah membuat filmnya begitu menghibur, dan edannya, film ini rupanya hanya separuh plot dari cerita keseluruhannya! Only half the fun! Dengan ending cerita menggantung yang ditawarkan filmnya, membuat penonton dijamin tak sabar untuk menantikan seri berikutnya yang rilis tahun depan.

Another Fresh Formula

     Pendekatan dan formula cerita yang sama, tak pernah digunakan dua kali dalam film-film MCU dan ini menjadi salah satu kunci suksesnya. Dari bahasan sebelumnya, satu poin keunggulan filmnya adalah aksi klimaks yang melibatkan puluhan superhero dari belasan film sebelumnya. Pencapaian ini tentu belum pernah dicapai oleh film manapun dalam genrenya yang secara sabar membangun konsep bangunan sinematiknya sejak film pertama. Dengan skala cerita semesta yang begitu luas, film ini berpindah dari satu tempat ke tempat lain yang banyak diantaranya belum pernah ditunjukkan pada kita sebelumnya sehingga kita melihat sesuatu yang sama sekali baru di film ini.

     Lokasi atau bahkan sosok lama bukannya tak mampu memberi kejutan. Thanos adalah satu diantaranya, dan ia adalah satu kejutan terbesar cerita film ini. Sosok lawas lainnya, macam Red Skull tentu mengejutkan para fansnya dengan pengetahuan luas yang kini dimilikinya tentang Infinity Stones. Batu-batu keabadian ini juga membuat plot cerita menjadi menarik, karena kita sudah mengetahui posisi beberapa batu sakti ini sebelumnya. Sementara batu yang belum terlacak keberadaannya, ini justru menjadi sisi misteri dalam filmnya, dan rupanya ini berujung pada kejutan berikutnya yang menjadikan film ini begitu berbeda dengan sebelumnya.

The Death Toll

     Gosip tentang siapa superhero yang terbunuh dalam film ini, sudah menjadi bahan spekulasi sejak lama. Isu yang sama juga bermunculan sebelum rilis Captain America: Civil War, namun faktanya tak ada satu superhero pun yang terbunuh. Berbekal ini, tentu penonton bisa berekspektasi nyaman karena tak mungkin mereka (Marvel Studios) membunuh superhero favorit mereka. Namun, apa yang terjadi dalam Infinity War sungguh di luar dugaan. Siapa menduga separuh dari puluhan superhero ini bakal binasa. Jagoan-jagoan kita yang film solonya sukses tak segan-segan dihapus dalam daftar, diantaranya Spider-Man, Black Panther, Doctor Strange, hingga Guardian of the Galaxy.

     Penonton dan fans tentu banyak berspekulasi tentang ini dan tidak sepenuhnya percaya jika mereka benar-benar tewas. Semua orang bisa berspekulasi apa saja tapi faktanya kita tak tahu secara pasti apa yang akan terjadi. Film ini hanya menyisakan semua superhero inti dalam film Avengers pertama, plus War Machine, Nebula, Rocket, beberapa ksatria Wakanda, dan tentu yang belum muncul (kita asumsikan saja masih hidup), Hawkeye, Ant-Man, dan si misterius Captain Marvel. Para superhero yang tersisa ini tentu memberi prospek cerita yang amat menarik untuk kisah lanjutannya.

Baca Juga  7 Film Musik Tentang Kaum Hipster

The Ultimate Cliffhanger

     Kisah dengan ending yang menggantung (cliffhanger) seperti ini memang bukan hal yang baru dalam film. Satu kasus film yang mirip adalah Star Wars: Empire Strikes Back yang masih menyisakan banyak pertanyaan dalam ending-nya, yang terjawab dalam episode selanjutnya. Infinity War boleh dibilang memiliki “ultimate cliffhanger” terlebih untuk genrenya. Belum pernah sebelumnya terdapat film dalam genrenya yang ending-nya begitu menggantung seperti ini. Hanya dalam satu jentikan jari segalanya berubah drastis sedemikian rupa. Kematian separuh dari tokoh-tokoh utamanya, jelas memberi satu kejutan besar yang sulit untuk diantisipasi siapa pun. “What happen?” tanya Rhodes ketika satu persatu rekannya menghilang, dan sang kapten pun hanya meresponnya dengan, “Oh my God”. Apakah mereka benar-benar tewas? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Bagaimana mereka bisa mengalahkan Thanos kelak? Seribu pertanyaan dan spekulasi bermunculan yang tak bisa kita jawab secara pasti. Bisa jadi, ini tak disukai sebagian penonton tapi beberapa film masterpiece, faktanya memang memiliki ending yang menantang seperti ini.

Thanos Charms

     Dari semua tokoh antagonis dalam film-film MCU sebelumnya, rasanya tidak ada yang memiliki karisma seperti Thanos. Dia besar, amat kuat, tangguh, dan di atas semua, ia memiliki pengetahuan luas serta pemahaman tinggi tentang alam semesta. Sekalipun ia kuat melebihi siapapun, namun ia tidak lantas membunuh begitu saja semua orang. Pada adegan klimaks di Wakanda, ia bisa saja menghabisi seluruh anggota Avengers tapi nyatanya tidak. Segala yang ada di alam semesta mesti berjalan seimbang antara kebaikan dan kejahatan, ujarnya kepada Gomora cilik. Itu mengapa ia ingin melenyapkan separuh dari penghuni alam semesta termasuk manusia bumi. Dengan enam buah batu keabadian yang ia miliki, ia mampu melakukannya seketika hanya dengan satu jentikan jari saja.

     Alam memang selalu mencari keseimbangan, walaupun cara yang ia pakai dianggap sebagai cara tak terpuji. Thanos bisa kita ibaratkan seperti bencana alam yang ingin mencari keseimbangan di tengah alam yang dirusak dan dieksploitasi habis-habisan oleh umat manusia. Saya tak bilang opini Thanos benar atau salah, but he’s got the point. Dari semua kisah film MCU atau bahkan mungkin genrenya, rasanya hanya Infinity War yang memiliki kedalaman tema sejauh ini.

Weakness

     Dengan segala pencapaian diatas bukannya Infinity War tanpa kelemahan. Aspek CGI yang biasanya menjadi andalan utama genre ini menjadi satu hal yang paling mencolok terlihat. Beberapa adegan aksi serta sosok Thanos tampak sedikit artifisial walau kelemahan ini bisa kita abaikan. Tak buruk memang tapi pencapaian ini jelas berbeda dengan garapan Russo Bersaudara sebelumnya, yakni Winter Soldier dan  Civil War yang menampilkan aksi-aksi yang relatif lebih realistik. Satu kelemahan lain jelas adalah problem MCU sendiri dengan kisahnya yang kompleks. Infinity War membutuhkan pemahaman yang cukup terhadap belasan film-film MCU sebelumnya. Jika tidak, penonton pasti banyak kehilangan cerita atau latar sosok tiap superhero serta keberadaan infinity stones. Jika seseorang tak tahu ini semua maka ia akan kehilangan banyak sekali informasi berharga dalam filmnya. Untuk bisa memahami cerita secara mendetil dari belasan film sebelumnya tentu saja membutuhkan waktu lama (berulang-ulang) dan jelas bukan hal yang mudah, khususnya bagi penonton awam.

A Masterpiece?

    Dari semua bahasan di atas, tidak lantas bisa kita katakan bahwa Infinity War sebagai sebuah karya masterpiece. Satu faktor adalah karena film ini belum selesai kisahnya. Pencapaian film ini jelas amat tergantung dari sisa kisahnya karena sebenarnya Infinity War dan seri keempatnya besok bisa dikatakan adalah satu film yang utuh. Ending-nya jelas masih menjadi tanda tanya yang sangat besar. Saya akan memberi poin lebih untuk film ini jika memang para superhero yang tewas tidak dihidupkan kembali. Walaupun ini rasanya hal yang sangat mustahil dilakukan. Resikonya jelas amat besar secara komersial untuk kelanjutan fase produksi selanjutnya, dan kita pun sudah tahu jika beberapa sekuel akan digarap walau belum ada rilis resmi. Pertanyaan tentu bergeser ke bagaimana mereka menghidupkan kembali jagoan-jagoan kita yang tewas?  Akankah mereka bisa menemukan solusi yang elegan dan tak memaksa.

     Beberapa sumber mengatakan bahwa kisah seri keempat berhubungan dengan perjalanan waktu yang memungkinkan mereka untuk me-restart kisah infinity war. Kita sungguh-sungguh tak tahu pasti dan tak ada gunanya berspekulasi. Satu hal yang pasti, dengan segala pencapaian yang ada pada Infinity War, boleh dibilang adalah salah satu film terbaik MCU dengan keberaniannya mengambil resiko serta kedalaman tema yang belum pernah dilakukan film mana pun dalam genrenya.

Artikel SebelumnyaBatman Ninja
Artikel BerikutnyaBox-Office: Infinity War Tercepat Capai US$ 1 Miliar!
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.