Secara historis, genre horor dengan segala pendekatan dan ragamnya, rasanya sulit bagi genre ini untuk mencari sesuatu yang baru. Tanpa diduga, Barbarian adalah satu contoh langka yang mampu melakukannya dengan nyaris sempurna. Barbarian disutradarai oleh sineas debutan Zach Kregger dengan dibintangi Giorgina Campbell, Bill Skarsgård, serta Justin Long. Film berbujet hanya USD 4,5 juta dirilis oleh platform HBO MAX minggu ini, setelah rilis teater sejak bulan lalu di negara asalnya.

Hello? Somebody here?

Tess (Campbell) menyewa sebuah rumah di pinggiran Kota Detroit untuk kepentingan wawancara kerjanya. Ternyata, rumah tersebut telah disewa oleh seorang pria bernama Keith (Skarsgård) akibat kesalahan teknis pemesanan. Keith pun lalu menawarinya untuk menginap, walau Tess awalnya keberatan. Keesokan harinya, tanpa sengaja Tess menemukan ruang rahasia di basement, yang sepertinya pernah terjadi aksi kriminal di sana. Siapa sangka, yang ditemuinya tidak hanya hal tersebut, namun sesuatu yang lebih mengerikan.

OMG! Rasanya untuk genre horor, Barbarian adalah salah satu hal terbaik yang pernah saya temui sejak beberapa dekade terakhir. Baik ide, konsep, maupun naskahnya terhitung sama sekali baru yang menyamai pencapaian film sci-fi horor The Cabin in the Wood (2012) serta 10 Cloferfield Lane (2016). Saya pikir Barbarian dengan naskah briliannya melewati dua film ini melalui alur plot yang mustahil untuk diantisipasi. Sejak awal hingga menjelang klimaks, plotnya begitu intens, mampu memancing rasa penasaran dan ketegangan secara berimbang. Plotnya pun dikemas unik dengan menggunakan 4 tokoh yang berbeda, salah satunya adalah kilas balik. Gaya dan rasa “nonlinier” Tarantino bisa kita rasakan dalam beberapa momennya.

Sejak segmen pembuka, plotnya serasa bakal memasuki ranah horor yang sering kita temui. Sosok dan rumah terasing yang misterius, ruang bawah tanah, dan segala gimmick-nya. Terkaan apa pun yang kamu coba, dijamin, sepertinya bakal salah. Dalam “universe” berbeda, kita bakal menemui sang gadis disekap oleh sang pria psikopat dan disiksa habis-habisan. Terlebih kasting sang pria punya sejarah bermain sebagai sang monster dalam IT. Sang sineas mampu mengubah haluan plotnya dengan brilian tanpa terlihat memaksa. Uniknya lagi, sineas mampu memasukkan isu pelecehan perempuan melalui satu karakter kejutan, sekaligus juga memberi komentar sosial tentang aparat yang bekerja buruk di wilayah pinggiran.

Baca Juga  Brut Force

Barbarian adalah film horor segar dengan pendekatan unik dari sisi cerita maupun selipan isunya. Berbekal sineas muda penuh talenta, naskah brilian, plot sederhana, setting terbatas, pemain berkelas, dan bujet murah, terbukti genre horor masih mampu memberikan satu warna dan eksplorasi baru bagi genrenya. Barbarian adalah sebuah pencapaian langka dan istimewa yang bisa menjadi inspirasi sineas lain untuk mengembangkan medium film dan genre horor khususnya. Kalian tidak akan percaya jika belum menontonnya sendiri. Film ini wajib bagi fans horor. Selamat menonton!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaPerfect Strangers
Artikel BerikutnyaTopeng, Bramacorah, dan Media Sosial
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.