Batman v Superman: Dawn of Justice (2016)

151 min|Action, Adventure, Sci-Fi|25 Mar 2016
6.5Rating: 6.5 / 10 from 757,718 usersMetascore: 44
Batman is manipulated by Lex Luthor to fear Superman. SupermanĀ“s existence is meanwhile dividing the world and he is framed for murder during an international crisis. The heroes clash and force the neutral Wonder Woman to reemerge.

Sejak Marvel sukses dengan Marvel Cinematic Universe (MCU), DC dan Warner Bros. tampak panik untuk segera membuat universe tandingannya. Proyek yang awalnya diniatkan bertahap mendadak dipusatkan dalam satu film sekuel Men of Steel yang menjadi pembuka dunia superhero DC, atau lebih dkenal DC Extended Universe. Superman, Batman, Wonder Woman, Flash sudah sangat populer dan amat mudah untuk dijual. Baru kali ini beberapa karakter superhero besar muncul dalam satu film sekalipun sebelumnya seri animasi Justice League sudah banyak dirilis dalam bentuk home video. Peluang sukses komersil jelas besar namun bicara masalah kualitas cerita jelas bukan perkara mudah.

Alkisah pasca kejadian yang menhancurkan kota Metropolis, Superman vs Zod, meninggalkan luka mendalam bagi Bruce Wayne karena sahabat terdekatnya tewas. Sekitar satu setengah tahun setelahnya banyak peristiwa besar terjadi. Superman yang dianggap dewa dianggap membahayakan umat manusia karena kemampuan supernya dan tidak ada seorang pun yang mampu mengontrolnya. Sementara Bruce Wayne menyelidiki satu aksi kriminal terselubung yang berujung pada sosok megalomaniak, Lex Luthor. Sosok wanita misterius nan cantik selalu muncul dalam beberapa peristiwa hingga akhirnya Bruce Wayne dapat memecahkannya semua misteri dan semuanya berhubungan dengan Lex.

Siapa yang tidak berekspektasi tinggi pada film kompilasi superhero ini? Gelagat buruk filmnya sudah tampak sejak trailer-nya muncul. Tampak sekali plot filmnya amat memaksa untuk memasukkan banyak karakter besar dalam filmnya. Plot bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan alur tempo yang relatif cepat dan sedikit membingungkan. Siapapun tahu Batman/Bruce Wayne tidak perlu lagi latar belakang cerita namun opening filmnya adalah yang terburuk dari semua film Batman yang pernah ada. Rumitnya plot, alur cerita cepat, motif cerita dan penokohan karakter yang lemah menjadi penyebab kepedulian pada tiap tokoh menjadi lemah. Semua tampak serba cepat, memaksa, serta membosankan dan kita semua tahu kelak film ini bakal mengarah kemana.

Baca Juga  The Bikeriders

Bicara soal kasting, mungkin ini adalah yang terburuk untuk genrenya. Henri Cavill sudah mapan memerankan Superman/Clark Kent sekalipun masih belum bisa lepas dari sosok Christopher Reeves. Ben Affleck masih tampak terlalu muda untuk memerankan Bruce Wayne tua serta sosok Batman yang sudah beroperasi memberantas kriminal 20 tahun lamanya. Gal Gadot dengan pesona dan kecantikannya masih terlalu kurus untuk karakter Wonder Woman. Terakhir Jesse Eisenberg sebagai si jenius, Lex Luthor adalah pilihan terkonyol dari semuanya dan ia tidak memiliki karisma antagonis sama sekali seperti bocah manja yang merengek tidak dibelikan ayahnya mainan. Semuanya semakin diperburuk dialog yang amat buruk dan kaku nyaris sepanjang filmnya layaknya ditulis penulis naskah amatiran.

Bicara CGI atau rekayasa digital mestinya menjadi salah satu aspek andalan genre ini. Namun nyatanya semua tampak artifisial terutama pada sekuen klimaks. Tidak ada yang baru dari aspek ini dalam filmnya khususnya untuk genre sejenis. Sekuen pertarungan Batman versus Superman yang menjadi andalan justru terasa kurang menggigit. Jika mau melihat pertarungan yang sama, seri animasi home video, The Dark Knigth Returns Part 2, jauh lebih menarik dan berkualitas dari semua yang ada di film ini. Entah mengapa tone warna filmnya juga membuat menjadi tidak menarik untuk dilihat.

Ekspektasi terhadap Batman v Superman: Dawn of Justice berbanding terbalik dengan nama besar dan popularitas tokoh-tokoh ikoniknya. Plot, dialog, CGI, serta pilihan kasting yang buruk cukup menjadikan film ini adalah yang terburuk untuk genrenya. Sungguh sangat tidak bisa dipercaya. Ekspektasi ketika menonton memang tidak tinggi namun kualitas filmnya secara menyeluruh jauh dibawah standar. Sukses komersil jelas tidak terhindarkan namun untuk bisa bersaing secara kualitas dengan MCU atau X-Men Universe sepertinya masih sangat jauh. Semua yang ada di film ini dibuat mengarah ke proyek Justice League dan kelak tidak perlu ekspektasi lebih.

Watch Trailer

PENILAIAN KAMI
Overall
30 %
Artikel SebelumnyaThe Divergent Series: Allegiant
Artikel BerikutnyaWaā€™alaikumussalam Paris
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.