Brandal-Brandal Ciliwung berkisah persahabatan lima orang bocah yang tinggal di bantaran sungai Ciliwung yang berasal dari ras dan suku berbeda. Mereka menamakan diri mereka, Pasukan Ciliwung, terdiri dari Jaka (Endy Arfian), anak Betawi asli, Timur (Julian Liberty), Papua, Umar (Sehan Zack), keturunan Arab, Tirto (Aldy Rialdi) bersuku Jawa, serta Raja (M. Syafikar) adalah keturunan Batak. Keseharian mereka diisi dengan kegiatan mandi di sungai serta membersihkan sampah-sampah yang mengotori sungai. Suatu ketika datanglah Sissy (Gritte Agatha), seorang gadis Tionghoa tomboy yang lari dari rumah (Olga Lidya). Kedatangan Sissy mulai mendatangkan masalah baru bagi Pasukan Ciliwung dimana di saat bersamaan mereka juga harus bertanding malawan kelompok lawan di festival getek hias yang akan dilangsungkan di sungai Ciliwung.
Tidak terlalu berbeda dengan kisah film bertema anak-anak yang sudah ada sebelumnya, film ini memberikan pesan moral yang mengajarkan soal pluralisme dan masalah lingkungan. Film ini juga patut diapresiasi karena penggunaan setting cerita di sungai yang sebelumnya jarang digunakan. Namun banyak konflik yang ditampilkan hanya lewat begitu saja, tidak ada penekanan yang jelas serta latar cerita yang memadai sehingga terlihat sia-sia. Detail adegan yang seharusnya disajikan dengan baik tidak disajikan dengan lengkap sehingga kurang greget dan tidak memberikan kesan mendalam. Contohnya seperti festival getek hias yang menjadi klimaksnya. Untung saja score garapan Joseph S. Djafar mampu mengangkat mood filmnya, ditambah lagi dengan soundtrack dari Slank dan Benjamin S. Suasana film menjadi lebih ceria menutupi kebosanan di antara durasi yang cukup panjang untuk film anak-anak.
Karakter-karakter utama dalam film ini sebenarnya menarik namun sayangnya sepertinya terlalu memaksa untuk menampilkan pemain cilik yang berpenampilan menarik. Seperti pemeran Jaka terlalu “bule” untuk memerankan tokoh Betawi, begitu pula dengan Ira Wibowo yang sejatinya berwajah Indo dengan gaya yang elegan. Keceriaan yang ditampilkan oleh anak-anak ini kurang maksimal karena akting yang kurang polos layaknya anak-anak umumnya. Terlebih film ini menceritakan anak-anak kampung yang bebas dan apa adanya. Akting para pemain cilik ini juga tampak kurang digodok sehingga terlihat kurang luwes dan kompak menjalankan tiap adegan. Sementara akting para seniornya cukup membantu mengangkat film ini, mengingat Lukman Sardy, Hengky Solaiman, Olga Lidya dan Ira Wibowo memang sudah berpengalaman.
Secara keseluruhan Brandal-Brandal Ciliwung cukup menghibur, tentunya untuk sasaran penonton anak-anak, karena untuk penonton remaja atau dewasa rasanya akan kurang puas dan tidak berkesan. Sayang sekali, pesan moralnya yang kuat untuk film anak-anak sebenarnya bisa tersampaikan lebih baik lagi dan tanpa terlihat menggurui jika para pemain cilik ini bisa bermain lepas apa adanya.