Bullet Train Explosion adalah film aksi-thriller bencana kereta api produksi Jepang yang diarahkan oleh sineas kenamaan, Shinji Higuchi. Higuchi sebelumnya telah menggarap film-film populer lokal, sebut saja Attack on Titan, Shin Godzilla dan Shin Ultraman. Uniknya, film ini merupakan sekuel dari Bullet Train (1975) yang berjarak lima dekade berselang. Film ini dibintangi Tsuyoshi Kusanagi, Kanata Hosoda, Rena Nonen, Takumi Saitoh, Machiko Ono, Jun Kaname, dan Hana Toyoshima. Film bergenre bencana di atas kereta api terhitung sangat langka, apakah Bullet Train Explosion menawarkan sesuatu yang baru?
Kereta api cepat Hayabusa 60 (5060B) seperti hari-hari biasa, mengangkut ratusan penumpang dari Aomori menuju Tokyo yang berjarak sekitar 700 km. Pimpinan kondektur, Kazuya Takaichi (Kusanagi) bertanggung jawab penuh pada perjalanan yang menempuh waktu sekitar 3 jam. Sesaat setelah kereta tersebut berangkat, markas pusat KA cepat (JR East) mendapat telepon dari seorang teroris yang mengancam akan meledakkan bom dalam kereta. Agar mendapat perhatian serius, ia meledakkan kereta barang di satu stasiun di Aomori. Sang teroris meminta uang tebusan sebesar 100 milyar Yen. Sontak markas pusat dan otoritas jepang pun geger. Bom akan meledak jika kecepatan kereta berkurang dari 100 km/jam, ini berarti kereta harus terus berjalan nonstop.
Premisnya sama persis dengan versi film yang dirilis tahun 1975. Hanya saja batas kecepatan kereta adalah 80 km/jam, jika di bawahnya, maka bom akan meledak. Â Sebelum ini, saya tidak tahu sama sekali tentang film aslinya. Speed (1994) yang membesarkan nama Keanu Reeves, bisa jadi mengambil inspirasi plotnya dari Bullet Train. Relasi kisah sekuel dengan film aslinya memang terdapat dalam plotnya, walau sedikit agak dipaksakan. Motifnya tampak sekali mengada-ada dan banyak kejanggalan setelah kita tahu siapa pelakunya. Bagaimana bom sebanyak itu bisa lolos dari pengamanan stasiun? Bagaimana pula si pelaku bisa dengan mudahnya meletakkan bom di beberapa gerbong KA yang mestinya telah dicek keamanannya? Ini adalah plot hole terbesar dalam kisahnya. Namun, sisi ketegangan nonstop dan visualisasinya nyaris menutup kelemahan ceritanya.
Satu kejutan terbesar yang pasti banyak ditanyakan penonton adalah bagaimana pembuat film bisa melakukan produksi secara shot on location? Konon produksi filmnya mendapat dukungan penuh dari JR East Company (KAI-nya Jepang) yang memungkinkan untuk mengambil gambar di dalam gerbong kereta dan beberapa fasilitas terkait. Hasilnya sungguh luar biasa dan filmnya terlihat benar-benar meyakinkan. Para pembuat film sungguh memanfaatkan kesempatan dengan sempurna tanpa cacat. Adegan-adegan aksinya yang sulit pun bisa disajikan dengan sangat baik, sekalipun penggunaan efek visual tak terhindarkan. Satu adegan aksi ketika memutus gerbong belakang lalu menyambungnya dengan satu rangkaian kereta lainnya, bisa disajikan sangat mengesankan. Kamu harus menontonnya sendiri untuk memercayainya. Sayang sekali, aksi berkualitas macam ini tidak bisa ditonton di layar lebar.
Bullet Train Explosion adalah film aksi bencana langka produksi Jepang dengan production value-nya yang otentik. Semua segmen aksinya melalui dukungan sinematografi yang dinamis, editing, hingga efek suara, berpadu sempurna untuk membuat penonton terkagum-kagum. Para pembuat film Jepang memang sudah terbiasa dengan produksi kolosal senada, seperti terlihat pada film-film Kaiju, seperti Godzilla Minus One. Rekam jejak pun sang sineas pun juga sudah tidak diragukan. Selain Jepang, Korea Selatan (Train to Busan/Ashfall) serta Cina (The Wandering Earth/The Captain) saat ini telah mencapai level sangat tinggi dalam memproduksi film-film aksi kolosal sekelas Hollywood. Tiga dekade lalu, siapa yang menyangka film-film produksi Asia bakal bersaing ketat dengan film-film Barat seperti sekarang?