Calon Bini merupakan film komedi roman yang ditulis oleh Titien Wattimena dan disutradarai oleh Asep Kusdinar. Film yang diproduksi oleh Screenplay film ini konon kabarnya merupakan remake dari sebuah sinetron yang berjudul sama, yang pernah ditayangkan oleh stasiun televisi SCTV pada tahun 2011. Calon Bini kembali mempertemukan Michelle Zuidith dan Rizky Nazar, yang seperti kita ketahui mereka pernah beradu peran dalam London Love Story 2. Selain itu, film ini juga diperankan oleh Slamet Rahardjo, Niniek L. Karim, Cut Mini, Dian Sidik, Minati Atmanegara, Butet Kertaradjasa, Ramzi, Maya Wulan, dan Yuniza Icha.
Berkisah tentang Ningsih (Michelle Zuidith), seorang gadis desa yang memiliki paras ayu yang baru saja lulus dari bangku SMA. Ia memiliki cita-cita yang tinggi dan ingin meneruskan pendidikannya di bangku kuliah. Namun, sang Paman (Ramzi) memiliki keinginan untuk menikahkan Ningsing dengan pemuda yang merupakan anak dari Kepala Desa, demi kepentingannya sendiri. Karena keinginannya yang begitu kuat untuk merubah kehidupan keluarganya yang serba kekurangan, Ningsih memutuskan untuk mengadu nasib di ibu kota. Ia akhirnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah seorang konglomerat. Di sana pula, Ningsih bertemu dengan seorang nenek kesepian yang akhirnya merubah hidupnya.
Plotnya seperti kisah sinetron lazimnya. Seorang gadis lugu yang miskin, lalu bertemu pria tampan kaya raya. Tidak mengherankan jika kita menemui alur yang demikian klise pada film ini, karena kisahnya memang remake sebuah sinetron. Calon Bini mengemas ceritanya dengan ringan dan mudah diterimapenonton, disertai bumbu komedi yang cukup menghibur. Pada awal film, cerita mengalir dengan menyenangkan karena menghadirkan kehidupan masyarakat pedesaan yang lugu dan bersahaja. Satu persatu tokoh diperkenalkan dengan tidak tergesa sehingga penonton dapat mengenal baik tiap tokoh yang ada dalam kisahnya. Alur kisah dan sisi komedi disajikan dengan menghibur.
Namun, ketika memasuki pengembangan cerita, beberapa kejanggalan mulai bermunculan. Beberapa alur plotnya terasa dilebih-lebihkan. Kehidupan Ningsih justru berjalan dengan mudah ketika ia tengah merantau, namun anehnya, ia selalu berkirim pesan dengan pria asing dengan bahasa hiperbola seolah ia adalah gadis yang menderita. Juga kedekatan Ningsih dengan keluarga Konglomerat, terasa sangat cepat dan mudah, padahal Ningsih adalah orang asing yang baru saja tiba.
Konflik utama yang dihadirkan sebenarnya sederhana, namun terasa sangat mengganjal dan tidak wajar, karena sebenarnya bisa saja ia selesaikan dengan tepat dan cepat. Seharusnya babak ini lebih bisa dibangun dengan lebih halus, masuk akal, namun tetap menggelitik. Hal yang lebih disayangkan adalah babak penyelesaian konflik. Semua terasa berlebihan. Meskipun kita semua tahu dengan siapa Ningsih akan berjodoh, namun cerita yang dikemas dalam segmen ini jelas terlalu memaksa.
Namun di luar itu semua, komedi yang dibangun cukup baik dan terasa natural. Sisi komedinya dibangun tanpa banyak dialog atau kata-kata banyolan yang berlebihan. Jika film komedi kebanyakan menyajikan lawakan yang dilontarkan pemainnya, namun dalam film ini, aksi kecil tindakan dan situasi yang diciptakan, dapat memancing tawa penonton. Suasana lokal dan budaya Jawa terasa kental dalam film ini, baik lokasi maupun bahasa sehingga membuat saya pribadi merasa dekat dengan filmnya. Sang bintang, Michelle Zuidith tampak luwes memerankan Ningsih sebagai gadis Jawa. Ia mampu membuktikan kemampuannya menggunakan bahasa Jawa Kromo (halus) dengan baik dan natural. Selain itu, film ini juga memiliki pesan moral yang membangun, untuk agar kita jangan takut mengejar cita-cita setinggi langit karena apapun situasinya pasti akan ada jalan untuk mencapainya.
Agustin Primastuti
WATCH TRAILER