Film biopik memiliki ruang tersendiri di hati penonton karena dengan menontonnya kita bisa merasakan apa saja yang pernah terjadi pada seorang tokoh di balik peristiwa besar yang mengelilinginya dan bagaimana cara ia menghadapinya. Berbicara mengenai film biopik, Bingman beropini, film biopik akan selalu penting. Melalui definisi Custen, film biopik adalah “sebuah film yang setidaknya mengandung kisah hidup atau bagian dari hidup seorang tokoh asli dan yang juga menggunakan nama asli tokoh tersebut.” Begitu pula yang dihadirkan oleh Rizal Mantovani. Film Chrisye menjadi begitu penting untuk para penggemar Chrisye dan penonton yang rindu akan sosoknya.
Chrisye menceritakan bagaimana perjalanan sang legenda musisi dari kacamata sang istri. Kita ketahui di bagian awal, sang istri, Damayanti menegaskan lewat kalimat pembuka bahwa film ini mengajak penonton mengenal Chrisye dari sudut pandangnya, bukan hanya sebagai musisi tapi juga Chrisye sebagai sahabat, rekan kerja, kakak, adik, anak, dan suami.
Film ini menceritakan bagaimana perjalanan Chrisye muda yang digambarkan memiliki sosok yang suka membangkang dari ayahnya. Pulang malam karena manggung dan berdisko bersama rekan-rekanya. Chrisye tetaplah adalah sosok yang berjiwa muda dan suka memberontak, hingga akhirnya ayahnya mengizinkan ia manggung di New York selama setahun dengan Band Gypsi-nya. Lambat laun, ia menjadi pribadi yang semakin yakin bahwa musik adalah hidupnya. Ia mengalami berbagai cobaan dalam menjalani karirnya. Chrisye digambarkan sebagai sosok yang pemalu dan selalu berfikir negatif, namun orang-orang di sampingnya kelak adalah mereka yang memiliki kontribusi besar untuk kesuksesannya, sebut saja sang istri serta teman sesama musisi, seperti Eddie MS, Dimas Jay, serta Erwin Gutawa. Sifat pesimistis dan pikiran negatif yang ia miliki membuat kita menyadari bahwa Chrisye bukanlah sosok yang sempurna. Begitu banyak perjuangan yang harus ia hadapi, termasuk konflik batinnya dengan dirinya sendiri.
Menggambarkan sebuah kehidupan tokoh dalam kurun waktu bertahun-tahun dan dikemas dalam 110 menit memang menjadi tantangan bagi para pembuat film. Bagaimana dalam durasi sesingkat ini mampu merangkum perjalanan hidup seorang Chrisye dengan konflik masalah keluarga, persahabatan, percintaan, bahkan konflik pribadi dalam dirinya. Banyak hal diangkat dalam hidupnya sehingga ketika menonton film ini berkesan seperti tidak jelas diarahkan ke mana dan tidak ada satu pun plot yang digarap dengan fokus. Namun, pada akhirnya kita pun menyadari bahwa film ini menyuguhkan apa yang sang istri rasakan dan lihat selama hidupnya.
Momen utama film ini adalah proses penciptaan lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata. Ini adalah momen di mana mental Chrisye digambarkan tengah jatuh-jatuhnya. Ia merasa bagai diangkat tinggi oleh Sang Pencipta lalu dijatuhkan demikian dalam. Lirik lagu yang diambil dari Surah Yasin ternyata mengena di hatinya. Pencerahan religius sang tokoh yang digambarkan begitu kuat membuat film ini terasa sebagai film religi ketimbang biopik, namun memang itu adanya.
Secara teknik, film ini memiliki gambar yang apik disertai dengan tata artistik yang sangat nyentrik dan pas untuk masanya. Untuk penonton yang merindukan masa-masa ini, inilah saatnya bernostalgia. Penonton akan terbuai melalui setting dan wardrobe yang asyik dan menarik, serta tentunya lagu-lagu sang tokoh yang memang sudah melegenda.
Vino G. Bastian tidak akan pernah bisa menjadi Chrisye, namun ia mencoba menghadirkan lewat akting ekspresif yang ia tampilkan. Akting para pemain lainnya tidak perlu diragukan, sebut saja Velove Vexia, Dwi Sasono, Wikana, dan Ray Sahetapy. Dari sisi musik yang disajikan mampu menciptakan dramatisasi dan mendukung cerita, hanya saja lip-sync dengan suara penyanyi aslinya terlihat begitu mengganjal dan kadang membuat geli. Terlepas dari semua ini dengan segala kesederhanaannya, film ini mampu menampilkan bagaimana sang istri, Damayanti, melihat sosok Chrisye dari kacamatanya, seseorang yang sangat ia cintai dan kagumi selama hidupnya.
WATCH TRAILER