Film bagian kedua franchise sukses ini melanjutkan kisah awalnya yang merupakan misi lanjutan delapan agen rahasia yang dipimpin oleh Indro Warkop. Mereka menjalankan misi penyamaran menjadi comic atau stand up comedian, demi mencari seorang comic yang menjadi penghubung ke seorang gembong kriminal bernama The King (Sophia Latjuba). Berbagai aksi komedi disajikan hingga akhirnya penonton harus bersabar untuk menyaksikan kelanjutan kisahnya di film selanjutnya.
Bintang-bintang yang bertaburan, mulai dari para komedian muda seperti Kemal Pahlevi, Ge Pamungkas, Ernest Prakasa dan lainnya, komedian kawakan Indro Warkop, aktris berparas cantik Sophia Latjuba, Hannah Al Rasyid, serta Prisa Nasution. Juga diramaikan bintang film laga 80-an, yakni Willy Dozan, Barry Prima, George Rudy, hingga aktris kontroversial Nikita Mirzani yang memberikan sentuhan seksi film ini. Seperti halnya seri aksi The Expendable, film ini memberikan tempat bagi pemain baru usia muda hingga pemain-pemain berumur yang telah terlupakan. Mereka berkolaborasi dengan apik meskipun beberapa pemain tidak mendapatkan porsi yang cukup seperti, Sacha Stevenson dan Lydia Kandou.
Naskah yang ditulis oleh Anggy Umbara dan Fajar Umbara ini cukup membuat penonton tertawa meskipun ada beberapa bagian yang terasa garing, baik itu karena berlebihan ataupun memang tidak lucu. Namun perlu diakui bahwa film ini berisi kritik sosial yang disampaikan cukup efektif, seperti sistem dan kinerja Kepolisian Indonesia yang kurang memuaskan dibandingkan dengan negara lain. Walau terasa dangkal penggunaan bahasa pun menjadi salah satu cara untuk mengungkapkan pesan keberagaman budaya lokal. Satu yang perlu dicermati, penggunaan bahasa Inggris-Melayu yang digunakan oleh agen Interpol (Prisa Nasution dan Boy William) entah sebagai sindiran terhadap penggunaan bahasa yang seolah tidak lazim atau hanya sebagai bahan olok-olokan untuk sekedar menambah nilai komedi film ini.
Film komedi aksi ini layak untuk ditonton masyarakat Indonesia karena jumlah produksi film komedi aksi memang tidak banyak. Jika dibandingkan film-film komedi lainnya yang sering tampak asal jadi saja, seri Comic 8 memang mampu menarik penonton dengan menghadirkan bintang-bintang yang bertaburan. Setting dan musiknya pun juga cukup mendukung mood film.
Namun, sayangnya film ini tidak berusaha menghadirkan cerita yang orisinil. Cerita dikemas mirip seri franchise laris Hollywood, The Hunger Games serta sedikit banyak meniru film-film agen rahasia Holywood. Memang film merupakan produk seni yang hampir mustahil untuk tidak dipengaruhi oleh karya-karya terdahulu Tetapi bagaimanapun mengadopsi cerita, gaya, dan cara pengemasan yang sangat mirip bukanlah hal yang patut untuk dibanggakan. Tampaknya masyarakat pun masih mengutamakan unsur hiburan dengan pedoman yang penting asal lucu sehingga film-film komedi asal jadi maupun ‘menyontek’ ini masih laku di pasaran. Semoga ke depan sineas kita lebih mampu menghadirkan film dengan kritik sosial menggunakan ide cerita dan gaya yang orisinil.
Watch Trailer