Mungkin, David Cronenberg adalah salah satu pionir sinema horor tubuh yang sampai pada saat ini masih melintas di jagat perfilman dunia. Melalui Crimes of the Future, film terbarunya yang tayang perdana di Festival Cannes pada bulan Mei yang lalu. Cronenberg, dengan segala upaya di masa tuanya, mencoba lagi dan, masih setia pada karakteristiknya mengeksplorasi antara tubuh dan teknologi masa depan, yang telah lama tertanam dan tergambar di dalam kepalanya. Tubuh sebagai objek, tubuh sebagai subjek, tubuh, sebagai titik sentral di setiap filmnya tak pernah terlepas, tak pernah terkelupas.

Naskah Crimes of the Future ditulis sendiri oleh Cronenberg. Diperankan oleh beberapa aktor ternama, di antaranya Viggo Mortensen, Lea Seydoux, sampai Kristen Stewart. Viggo Mortensen, terhitung telah menjadi kolaborator lawas dalam film-film Cronenberg, sejak tahun 2005 lewat A History of Violence, Eastern Promise, hingga A Dangerous Method. Lalu seperti apa kemistri keduanya dalam kolaborasi yang hadir pada Crimes of the Future, kali ini? Dan sefrontal apa kengerian yang ditampilkan? Kita lihat.

Terasa jelas, dunia telah berubah. Kesenian dan persetubuhan badan/hubungan intim, mengalami pergeseran aktualisasi yang signifikan. Seni pertunjukkan tidak lagi mentok pada dialog-dialog dan konstelasi di atas panggung. Seni pertunjukkan mengalami transfigurasi 180 derajat. Otopsi adalah bagian dari pertunjukan, mengiris wajah adalah seni pertunjukkan, dan menjahit mulut juga bagian dari itu. Rasa sakit, ialah seni.

Begitu yang terjadi dengan erotisme yang berlangsung. Memagut dan mencecap bibir merupakan hal kuno, tidak lagi dilakukan, “Aku tidak pandai sex lama”. New sex, adalah menyayat kulit lawan jenisnya, merasakan gairah terangkat ketika darahnya mengucur dari garis-garis luka yang teriris. Sex adalah melihat lawan jenis menderita akibat rasa perih, akibat rasa sakit.

Dalam dunia yang serba berevolusi itulah hidup aktor teater tubuh terkenal bernama Saul Tenser dan rekannya Caprice. Secara telanjang, mereka mempertontonkan praktik pembedahan terhadap tubuh Saul yang menjadi kandang bertelurnya organ-organ baru, dengan menyayat perutnya dan mengeluarkan organ yang lahir di dalamnya. Organ-organ yang sonder fungsi tersebut, hampir saban hari tercipta dalam tubuh Saul. Dan itu membuat seorang wanita bernama Timlin yang bekerja pada National Organ Registry, terobsesi terhadap Saul, “Operasi adalah seks, bukan?”. Organnya bahkan pertunjukkannya.

Baca Juga  Ketika Ernest Mengarahkan Seri AADC

Sulit melacak apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Cronenberg dalam Crimes of the Future. Apalagi merelevansikannya ke kehidupan nyata, pada awal-pertengahan durasi, selain metamorfosis organ, sebuah lingkungan yang terkesan sangat sintetis, dan pembaharuan teknologi bedah. Namun seketika jelaslah semuanya. Seperti kerai jerami yang terbuka. Seorang pria baruh baya yang bernama Lang, menawarkan mayat anaknya sebagai subjek pertunjukan Saul dan Caprice. Lang, adalah bagian dari kelompok yang menginginkan evolusi, sebuah kelompok pemakan plastik. Dan Saul diperalat sebagai media kampanye mereka. “Saatnya manusia menyelaraskan diri dengan teknologi manusia-kita harus memakan limbah industrial kita sendiri”. Subtil memang, namun terasa begitu padat.

Crimes of the Future adalah refleksi dari keberhasilan relasi manusia dengan teknologi, namun berimplikasi pada kegagalan manusia terhadap eksistensinya sendiri. Seni dan sex pindah ke haluan yang tak disangka-sangka, membuat kita sedikit mengernyitkan dahi. Plastik juga limbah pabrik, telah menjadi bahan bakar kita semua dalam kehidupan. Organ bermutasi dengan sendirinya dalam tubuh seorang bernama Saul. Dan anak kecil terlihat lahap menggigit sampah yang terbuat dari medan plastik. Keseluruhan itu, oleh Crimes of the Future dieksekusi dengan santai-sunyi, tidak menggebu-gebu apalagi menggelegar. Seakan tampak seperti deklarasi yang metaforis dari kepasrahan umat manusia.

Tetapi, seperti terlepas dari gaya film-film sebelumnya. Cronenberg entah kenapa tenggelam dari kebrutalannya sendiri. Tema horor tubuh dan nuansanya yang berenang di Crimes of the Future kurang bisa menggelitik perut. Sudah tidak menyebabkan mual, pun kengerian. Begitu kontras dengan Shivers, The Fly, Scanners, dan lainnya. Mungkin sebab usianya yang senja membuatnya kurang bisa menggarap dengan maksimal-totalitas. Atau jangan-jangan, sebagaimana yang disimpulkan dalam filmnya sendiri. Cronenberg, telah melemah di lini sinematik horor tubuhnya akibat teknologi visual grafis yang ikut serta dalam Crime of the Future.

Artikel SebelumnyaHunt
Artikel BerikutnyaThe Stranger
Azman H. Bahbereh, lahir dan besar di Singaraja, Bali. Saat ini menempuh pendidikan di Kota Malang. Kegemarannya menonton film telah tumbuh semenjak kecil ketika melihat tarian dengan iringan musik dari jagat sinema Bollywood, terkhusus Soni Soni Akhiyon Wali di film Mohabbatein. Selain menulis film-film yang ditontonnya, ia juga aktif menulis puisi dan bergiat di komunitas sastra yang ada di Kota Malang.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.