Bruce Willis kembali dalam peran tipikalnya. Kita tahu aktor ini naik daun menjadi aktor laga sejak Die Hard beberapa dekade silam, dan sukses dengan beberapa sekuelnya. Setelah beberapa tahun terakhir banyak bermain dalam film aksi medioker, Willis kini menggantikan peran Charles Bronson dalam seri yang hits di tahun 1970-an, Death Wish. Seri aslinya juga sempat diproduksi beberapa sekuelnya, walau sukses, namun dianggap pengamat sebagai medioker. Film remake-nya kini, digarap oleh Eli Roth (Hostel) dengan banyak mengganti unsur cerita dari kisah aslinya. Ekspektasi memang tinggi, namun hasilnya sungguh di luar dugaan.
Paul Kersey (yang aslinya seorang arsitek) adalah seorang dokter bedah di Chicago yang hidup bahagia bersama istri dan putrinya. Musibah terjadi, seperti bisa tampak di trailer-nya, dan kisah pun dimulai. Plot berjalan sabar, persis seperti saya yang menonton untuk menanti sesuatu terjadi di filmnya. Hal yang ditunggu tak kunjung datang. Alur plot berjalan terlalu tipikal genrenya, bahkan amat mirip dengan plot The Brave One (Jodie Foster), dan film yang saya sebut ini jauh berbeda kelas. Saya juga tidak berharap plot aksi macam film-film Liam Nesson, tapi Bruce Willis adalah John McClane, for God sake! Sang aktor telah stereotip dengan sosok ikonik ini. Ketika aktor ini sudah begitu melekat dengan peran jagoan, maka agak aneh rasanya melihat sang tokoh harus belajar menembak dan gugup dengan senjata. Semuanya terasa salah. Tak ada komen soal plot karena semua sudah tampak di trailer.
Hal yang menarik setelah separuh durasi, bagi saya sudah bukan plotnya, namun ke mana arah filmnya jika dikaitkan dengan isu senjata api di AS. Baru beberapa minggu lalu, tragedi kekerasan senjata api terulang lagi untuk kesekian kalinya di sebuah sekolah di Florida dengan belasan orang tewas. Tragedi ini rasanya sudah jamak di AS. Saya penasaran, Death Wish, ingin berpihak ke mana? Plot filmnya jelas mengarah ke sosok preman yang main hakim sendiri dan membunuh secara brutal para kriminal. Berulang kali, reporter radio memberikan polling pada pendengar, “Aksi main hakim sendiri seperti ini, Anda setuju atau tidak?”. Bahkan di filmnya digambarkan secara jelas betapa mudahnya untuk mendapatkan senjata api beserta ijinnya. Namun, tak ada jawaban yang tegas di filmnya.
Sekalipun sang jagoan telah kembali, Death Wish tak mampu memberikan sesuatu apapun yang baru dari plot tipikal genrenya yang sudah terlalu jenuh. Daripada susah payah membuat film medioker macam ini, mengapa tidak membuat sekuel Die Hard jika hanya ingin sukses komersial. Setidaknya pembuat film bisa membuat naskah yang lebih inovatif untuk aktor laga yang sudah dikenal baik oleh penonton. Di-ending, sang dokter, melakukan gestur yang sama dengan film aslinya, yakni menembak sang pencuri dengan gestur tangannya yang membentuk pistol. Semoga ini tidak berujung pada produksi sekuelnya.
WATCH TRAILER