Deepwater Horizon (2016)

107 min|Action, Drama, History|30 Sep 2016
7.1Rating: 7.1 / 10 from 185,330 usersMetascore: 68
A dramatization of the disaster in April 2010, when the offshore drilling rig called the Deepwater Horizon exploded, resulting in the worst oil spill in history.

Deepwater Horizon diadaptasi dari kejadian nyata meledaknya kilang minyak milik perusahaan AS di Teluk Mexico. Konon peristiwa ini dianggap sebagai bencana kilang minyak terburuk dalam sejarah perminyakan Amerika. Peter Berg menggarap film ini dan sebelumnya bersama Mark Wahlberg juga pernah membuat dokudrama perang, Lone Survivor. Kisahnya sederhana dan layaknya film dokumenter film ini secara nyata dan bertahap mengisahkan proses terjadinya bencana dan bagaimana para awak menyelamatkan diri dari kobaran dan ledakan kilang minyak tersebut.

Awal plotnya amat lambat dan cenderung membosankan seolah kita bakal dibawa ke sebuah peristiwa yang maha hebat. Pengenalan para karakter hingga prosedur awal pengeboran disajikan baik hingga penonton awam pun cukup jelas memahaminya. Konflik bersifat teknis pun juga tidak sulit dipahami sehingga secara subyektif kita bisa memihak siapa yang benar dan siapa yang salah. Akhirnya, momen yang ditunggu datang namun ketegangan yang diharapkan terasa kurang menggigit dan sangat datar. Tak ada masalah yang benar-benar genting pada para awaknya kecuali kilang minyak tersebut yang akan meledak. Sederhananya, tidak ada penyelamatan serius dan tidak ada sesuatu yang bisa mereka lakukan untuk menghentikan atau mengurangi efek ledakan dari kilang tersebut.

Deepwater Horizon adalah sebuah dokudrama yang membawa materi baru untuk genre bencana dengan segala pencapaian audio dan visualnya yang mengesankan namun kisah sejenis sudah terlampau jenuh untuk genrenya. Diluar kelemahan dan kelebihan pencapaian cerita dan teknisnya juga agak sedikit bias tentang pesan yang ingin disampaikan film ini. Apakah semata sisi heroisme serta bagaimana para awak kilang bisa bertahan hidup?  Apakah sebagai kritik terhadap kebijakan serta standar pengeboran minyak Di AS? Apakah sebagai kritik lingkungan bagaimana manusia dengan rakusnya mengeksplorasi SDA sehingga kita harus mencari sumber energi alternatif? Ataukah hanya sekedar menyampaikan informasi belaka? Semuanya serba tidak jelas dan tanggung. The Finest Hours yang baru rilis beberapa bulan lalu mampu membawa penonton ke situasi penyelamatan yang lebih menegangkan dan dramatik.

Baca Juga  Mamma Mia! Here We Go Again

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel Sebelumnya8 Hari Menaklukkan Cowok
Artikel BerikutnyaMiss Peregrine’s Home for Peculiar Children
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.