Doctor Strange (2016)

115 min|Action, Adventure, Fantasy|04 Nov 2016
7.5Rating: 7.5 / 10 from 825,390 usersMetascore: 72
While on a journey of physical and spiritual healing, a brilliant neurosurgeon is drawn into the world of the mystic arts.

Marvel Cinematic Universe (MCU) kini memasuki fase tahap akhir dengan menampilkan sosok superhero baru Marvel yang paling unik, Doctor Strange. Film ini digarap oleh spesialis horor, Scott Derrickson dengan bintang-bintang papan atas, yakni Benedict Cumberbatch, Tilda Swinton, Chiwetel Ejiofor, Rachel McAdams, serta Mads Mikkelsen. Tidak seperti film-film sebelumnya kini MCU memasuki ranah supernatural dengan visualisasi yang dijamin belum pernah ada.

Alkisah Dr. Stephen Strange adalah seorang ahli bedah syaraf kenamaan yang sifatnya selalu memikirkan dirinya sendiri. Suatu ketika ia mengalami kecelakaan hebat yang mengakibatkan kedua tangannya lumpuh yang mengakhiri karir gemilangnya. Stephen tidak pernah putus asa untuk berusaha memulihkan tangannya dengan menggunakan segala teknologi pengobatan yang ada hingga seluruh hartanya terkuras habis. Di tengah keputusasaanya, Stephen mendapatkan informasi bahwa sebuah tempat di Kathmandu di lereng pegunungan Himalaya dapat menyembuhkan kelumpuhannya. Perjalanan tersebut membawanya ke sebuah pengalaman spritual yang kelak merubah masa depannya.

Jika dibandingkan dengan film-film MCU lainnya, khususnya awal kemunculan sosok superhero, Doctor Strange adalah yang terlemah dalam menampilkan latar belakang karakternya. Tempo kisahnya terlalu cepat sejak awal. Sosok Stephen yang sombong dan egois hanya sekilas saja ditampilkan melalui satu segmen sebelum kecelakaan terjadi. Ini pun harus ditegaskan melalui dialog, “It’s always about you” ujar Christine, sang pacar. Setelahnya teknik montage lagi-lagi mempersingkat semuanya menggambarkan bagaimana usaha Stephen mencoba segala macam cara untuk memulihkan kedua tangannya. Butuh waktu untuk bisa benar-benar masuk ke dalam tokoh ini dan bahkan sosok Christine hanya terlihat sambil lalu. Bisa jadi sang sineas tidak mau terjebak dalam formalitas awal plot superhero Marvel lainnya yang memiliki sedikit kemiripan dengan plot Iron Man. Entahlah.

Eksposisi karakter yang lemah diatas masih bisa ditolerir namun tidak untuk yang berikutnya. Begitu Stephen tiba di Kamar-Taj (Kathmandu) mendadak kita harus beradaptasi dengan beberapa tokoh dan lingkungan baru yang sama sekali tidak dijelaskan asal usulnya. Semua berjalan terlalu cepat sehingga agak sulit dicerna. Belum lagi kita beradaptasi dengan tempat dan tokoh-tokoh ini, kita sudah disuguhi konsep tentang alam supernatural dengan segala penjelasannya yang absurd, hingga tiba-tiba Stephen pun berkata, “Teach me”. Satu lagi adalah aturan main tentang dunia supernatural dalam kisah ini. Dalam The Matrix dan Inception, satu tokoh menjelaskan semua aturan main dunia maya secara lugas, mana yang nyata dan mana yang ilusi, namun tidak di film ini. Ketika semua dunia berputar sedemikian rupa dan manusia awam tidak melihat semua itu, bagaimana penjelasan konsepnya? Semua berjalan begitu cepat, dan apa peduli kita dengan Dormammu (iblis)?

Baca Juga  Pete's Dragon

Penonton dibawa ke sebuah dunia absurd dimana logika tidak lagi bekerja. Visualisasi dari dunia imajinatif ini ditampilkan dengan amat sangat mengesankan. Bangunan-bangunan gedung dan jalan bisa dibengkokkan sedemikian rupa melawan hukum gravitasi. Aksi gila-gilaan seperti ini belum pernah ada di film manapun (walau sedikit mirip Inception) yang membuat kita terpukau sepanjang segmen aksi ini. Pencapaian CGI begitu real hingga meletakkan standar baru khususnya untuk genre superhero. Doctor Strange jelas menjadi kandidat kuat peraih Oscar untuk kategori efek visual terbaik.

Di luar tempo kisahnya yang cepat dan absurd, serta eksposisi yang lemah, Doctor Strange tidak diragukan adalah film superhero Marvel yang teraneh dan terunik dengan visualisasi dan imajinasi menakjubkan yang belum pernah ada di genre ini sebelumnya. Selain pencapaian visualnya, titik kekuatan lain adalah kasting pemain dan sisi humornya yang diluar ekspektasi. Benedict dengan gayanya yang khas begitu sempurna memerankan sosok Stephen Strange. Tilda Swinton yang banyak disorot karena tokoh Ancient One aslinya adalah seorang kakek tua asal Tiongkok, sama sekali tidak masalah dengan perannya ini. Doctor Strange menambah amunisi baru bagi MCU untuk bisa masuk ke wilayah baru di seri-seri berikutnya. Seperti menjadi tradisi sebelumnya, post credit scene (2 buah) layak untuk ditunggu karena menampilkan satu sosok superhero Marvel lainnya.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaDear Love
Artikel BerikutnyaSherlock Holmes 3 akan Diproduksi
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.