drop

Drop adalah film thriller arahan Robert Landon yang menggarap horor slasher populer, seri Happy Death Day hingga Freaky. Film ini dibintangi nama-nama yang kurang akrab di layar lebar, yakni Meghann Fahy, Brandon Sklenar, Violett Beane, Jeffery Self, serta Reed Diamond. Film yang diproduseri Jason Blum ini memiliki bujet produksi USD 11 juta. Mampukah sang produser menjaga tren sukses film-film yang diproduserinya?

Violet (Fahy) mencoba untuk berkencan tatap muka, setelah sekian lama ditinggal suaminya dalam satu peristiwa yang traumatik. Kencannya adalah seorang fotografer bernama Henry Campbell (Sklenar) yang berlokasi di rooftop satu rumah makan mewah di Chicago. Acara kencan mulai terganggu ketika Violet dikirimi pesan oleh seseorang yang menggunakan aplikasi Digi-Drop yang memungkinkan orang berjarak belasan meter darinya untuk berkomunikasi. Pesan tersebut makin mengancam dan bahkan melalui aplikasi CCTV terlihat seorang penyusup berhasil masuk ke rumah tinggalnya. Agar putra kecilnya selamat, Violet dipaksa untuk melakukan apa pun yang diminta sang pelaku, tanpa boleh diketahui seorang pun termasuk Henry.

Thriller senada memang bukan hal baru bagi genrenya. Belum lama, plotnya mengingatkan pada Carry-On yang rilis beberapa bulan lalu. Plotnya sama-sama mengisahkan protagonis yang dipaksa untuk melakukan sesuatu di luar kehendaknya. Nuansa film sang master thriller Alfred Hitchcock juga bisa kita rasakan sejak opening title sequence hingga penggunaan set terbatas. Intensitas ketegangan terjaga dengan konstan, nonstop hingga akhir tanpa bisa kita antisipasi arah plotnya. Naskahnya begitu solid dan mampu membocorkan informasi secara efektif dari momen ke momen sehingga membuat penonton terus merasa penasaran. Aksi klimaks heboh disimpan pada penghujung setelah sebelumnya hanya berkutat pada adegan dialog dan lokasi yang sama.

Baca Juga  Incredibles 2

Selain naskah solid, satu hal yang membuat penonton tak merasa jenuh adalah pendekatan visualnya yang segar. Teks (pesan) sang pelaku nyaris tak pernah disajikan melalui shot dari handphone, namun melalui grafis visual yang inovatif, dengan ukuran BESAR pula. Dalam satu adegan di dalam kamar toilet, sang sineas dengan apik, memanfaatkan dinding toilet untuk menampilkan beberapa layar CCTV sekaligus pada handphone Violet. Sang sineas juga sesekali menggunakan variasi gerakan kamera yang ekstrem (berputar) pada beberapa momen aksinya, serta permainan tata cahaya untuk memokuskan seorang karakter. Namun, satu pencapaian istimewa ditampilkan oleh sang bintang Meghann Fahy yang bermain amat menawan sepanjang kisahnya.

Melalui plot simpel, efektif, serta performa menawan kasting utamanya, Drop adalah salah satu thriller modern ala Hitchcock yang paling intens. Untuk memproduksi sebuah film thriller macam ini bukanlah hal yang mudah. Namun, sang sineas mampu menekelnya dengan gaya dan cara yang brilian. Pilihan kasting yang tidak menggunakan nama-nama besar juga memberi sentuhan berbeda pada tontonan kali ini. Film thriller sejenis lazimnya lebih sering kita jumpai dalam platform streaming. Drop mampu menyajikan thriller berkelas yang memang layak ditonton di layar lebar. Bagi saya pribadi, Drop adalah film thriller murni paling berkesan yang pernah saya tonton di bioskop. Bagi fans thriller, jangan lewatkan satu tontonan berkelas dan langka ini di layar lebar.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaUntil Dawn | REVIEW
Artikel BerikutnyaThe Time It Takes – ITAFF 2025
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses