Edge of Darkness (2010)
117 min|Action, Adventure, Drama|29 Jan 2010
6.6Rating: 6.6 / 10 from 100,467 usersMetascore: 55
As homicide detective Thomas Craven investigates the murder of his activist daughter, he uncovers a corporate cover-up and government conspiracy that attracts an agent tasked with cleaning up the evidence.

Edge of Darkness adalah film detektif yang digarap sineas kawakan Martin Campbel. Campbel seperti kita tahu telah menggarap film-film aksi petualangan sukses seperti Mask of Zorro (1998), Vertical Limit (2000), serta film-film James Bond, Golden Eye (1995) dan Casino Royale (2006). Film ini juga dibintangi aktor kawakan Mel Gibson serta Ray Winston.

Thomas Craven (Gibson) adalah seorang detektif di kepolisian kota Boston. Putri satu-satunya, Emma Craven yang bekerja di kota tetangga suatu ketika mengunjunginya. Malamnya Emma mengeluh sakit namun ketika mereka akan ke rumah sakit mendadak seorang misterius menembak sang putri dengan brutal hingga tewas. Thomas yang amat berduka awalnya menduga tembakan itu ditujukan untuk dirinya. Dalam penyelidikan Thomas ternyata menemukan fakta lain mengenai Emma terkait perusahaan dimana sang putri bekerja. Thomas lambat laun menyadari kasus yang diselidiknya ternyata menyangkut masalah keamanan nasional yang sangat rahasia.

Dari gambar poster, judul, pemain, hingga sineasnya, sebagian besar orang pasti mengira film ini adalah film aksi murni. Sejak belasan menit pertama plot filmnya seolah mengarah ke plot “balas dendam” mirip dengan plot film Gibson lainnya, Payback. Namun ternyata semuanya salah besar, film ini sama sekali bukan film aksi namun adalah film drama-detektif. Penyelidikan kasus serta bagaimana sang ayah menghadapi trauma kehilangan anaknya menjadi penekanan cerita filmnya. Tempo cerita berjalan lambat dan seperti genre detektif lazimnya cerita semakin lama semakin bertambah membingungkan dan misterius. Namun plot sejenis ini sudah bukan hal yang unik lagi. Bagi penggemar film fanatik, plot filmnya pasti tidaklah sulit untuk diduga hingga klimaks filmnya. Tidak ada kejutan sama sekali.

Baca Juga  Wrath of Man

Kepiawaian Campbel mengolah adegan aksi jelas tidak tampak dalam film ini. Sungguh menarik melihat Campbel bermain di wilayah genre yang bukan menjadi favoritnya. Secara teknis Campbel menyajikan film ini sesuai level kelas sang sineas. Sisi sinematografi menjadi salah satu nilai lebih film ini terutama melalui komposisi gambar yang kuat. Gibson sendiri seperti biasa bermain baik dalam perannya memerankan sang ayah yang gelisah, sedikit banyak mengingatkan perannya dalam Ransom. Satu pemain yang menarik perhatian sekalipun tidak banyak muncul adalah Ray Winston yang bermain sebagai Jedburg si “problem solver” karismatik yang tengah mengalami konflik batin.

Edge of Darkness sebagai film detektif memiliki alur cerita yang sudah banyak kita temui dalam film-film lainnya. Penonton yang mengharapkan film aksi jelas pasti akan kecewa berat karena minimnya adegan aksi. Mel Gibson yang jarang bermain dalam film-film buruk jelas adalah sosok pemain yang dijual dan diharapkan mampu menyedot penonton. Apakah berhasil (sukses komersil)? Sepertinya tidak. Penonton kebanyakan pasti mengharapkan Gibson bermain brutal dan sadis seperti dalam Payback plus aksi-aksi seru khas Campbel. Edge of Darkness tidak menakutkan seperti yang kita bayangkan sewaktu melihat judul dan poster filmnya.

https://www.youtube.com/watch?v=MxK__2MGm7A

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaDredd
Artikel BerikutnyaLovely Man, Kombinasi Kisah Unik dan Akting Menawan
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.