eo

Tidak banyak kita temukan film dengan tokoh keledai dalam dua dekade terakhir, apabila dibandingkan dengan hewan lainnya seperti anjing ataupun kucing. Jika ada pun biasanya hanya sebagai karakter pendukung, seperti Donkey dalam Shrek, juga keledai dalam film The Banshees of Inisherin dan My Donkey, My Lover & I. Oleh karenanya film EO yang memiliki tokoh utama seekor keledai terasa fresh, apalagi dikemas dengan cerita yang tak generik.

EO adalah seekor keledai sirkus yang nasibnya berubah ketika ada pelarangan mengeksploitasi hewan dalam atraksi sirkus. Ia sebenarnya sangat dekat dengan seorang pemain sirkus, Kasandra (Sandra Drzymalska). Keduanya nampak sama-sama kehilangan. EO mulai berganti-ganti pemilik. Rasa penasaran membawanya ke berbagai petualangan, di mana ia berjumpa dengan banyak manusia yang memperlakukannya berbeda-beda.

Film asal Polandia ini menurut sang sutradara sekaligus penulis skenario, Jerzy Skolimowski, terinspirasi dari kisah serupa berjudul Au Hasard Balthazar yang dirilis tahun 1966. Sentral ceritanya sama-sama seekor keledai yang memiliki hubungan pahit manis bersama manusia.

Penonton diajak menyelami petualangan EO dari mata si keledai. Sudut pandang EO ini ditampilkan dalam warna merah menyala dalam kamera. Jalanan yang sepi, hutan, dan terowongan menjadi sebuah arena bermain bagi si keledai yang penuh rasa penasaran ini. Ada kalanya ia berhenti sejenak untuk memahami apa yang ada di sekitarnya.

Suasana yang relatif sepi membuat penonton lebih fokus ke sosok keledai dengan mata lembut ini. Hanya ada si EO yang sering ke sana sini dan sesekali melamun ditemani oleh musik latar yang dinamis. Penonton seakan digiring untuk bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh si keledai, ke mana tujuannya?

Baca Juga  Tanduk Setan

Tak banyak dialog. Para tokoh manusia dimunculkan secukupnya dengan konfliknya masing-masing. Yang mencolok di antaranya interaksi antara perempuan kaya raya yang diperankan Isabelle Huppert dan kerabatnya yang dimainkan Mateusz Kościukiewicz.

Dengan tempo yang lambat, penonton tak akan bosan menikmati petualangan si keledai oleh karena gambar-gambar yang ditampilkan memikat dan memanjakan mata. Petualangan keledai selama menyusuri hutan terasa misterius dan magis. Ia bertemu dengan berbagai hewan liar dan menemukan berbagai tempat yang menarik. Visual yang epik ini direkam oleh Michał Dymek. Warna dalam gambar ini berganti-ganti dari warna riil dan warna merah untuk menunjukan perubahan persepsi.

Film EO adalah pencarian jati diri seekor keledai yang bersinggungan dengan para manusia yang beragam karakternya. Ceritanya memiliki alur dan penutup yang tak biasa. Terasa realistis. Dalam Oscar tahun ini, EO akan menghadapi lawan yang kompetitif di kategori International Feature Film. Pesaingnya dari Argentina, 1985; The Quiet Girl; Close; dan All Quiet on the Western Front. Ehm apakah cerita keledai yang penuh rasa ingin tahu ini bisa memikat dewan juri Oscar?

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaAlcarràs
Artikel BerikutnyaWe Have a Ghost
Dewi Puspasari akrab disapa Puspa atau Dewi. Minat menulis dengan topik film dimulai sejak tahun 2008. Ia pernah meraih dua kali nominasi Kompasiana Awards untuk best spesific interest karena sering menulis di rubrik film. Ia juga pernah menjadi salah satu pemenang di lomba ulas film Kemdikbud 2020, reviewer of the Month untuk penulis film di aplikasi Recome, dan pernah menjadi kontributor eksklusif untuk rubrik hiburan di UCNews. Ia juga punya beberapa buku tentang film yang dibuat keroyokan. Buku-buku tersebut adalah Sinema Indonesia Apa Kabar, Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema, Antologi Skenario Film Pendek, juga Perempuan dan Sinema.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.