Berawal dari beberapa game online bergenre petualangan “escape the room” yang populer, rupanya berujung pada permainan escape room sungguhan yang nge-hits di berbagai belahan dunia. Escape Room dirancang dan dibuat dalam tema tertentu yang berlokasi di tempat-tempat unik, macam penjara, kastil, hingga bahkan setting fantasi dan fiksi ilmiah. Inti permainannya, sekelompok orang terperangkap dalam sebuah ruangan dan harus memecahkan satu misteri atau teka-teki untuk bisa keluar dari sana. Tak disangka, tren ini ternyata memicu produksi filmnya yang berjudul Escape Room.
Escape Room digarap oleh Adam Robitel yang juga telah mengarahkan Insidious: The Last Key tahun lalu. Film berdurasi 100 menit ini dibintangi aktor-aktris nonbintang, yakni Taylor Russel, Logan Miller, Deborah Ann Woll, Tyler Labine, dan Jay Ellis. Dengan berbakal bujet US$ 9 juta mampukah film ini memuaskan fans genrenya serta fans fanatik permainan ini?
Sekelompok orang, yakni Zoey, Ben, Amanda, Mike, Jason, dan Danny mendapatkan sebuah undangan misterius dari sebuah perusahaan untuk bermain dalam sebuah permainan Escape Room. Mereka diimingi hadiah US$ 10.000 jika bisa menyelesaikan permainan tersebut. Tanpa disadari, mereka terjebak dalam sebuah permainan fisik dan psikologis yang menghadirkan trauma dan masa lalu mereka secara personal, dengan nyawa mereka sebagai taruhannya.
Sejak sekuen pembuka, filmnya telah menghadirkan satu segmen aksi yang sangat menegangkan yang bakal menjadi aksi rutin sepanjang plotnya. Dibuka tanpa latar tokoh yang memadai, penonton langsung dikenalkan 6 karakternya melalui permainan escape room yang langsung begitu saja berjalan. Sejak permainan dimulai, sisi ketegangan demi ketegangan berjalan tanpa henti yang berjalan ruang demi ruang. Hebatnya, tensi cerita tak pernah menurun barang sedetik pun. Penonton dibuat terus penasaran dengan aksi-aksi suspence berkelas dan sisi misterinya. Satu aksi ketegangan sangat mengesankan disajikan dalam ruang “upside down” yang dijamin bakal membuat penonton menahan napas sepanjang adegannya.
Jika bicara genrenya, jenis genre “permainan bertahan hidup” senada sudah banyak di pasaran, tentu dalam skala cerita yang berbeda-beda, sebut saja Running Man, The Cube, seri SAW, seri Battle Royale, The Maze Runner, hingga The Hunger Games. Masing-masing memiliki keunikan kisahnya dan sisi ketegangan yang berbeda. Escape Room boleh jadi adalah salah satu yang terbaik dalam membangun sisi ketegangannya sepanjang film. Sayangnya, pilihan ending-nya yang memaksa untuk membuka peluang sekuelnya justru membuat tensi dramatik filmnya menurun. Padahal sisi psikologis dan trauma masa lalu tiap tokohnya bisa menyatu dengan baik dalam permainan ini sehingga berpotensi membuat ending yang lebih menyentuh dan dramatik. Rupanya ini semua hanya berujung pada permainan “judi “ belaka. Sayang sekali.
Tak dipungkiri, selain unsur ketegangan, kekuatan filmnya ada pada sisi artistiknya. Ruang-ruang permainan dirancang sedemikian rupa dengan unik untuk mendukung adegan-adegan aksinya. Jelas medium film memiliki kelebihan melalui aspek artistik serta efek visual sehingga menjadikannya lebih mewah ketimbang ruang permainan yang ada di dunia nyata. Ilustrasi musik jelas memegang peranan penting dalam film ini dan tiap segmen adegannya tema musik “berdetik” ini mampu mendukung penuh tiap aksi ketegangannya. Semua aksinya adalah murni sisi ketegangan tanpa elemen kejutan layaknya film horor.
Escape Room bisa jadi jauh dari orisinal, namun unsur ketegangan dalam film ini adalah salah satu yang terbaik di genrenya. Untuk target penontonnya, film ini jelas bakal banyak memikat kalangan muda. Film ini rasanya juga bakal semakin mempopulerkan permainan ini. Film sekuelnya jelas sudah di depan mata. Semoga bisa lebih baik dari film ini, khususnya dari sisi dramatik yang rasanya bisa membuatnya memiliki sisi manusiawi dan lebih dari film hiburan semata.
WATCH TRAILER