Evil Dead Rise tercatat adalah seri kelima dari horor supernatural Evil Dead sejak The Evil Dead (1981), yang rilis empat dekade lalu. Setelah mencoba beberapa kali me-”remake” versi aslinya, kini para pembuat film melakukan sesuatu yang berbeda dengan kisahnya. Para pembuat dan pemain orisinalnya, Robert Tapert, Sam Raimi, dan Bruce Campbell masih pula terlibat dalam produksinya walau kini di bangku produser. Evil Dead Rise diarahkan dan ditulis oleh Lee Cronin dengan dibintangi nama-nama yang masih asing, sebut saja Lily Sullivan, Alisha Sutherland, Nell Fisher, Gabriel Echols, dan Morgan Davies. Lantas, bagaimana pencapaian seri kelimanya kali ini?

Beth (Sullivan) adalah seorang pemusik bermasalah yang kembali ke kota Los Angeles di mana kakaknya berada. Sang kakak, Ellie (Sutherland) rupanya juga tengah dalam masalah, yang tinggal bersama tiga anaknya, Bridget (Echols), Danny (Davies), dan si kecil Kass (Fisher). Malam itu, gempa besar melanda LA dan apartemen Ellie terguncang hebat. Danny menemukan sebuah retakan besar di lantai basement yang membawanya ke sebuah ruang rahasia berisi buku kuno dan rekaman piringan hitam. Ketika Danny memutarnya, mantra-mantra kuno membangkitkan kembali sang iblis dan merasuki sang Ellie. Teror pun dimulai!

Bagi yang akrab dengan seri Evil Dead pasti familiar benar dengan plot ini. Kisahnya secara sederhana berpindah dari kabin kecil di tengah hutan ke apartemen kumuh di kota LA. Siapa menyangka kisahnya kini bisa berjalan demikian efektif? Bahkan dalam beberapa hal, lebih baik dari versi aslinya. Tone kisahnya kini lebih serius ketimbang versi 1981 yang bernuansa komedi melalui polah sang aktor, Bruce Campbell dengan segala keunikan kemasan estetik sang sineas (Sam Raimi). Untuk sisi gore-nya, film ini masih sama level brutalnya walaupun terdapat karakter anak-anak dalam kisahnya.

Baca Juga  Waktu Maghrib

Mirip seperti aslinya, plot film ini juga nyaris berjalan “real time” melalui teror non-stop sang ibu. Naskahnya begitu efektif dengan dominan hanya berlokasi dalam satu ruang apartemen. Sejak sang ibu kerasukan, plotnya tidak membuang-buang waktu dengan menyajikan aksi gore yg demikian brutal tanpa henti. Bak tukang jagal, sang iblis tidak pernah berlama-lama dengan korbannya yang menjadikan intensitas ketegangan cerita berjalan semakin tinggi hingga segmen klimaks. Aksi ekstrem brutal yang banjir darah disajikan nyaris di semua adegannya. Segmen klimaksnya tak luput pula memberi tribute khas serinya melalui aksi-aksi brutal melalui mesin gergaji listrik. Ending-nya pun secara cerdik memberi koneksi cerita dengan segmen pembuka film ini.

Evil Dead Rise adalah sebuah “reboot” segar serinya melalui tone serius, sederhana, dan efektif, yang terbaik sejak versi originalnya. Film ini juga lepas dari kemasan estetik Sam Raimi dengan segala gerakan kameranya yang ekstrem, sekalipun segmen pembuka, menggoda kita untuk sesaat. Penikmat dan fans Evil Dead rasanya bakal sangat terpuaskan dengan segala aksi dan kisahnya. Kisah Evil Dead Rise membuka luas bagi pengembangan kisah ke depannya dengan segala kemungkinan persilangan genre. So far, Evil Dead Rise adalah film horor terbaik tahun ini.


1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
90 %
Artikel SebelumnyaRenfield
Artikel BerikutnyaCOMING SOON: FILM HOROR INDONESIA: BANGKIT DARI KUBUR
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.