Kita tahu persis bahwa film-film horor Korea Selatan kini telah diakui menjadi barometer bagi genrenya, tidak terkecuali yang satu ini. Exhuma adalah film horor supernatural produksi Korea Selatan arahan Jang Jae-hyun. Film yang banyak menjadi bahan perbincangan ini tercatat sebagai film terlaris di Korea Selatan di awal tahun ini. Film ini dibintangi para pemain papan atas Korea Selatan, antara lain Choi Min-sik, Kim Go-eun, Yoo Hae-jin, dan Lee Do-hyun. Dengan mengeksploitasi sisi lokal yang kental, apakah Exhuma bisa selevel dengan film-film horor superior lokal lainnya?
Hwa-rim (Go-eun) dan Bong-gil (Do-hyun) adalah sepasang ahli spiritual muda ternama Di Seoul. Suatu ketika mereka menghadapi kasus di mana satu keluarga bangsawan dihantui oleh arwah yang berasal dari leluhurnya. Mereka pun menyarankan sisa jasad sang leluhur untuk dikremasi agar arwahnya tenang. Hwa-rim pun meminta tolong ahli feng sui kawakan, Sang-deok (Min-sik) dan partnernya, Yeong-geun (Hae-jin) seorang pengurus jenazah kelas atas, untuk membantu mengurus makam luhur itu. Di makam tua tersebut, Hwa-rim melakukan ritual sebelum makam tersebut digali. Tanpa mereka sadari, entiti gaib berkekuatan besar rupanya mencari celah untuk bisa masuk ke dunia manusia.
Film horor supernatural bermuatan lokal macam ini bukah hal asing bagi film-film produksi Korea Selatan. Beberapa contoh berkualitas, sebut saja The Wailing, Seire, hingga seri The Revenant. Bagi yang sudah menonton ketiganya, Exhuma pasti terasa familiar, namun ada satu faktor menjadi pembeda, yakni tentang ritual menggali makam. Tradisi ini juga lekat dalam tradisi lokal di Indonesia yang punya cara tersendiri pula. Dalam kisahnya, secara detail, proses menggali makam bukan sesuatu yang sederhana, ibarat ada “primbon”nya. Walau jujur saja, beberapa poin tidak mampu dipahami (karena beda kultur), namun intinya masih bisa kita tangkap. Dramatisasi pun tak terhindarkan untuk tuntutan penonton yang mengharap sisi ketegangan dan horor dalam plotnya. Exhuma mampu menyajikannya dengan cara berkelas.
Bicara horor, atau jump scare lebih tepatnya, film ini memang tidak secara khusus menjual ini seperti kebanyakan film-film horor masa kini. Sisi horor dan ketegangannya justru dibangun melalui kekuatan cerita, khususnya plot twist pada ¾ durasinya. Walau twist-nya tak sulit diantisipasi, namun mampu memberikan efek kengerian yang luar biasa. Sosok seramnya dijamin berbeda dengan apa pun yang pernah kita lihat dalam film horor. Hanya saja, satu hal kecil yang menjadi pertanyaan adalah motif sang entiti. Mengapa baru sekarang dan lantas apa yang menjadi pemicu? Tentu beda kasusnya, jika makam tersebut diusik oleh seseorang yang ingin mencari harta karun di dalamnya.
Exhuma adalah horor supernatural unik dan berkelas yang mengangkat sisi mistik, tradisi, dan budaya lokal dengan sisi misteri dan ketegangan maksimal. Bagi penonton lokal (Korea) yang memahami betul tradisi ini, film ini tentu bakal lebih mengena ketimbang penonton barat. Exhuma, bersama film-film disebut di atas, menjadi sampel ideal bagaimana sisi lokal dan kekinian bisa berpadu dengan apik. Entah otentik atau tidak, ini jelas butuh pengetahuan tentang kelokalan lebih mendalam lagi. Setidaknya, secara universal esensinya bisa kita tangkap serta punya relasi erat dengan budaya kita. Tradisi dan ritual turun temurun dengan segala perniknya, bukan satu hal yang bisa kita anggap remeh karena memiliki kebijakan dan kehamonisan antara sang pencipta dengan manusia.