Film aksi thriller politik memang bukan hal yang baru namun baru kali ini rasanya satu film mampu menggambarkan sangat baik bagaimana dilema serta panjangnya tali birokrasi untuk mengambil satu keputusan sulit dalam medan perang, perang melawan teroris lebih tepatnya. Gavid Hood, sang sineas sendiri pernah memproduksi film bertema terorisme berkualitas yakni, Rendition sebelum menggarap film-film bertema lebih mainstream macam X-Men Origins: Wolverine dan Ender’s Game. Eye in The Sky adalah satu pencapaian istimewa dari sang sineas yang rasanya bisa membawanya ke level yang lebih tinggi lagi.
Eye In the Sky mengawali kisahnya ketika buron teroris kelas kakap berhasil dikonfirmasi lokasinya di areal padat pemukiman di Nairobi, Kenya. Militer Inggris yang dipimpin Kolonel Powell (Helen Mirren) bekerjasama dengan Militer AS dan militer lokal (Kenya). Misi awal sederhana yakni menangkap di tempat buron tersebut namun dalam perkembangan situasi menjadi tak terkendali yang mengharuskan Powell mendapat izin dari para atasannya sebelum mengambil keputusan besar.
Kisah yang awalnya berjalan lambat mulai berubah drastis ketika semua rencana awal berjalan tidak sesuai rencana. Powell dipaksa mengambil keputusan baru setiap saat yang memiliki konsekuensi besar terhadap rantai birokrasi di atasnya. Sejak momen ini hingga akhir adalah aksi yang amat sangat menegangkan hingga penonton nyaris tidak diberi kesempatan untuk mengambil nafas panjang. Nyaris tanpa aksi di lapangan hanya bermodal perdebatan para pembuat keputusan sudah cukup untuk membuat penonton tidak bergeming menatap layar. Aksi kecil di lapangan oleh agen Jama Farah yang diperankan nomine Oscar Barkhad Abdi, dengan gayanya yang khas sedikit memberi sentuhan humor sekalipun situasinya amat serius.
Eye in the Sky menawarkan sebuah aksi thriller politik istimewa yang amat menegangkan dari balik layar dengan didukung para kasting yang bermain sangat baik. Akting khas almarhum Alan Rickman dalam peran terakhirnya sebagai jendral atasan Kolonel Powell dapat kita nikmati sekalipun ini bukan pencapaian akting terbaiknya. Eye in The Sky menggambarkan betapa peliknya penanganan aksi terorisme melalui pendekatan yang berbeda dari masing-masing negara serta upaya mereka untuk mengantisipasi aksi tanpa jatuh banyak korban dengan implikasi politik yang kecil. Dilema moral terbesar, yakni perlukah mengorbankan satu nyawa untuk menyelamatkan ribuan yang lain? Film ini belum bisa menjawabnya atau mungkin memang tidak akan pernah ada jawaban yang pasti. Semua pilihan pasti ada resikonya.
WATCH TRAILER