Black Panther (BP) menepis semua ekspektasi pengamat tidak hanya pencapaian kritik, namun komersial. Film ini adalah film bergenre superhero yang meraih poin tertinggi dari dua website kritik populer, yakni Rottentomatoes (97%) dan Metacritic (88). Dari sisi komersial, di negara asalnya BP memecahkan rekor sebagai film superhero terlaris dalam rilis pekan pertama dan keduanya. Kini tinggal menanti waktu BP secara global bakal melewati angka psikologis US$ 1 miliar, dan menjadi pertanyaan besar, apakah BP bisa menjadi film superhero terlaris sepanjang masa melewati Marvel’s the Avengers (US$ 1,518 miliar)? Apapun yang terjadi, BP telah menjadi fenomena besar tidak berpengaruh hanya bagi industri film, namun juga budaya pop masa kini.

Dalam perkembangan industri film di AS, walau sejak era klasik pemain atau film kulit hitam (negro) masih dianaktirikan, namun sejalan dengan waktu tren ini mulai meluntur. Gerakan “black power” yang muncul era 1960-an hingga 1970-an, semakin memperkuat posisi mereka secara sosial dan politik. Walau sosok pemain kulit hitam masih dominan menjadi peran pendukung, namun pada masa ini telah muncul aktor-aktris berbakat, sebut saja Sidney Poitier, yang tercatat sebagai aktor kulit hitam pertama yang meraih Piala Oscar dan Golden Globe. Tren Blaxploitation dalam medium film pada era 1970-an, membuktikan bahwa target sasaran untuk penonton kulit hitam rupanya tidak bisa diremehkan. Sejak era inilah, pemain kulit hitam mulai dimasukkan dalam peran penting dalan film-film populer, dan tren ini semakin menguat berjalannya waktu. Tidak hingga awal milenium baru, ajang Academy Awards, akhirnya memberikan aktor dan aktris terbaik, untuk pemain kulit hitam, yakni Denzel Washington dan Halle Berry pada tahun 2002. Walau setelahnya isu rasis masih mencuat di ajang ini, namun nyatanya film-film bertema kulit hitam beberapa kali menang dalam ajang ini, sebut saja 12 Years a Slaves hingga Moonlighting. Dalam dua dekade terakhir, batasan ini memang mulai tipis, banyak film bertema dan dominan pemain kulit hitam pun terbukti sukses kritik dan komersial, seperti contoh terkini Straight Outta Compton  dan Get Out. Kini, sosok superhero kulit hitam, Black Panther rasanya bakal menjadi fenomena puncak yang bakal mencairkan segalanya.

Jagoan kulit hitam memang sudah banyak, sebut saja sejak sosok Shaft, Jackson (Action Jackson), Lando Calrissian (seri Star Wars), hingga superhero macam Spawn, Blade, Hancock, hingga sosok Falcon (Marvel) dan Cyborg (DC). Namun, tidak ada yang seperti Black Panther. Film ini didominasi kasting kulit hitam berlokasi cerita di Afrika yang eksotis, dan bahkan sebagian besar tokoh pentingnya adalah perempuan. Penonton kali ini bisa merasakan satu sentuhan berbeda yang tidak pernah ada dalam film-film manapun sejenisnya. Dikisahkan Wakanda adalah suku superior yang peradaban dan pencapaian teknologinya jauh di atas warga bumi lainnya. Sosok Black Panther ibarat sosok Bond kulit hitam dan Shuri ibarat Q dengan gadget canggihnya. Boleh dibilang, mayoritas orang kulit hitam di muka bumi ini pasti tidak akan melewati momen ini! Faktanya, di AS sendiri penonton BP nyaris 40%-nya adalah orang kulit hitam dan kabarnya, film ini di beberapa lokasi, wajib tonton bagi mereka. Bahkan seorang Profesor dari University of California mengatakan bahwa sosok Black Panther merupakan representasi positif yang mampu melindungi orang kulit hitam dari rasa depresi akibat pencitraan negatif, karena riset mengatakan bahwa tingkat depresi orang kulit hitam cenderung lebih tinggi dari orang kulit putih. Intinya, sosok Black Panther memberikan sebuah harapan besar dan rasa optimisme tinggi bagi mereka.

Baca Juga  Istirahatlah Kata-Kata, Istirahatlah Penonton

Sang produser, Kevin Feigi telah berani mengambil resiko besar dan terbukti berbuah manis tidak hanya bagi Marvel Studios, namun juga industri film. Kisah Sosok Black Panther tidak akan bakal berhenti sampai di sini. Siapa mengira film ini bakal menjadi superhero terbesar sepanjang masa? Arah industri film rasanya bakal berubah setelah momen ini. Film-film lain, bakal mengekor tren ini dengan cepat. Peran tokoh kulit hitam dalam cerita film akan semakin mendapat tempat lebih. Film-film franchise besar bisa jadi juga akan mengarah hal yang sama. Rasanya kita harus bersiap-siap menerima sosok James Bond berkulit hitam di masa-masa mendatang. Atau bahkan bukan tidak mungkin akan muncul sosok superhero Asia? Seperti kita tahu, negara-negara Asia, macam Cina, Jepang, India, Korea Selatan, dan negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia adalah pasar besar bagi film-film import. Melihat situasi sekarang, rasanya tidak ada yang tak mungkin lagi dalam industri film.

SUMBERboxofficemojo.com - ABC news - imdb.com - rottentomatoes - metacritic
Artikel SebelumnyaLucu Gak Lucu, Yowis Ben
Artikel BerikutnyaLady Bird
Hobinya menonton film sejak kecil dan mendalami teori dan sejarah film secara otodidak setelah lulus dari studi arsitektur. Ia mulai menulis artikel dan mengulas film sejak tahun 2006. Karena pengalamannya, penulis ditarik menjadi staf pengajar di Akademi Televisi dan Film swasta di Yogyakarta untuk mengajar Sejarah Film, Pengantar Seni Film, dan Teori Film sejak tahun 2003 hingga tahun 2019. Buku film debutnya adalah Memahami Film (2008) yang memilah seni film sebagai naratif dan sinematik. Buku edisi kedua Memahami Film terbit pada tahun 2018. Buku ini menjadi referensi favorit bagi para akademisi film dan komunikasi di seluruh Indonesia. Ia juga terlibat dalam penulisan Buku Kompilasi Buletin Film Montase Vol. 1-3 serta 30 Film Indonesia Terlaris 2012-2018. Ia juga menulis Buku Film Horor: Dari Caligari ke Hereditary (2023) serta Film Horor Indonesia: Bangkit Dari Kubur (2023). Hingga kini, ia masih menulis ulasan film-film terbaru di montasefilm.com dan terlibat dalam semua produksi film di Komunitas Film Montase. Film- film pendek arahannya banyak mendapat apresiasi tinggi di banyak festival, baik lokal maupun internasional. Baru lalu, tulisannya masuk dalam shortlist (15 besar) Kritik Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2022. Sejak tahun 2022 hingga kini, ia juga menjadi pengajar praktisi untuk Mata Kuliah Kritik Film dan Teori Film di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dalam Program Praktisi Mandiri.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.