Horor merupakan salah satu genre yang paling populer sejak puluhan tahun silam hingga kini. Tujuan utama film horor cuma satu, yaitu memberikan rasa takut yang mendalam bagi penontonnya. Bagi kebanyakan orang, film horor semakin menghibur jika mampu memberikan ketakutan, teror, mimpi buruk, serta kepanikan luar biasa. Film horor dianggap berhasil jika mampu membuat penontonnya menjerit histeris dan nuansa horornya masih terbawa hingga lama setelah selesai menonton. Hampir sepanjang film, penonton selalu disajikan adegan-adegan aksi mencekam dan menakutkan yang membuat jantung berdegup kencang setiap saat.
Plot film horor pada umumnya sederhana, yakni bagaimana usaha manusia untuk melawan kekuatan jahat yang sering kali berhubungan dengan dimensi supernatural dan sisi gelap manusia. Film Horor sering kali menampilkan makhluk dengan sosok menyeramkan berwujud non-manusia, seperti arwah, iblis, mayat hidup, vampir, makhluk asing (alien), dan sebagainya. Salah satu keberhasilan karakter-karakter tersebut terletak pada aspek tata rias wajah. Karakter antagonis bisa pula sosok manusia seperti, psikopat, pembunuh serial, atau seseorang dengan gangguan kejiwaan lainnya. Untuk mendukung suasana mencekam, umumnya set memakai tata cahaya cenderung gelap (low-key lighting) dan adegan aksinya banyak berlangsung pada malam hari. Unsur suara menjadi kunci keberhasilan film horor. Efek suara yang mengagetkan lazim digunakan bersama iringan musik mencekam untuk menambah ketegangan adegan demi adegannya. Elemen natural seperti hujan serta suara dan kilatan halilitar juga sering digunakan, biasanya pada adegan klimaks. Film horor juga dikenal dengan ending yang sering kali mengambang. Tak jelas apakah kekuatan jahat masih ada di sekitar kita atau tidak.
Awal Perkembangan Film Horor
Mungkin tidak banyak orang yang tahu jika film horor telah ada sejak awal perkembangan sinema lebih dari seratus tahun yang lalu. Film horor pertama tercatat adalah Le Manoir Du Diable (1896) karya sineas yang juga pesulap asal Perancis, George Melies dengan durasi tiga menit. Film-film awal horor monster dalam perkembangan mulai diproduksi di Amerika pada awal dekade 1910-an hingga awal 1920-an. Salah satunya yang menonjol adalah Edison Frankenstein (1910) yang diproduksi studio Edison. Dalam perkembangannya film horor mulai populer di Eropa terutama Jerman melalui Der Student von Prag (1913), serta Nachte des Grauens (1916) yang dianggap merupakan salah satu film vampir pertama.
Adalah sinema ekspresionisme Jerman yang memberikan landasan berpijak bagi perkembangan genre horor berikutnya. Aliran sinema ini diawali dengan film bernuansa horor, Cabinet of Dr. Caligary (1919) arahan Robert Wiene. Film mengetengahkan serangkaian kisah pembunuhan oleh sosok monster yang dikontrol penghipnotis bernama Dr. Caligari. Adapun film-film bertema horor lainnya yang sangat berpengaruh adalah Nosferatu (1922) karya F.W. Murnau yang diinspirasi dari novel Dracula karya Bram Stoker, legenda Der Golem (1921) arahan Paul Wagener, serta WaxWorks (1924) arahan Paul Leni. Film-film horor produksi Jerman ini dibawa ke Amerika beberapa tahun berselang dan sangat berpengaruh membentuk film-film horor konvensional Hollywood pada dekade mendatang.
Era Emas Horor Hollywood Klasik
Di era film bisu adalah aktor Lon Chaney yang banyak membantu menaikkan popularitas film horor pada penonton Amerika. Chaney yang memiliki julukan “pria dengan seribu wajah” tercatat sebagai bintang film horor Amerika pertama. Chaney sejak dekade 1910-an telah membintangi beberapa seri film horor bersama sutradara spesialis horor, Tod Browning. Salah satunya yang sangat populer adalah Phantom of the Opera (1925) dimana Chaney berperan sebagai “hantu” opera berwajah seram. Bersama Browning, Chaney juga membintangi film vampir Hollywood pertama, London after Midnight (1927). Pada era bisu ini, cerita klasik Dr. Jekyll and Mr. Hyde (1920) juga telah diproduksi dan dibintangi oleh John Barrymore. Setelah hijrah ke Hollywood, Paul Leni mengarahkan film “rumah hantu” pertama, The Cat and the Canary (1927).
Memasuki era 30-an, Hollywood memasuki fase baru perkembangan film horor. Studio Universal selama dua dekade ke depan sukses besar bersama ikon-ikon horor populer seperti Dracula, monster Frankenstein, mumi, werewolf bersama para bintangnya, Bela Lugosi dan Boris Karloff. Aktor asal Hungaria, Lugosi menjadi ikon vampir setelah sukses melalui Dracula (1931) arahan Browning. Sukses ini membawa Lugosi membintangi beberapa film vampir, seperti Mark of the Vampire (1935). Sementara Karloff menjadi ikon karakter monster ciptaan Dr. Frankenstein serta mumi. Karloff mengawali sukses dengan kisah klasik, Frankenstein (1931) yang diikuti pula dua sekuelnya The Bride of Frankenstein (1935) dan Son of Frankenstein (1939). Karloff tampil meyakinkan pula sebagai si mayat hidup dalam The Mummy (1932). Universal sukses pula dengan karakter horor populer lainnya seperti, The Invisible Man (1931), The Werewolf of London (1935), serta The Wolf Man (1941).
Sukses sensasional film-film horor tersebut memotivasi Universal memproduksi beberapa film yang menampilkan monster-monster tersebut dalam satu film, seperti Frankenstein Meets the Wolfman (1943), House of Frankenstein (1944), House of Dracula (1945) hingga horor komedi Abbot and Castello Meets Frankenstein (1948). Film-film horor lainnya yang menonjol pada era ini adalah Freaks (1932), Old Dark House (1932), lalu film zombie pertama The White Zombie (1932), lalu The Black Cat (1934) yang dibintangi Lugosi dan Karloff. Sementara produser studio RKO, Val Lewton memproduksi film-film horor berbujet rendah dengan pendekatan berbeda dengan Universal, seperti The Cat People (1942). Film ini boleh jadi adalah film horor pertama yang sama sekali tidak memperlihatkan sosok monsternya. Sukses ini membawa Lewton memproduksi beberapa horor-psikologis sejenis antara lain, The Sevent Victim (1943), The Curse of the Cat People (1943), Isle of the Dead (1945), Bedlamb (1945) serta Body Snacther (1945).
Ulasan yang sangat menarik… mungkin kita jadi lebih tahu ternyata film2 Hoorror masa kini hanya sebuah remake.. tapi tentunya dibuat disesuaikan dengan masa masing2… kira2 menurut mOntase sauh sampai mana perkembangan film horror di Negeri kita ini… kalo saya lihat memang kita punya ICON hantu sendiri seperti pocong ataupun jelangkkung.. tapi kalo dilihat film2 itu masih banyak mngambil adegan yang menyerupai film2 hollywood.. kira2 gimana ya ?
kalo menurut saya perkembangan film horror kita masih memakai formula visual, memakai wujud tokoh horror sebagai amunisi ketegangan, ini yang mengakibatkan degradagi kualitas film horror kita, saya pribadi tidak masalah dengan banyaknya film2 horror kita sepanjang dalam bentuk kualitas yang meningkat, karena sejatinya film horror yang bagus bukan hanya mengandalkan fisik arwah sebagai amunisi ketegangannya, tp juga bagaimana mengolah ny dalam sebuah atmosfer (mise en scene, red).
salam 🙂
sayang memang, kami sebenarnya ingin membahas pekembangan genre horor di negeri kita, tapi referensi filmnya sangat minim kecuali film-film yang diproduksi diatas tahun 2003. Terlepas dari kualitas, varian dan rentang waktunya(era 2000-an ini) masih terlalu minim untuk dibahas…