PROLOGUE:
Situasi yang semakin memburuk akibat COVID-19 tentu membuat kita semakin was-was. Saat ini mungkin separuh penduduk di dunia tengah berdiam diri di rumah untuk mencegah penyebaran yang lebih luas. Semua orang tentu dalam situasi tak nyaman. Seolah, kita saat ini tengah berada dalam cerita film yang biasa kita tonton. Siapa mengira, kita bisa mengalami hal yang lebih buruk daripada di cerita film, padahal kisahnya cuma rekaan. Untuk itu, kami mencoba untuk melakukan kilas-balik, film-film yang berhubungan dengan situasi yang sama, sebuah pandemi atau wabah yang meluas entah itu dalam skala kecil atau global. Kami telah mengawalinya melalui ulasan film Contagion beberapa minggu lalu. Siapa tahu, kita bisa tahu lebih atau sedikit, bagaimana sebuah wabah bisa meluas dan bisa mengantisipasi agar tidak menjadi lebih buruk. Selamat membaca dan menonton.
Ulasan seri wabah lainnya: CONTAGION – WORLD WAR Z – OUTBREAK – ONLY – THE HAPPENING – THE FLU
Era 1970-an dikenal sebagai era emas film bencana dengan karya-karya masterpiece genrenya, sebut saja Airport, Poseidon Adventure, hingga Towering Inferno. Terkait dengan bencana wabah, The Cassandra Crossing (1976) adalah satu contohnya. Inti filmnya berkisah tentang satu wabah penyakit yang ditularkan di sebuah kereta api yang tengah berjalan. Menarik bukan. Film ini diarahkan oleh George P. Cosmatos dengan bermain di dalamnya sederetan bintang internasional ternama kala itu, seperti Sophia Loren, Richard Harris, Martin Sheen, Eva Gardner, O.J. Simpson, hingga Burt Lancaster.
Alkisah seorang teroris berhasil lolos dari aksi pemboman di kantor organisasi kesehatan dunia di Jenewa. Dua rekannya tewas, namun malangnya, sebelum meloloskan diri, sang teroris terkena cairan eksperimen di ruang isolasi laboratorium yang rupanya adalah bakteri mematikan. Sang teroris berhasil menyelinap masuk ke sebuah kereta api yang bertujuan ke Stockholm. Tak lama setelah kereta berjalan, sang teroris pun terlihat sakit. Tanpa ia sadari, ia pun menulari orang-orang yang didekatnya.
Cepat, menghibur, dan menegangkan. The Cassandra Crossing adalah tipikal film bencana pada era ini yang menggunakan struktur 3 babak yang solid. Sejak awal hingga akhir, film ini seolah tanpa henti menyajikan ketegangan. Ketegangan dan aksi pun tensinya semakin naik hingga segmen aksi klimaks yang memuncak. Ruang yang terbatas, tak ada jalan keluar, dan berpacu dengan waktu menjadi formula ampuh untuk mempermainkan emosi penonton. Andai saja film ini di-remake saat ini, rasanya punya potensi besar. Hanya saja, logika kisahnya dan alur yang memaksa memang sedikit mengganjal. Tak jelas, bagaimana sebagian penumpang bisa tertular sementara yang lain tidak. Sang dokter yang juga tokoh utama, berulang kali memegang sang teroris yang tergeletak sakit, namun seorang gadis yang hanya sekali berpapasan bisa tertular. Aksi klimaks juga terasa konyol, tak habis pikir, bagaimana seorang dokter dan lainnya bisa begitu mahir memegang senjata mesin. Ekspresi mereka pun terlalu tenang untuk situasi yang demikian menegangkan.
The Cassandra Crossing adalah satu contoh tipikal film bencana era 1970-an, bertempo cepat, kompilasi bintang ternama, menegangkan dan menghibur, walau logika plotnya kadang terlalu konyol. Setidaknya, film ini menyajikan protokol yang sesungguhnya untuk mencegah penyebaran wabah agar tidak lebih meluas. Segmen di Nuremberg, ketika seluruh penumpang kereta api di-lock down disajikan sangat detil dan rinci. Situasi sama persis seperti perang dan otoritas tidak berani mengambil resiko. Hanya saja, aksi nekad sang dokter dan kawan-kawan memang tergolong berani, dan faktanya mereka pun mengorbankan ratusan penumpang lainnya. Pilihan memang selalu ada resiko. Mau lock down atau tidak, bukan kita yang memutuskan. Ini banyak contoh di dekat-dekat saya, untuk apa lock down jika konsep social distancing saja belum dipahami? Percuma saja hasilnya.
Stay Healthy and safe people!