Berselang dua tahun dari film aslinya, sekuelnya Filosofi Kopi 2: Ben & Jody akhirnya kembali hadir di bulan Juli 2017. Cerita kali ini tidak diadaptasi dari cerpen Dee Lestari, namun atas kerja keras ketiga penulis yang memiliki kualitas sangat baik, yaitu Jenny Jusuf (penulis skenario Filosofi Kopi), Angga Dwimas Sasongko (sutradara), serta M. Irfan Ramli. Ramli sendiri telah menulis skenario untuk film Cahaya dari Timur: Beta Maluku dan Surat Dari Praha. Dewi “Dee” Lestari sendiri menjadi konsultan kreatif untuk cerita film ini.
Filosofi Kopi 2 menitik beratkan pada chemistry antara Ben dan Jody yang diperankan oleh Chicco Jerikho dan Rio Dewanto. Mereka berperan sebagai sahabat sejak kecil yang memiliki mimpi memiliki kedai kopi dengan kopi-kopi terbaik dari Indonesia melalui filosofi kopi. Persahabatan mereka dipenuhi dengan ambisi mengejar mimpi mereka masing-masing.
Kisah cinta segi empat cinta serta masalah keluarga menjadikan film ini memiliki banyak konflik dan masalah. Namun, kisahnya berhasil disuguhkan dengan apik dan tetap mampu membuat penonton fokus pada cerita karena konfliknya saling berkaitan. Pada ending film pertama, kita tahu bahwa tujuan mereka adalah menyebarkan kopi enak ke seluruh penjuru Indonesia dengan mobil VW combi kuning yang mereka miliki. Ambisi itu berubah ketika mereka merasa itu adalah zona aman mereka. Mereka ingin keluar dari zona aman tersebut dengan kembali ke Jakarta dan membangun kembali kedai Filsofoi Kopi di wilayah Melawai.
Apresiasi tinggi ditujukan oleh akting Chicco Jericco dan Rio Dewanto yang berhasil membuat penonton gregetan akan kisah persahabatan mereka. Film ini juga sangat didukung oleh peran dan akting kuat dari pemain-pemain lainnya, seperti Luna Maya serta Nadine. Film ini sendiri mengambil lokasi di lima kota di Indonesia, yaitu Jakarta, Bali, Yogyakarta, Makassar, dan Toraja. Pengambilan gambar yang luas serta penggunaan drone sangat efektif menggambarkan kekayaan serta pesona alam Indonesia. Dengan penyuguhan gambar yang apik kita jadi tahu segala sesuatu tentang kopi bahkan tradisi dan budaya yang melingkupinya. Hal yang menarik dari film ini juga terlihat melalui kostum para pemain yang sering kali menggunakan kain-kain adat tradisional yang diadaptasi ke gaya modern. Selain itu juga mereka menggandeng seniman-seniman lokal, seperti Faridstevy dan The Popo di kostum yang mereka kenakan sehingga memiliki sentuhan yang berbeda. Unsur musik dan lagu sangat mendukung cerita melalui musisi indie, seperti Banda Neira dan Fourtwenty membuat film ini semakin menarik.
Over all, film ini layak ditonton bagi kamu yang menyukai kisah drama klasik dengan dialog penuh makna. Terasa lebih universal, rasanya film ini bisa disaksikan dari berbagai kalangan. Salut dengan mas Angga Dwimas Sasongko yang mampu menyajikan film ini hingga tidak kalah bagus dengan film aslinya, serta tentu menyebarkan edukasi tentang seduhan kopi ke seluruh Indonesia. Film ini menyadarkan kita bahwa banyak sekali intrik dan masalah ketika ingin meraih sebuah mimpi. Di film ini disuguhkan banyak sekali realita yang dekat dengan kita. Sehingga ketika kita selesai menontonnya seperti berkaca, sampai di mana mimpi kita sudah kita raih, dan apakah kita sudah keluar dari zona aman kita?
WATCH TRAILER