First Man adalah film biografi arahan Damien Chazelle, yang diadaptasi dari buku berjudul First Man: The Life of Neil A. Amstrong. Uniknya, Chazelle kita tahu sebelumnya menggarap dua film berkualitas bertema musik, yakni Whiplash serta film musikal, La La Land. Sang sineas juga kembali berkolaborasi bersama aktor bintang Ryan Gosling yang didampingi Claire Foy, Jason Clarke, Ciaran Hinds, serta Lukas Haas. Film berdurasi nyaris 141 menit ini juga melibatkan sineas kondang, Steven Spielberg yang bertindak sebagai produser eksekutif. Kita lihat, apakah sang sineas mampu menggarap film di luar tema dan genre kebiasaannya?
Filmnya sendiri secara singkat berkisah tentang sosok Neil Amstrong, seperti yang telah kita tahu adalah orang pertama yang menginjakkan kakinya di bulan bersama dua rekannya. Filmnya mengisahkan bagaimana Neil berproses bersama NASA bersama calon astronot lainnya untuk mewujudkan mimpi mereka untuk bisa mendarat di bulan, sepanjang rentang tahun 1961 hingga 1969. Di saat bersamaan, kisahnya juga mengisahkan kondisi sang istri dan dua putranya yang ditinggal sang ayah selama proses yang memakan waktu tahunan tersebut.
Seperti kita tahu, beberapa film dokudrama berkualitas juga menyinggung momen yang nyaris sama, yakni The Right Stuff dan Apollo 13. Film pertama memang lebih dekat kisahnya ke First Man, hanya saja perseteruan antara AS dan Soviet serta perjuangan para astronot, lebih ditonjolkan. Sementara Apollo 13 yang dibintangi Tom Hanks, terfokus kisahnya pada insiden Apollo 13 dalam perjalanan mereka ke bulan. First Man semata hanya mengisahkan semua kejadian perlombaan ke bulan dari perspektif Neil Amstrong dan keluarganya. Kisahnya berjalan layaknya film dokumenter, plot filmnya berjalan relatif datar tanpa banyak konflik berarti. Secara umum, kita hanya diperlihatkan bagaimana Neil menghadapi berbagai masalah eksternal (NASA) dan internal (keluarga), sebelum akhirnya mampu mencatat momen bersejarah bagi umat manusia.
Walau film drama biografi, namun sang sineas rupanya tak mau melepas begitu saja sentuhan musiknya. Sosok Neil sendiri ternyata dekat dengan dunia musik, mungkin ini alasan utama mengapa sang sineas ingin menggarap ini. Beberapa momen penting diiringi lantunan musik score ringan yang berirama Jazz. Beberapa pendekatan estetiknya juga unik, seperti momen klimaks yang dinanti penonton, digambarkan sangat baik melalui momen “silence” yang sekaligus merefleksikan perasaan Neil ketika akhirnya bisa menjejakkan kakinya di sana, termasuk shot penutup film yang brilian. Namun, shot close up amat dominan sepanjang filmnya sehingga membuat mata lambat laun terasa lelah, terlebih bagi penonton yang duduk agak di tengah hingga depan. Bisa jadi ini dimaksudkan agar fokus ke sosok sang tokoh, namun hasilnya, jujur saja, tak nyaman secara visual.
Sang sineas kini mencoba sesuatu di luar genre kebiasaannya, dan hasilnya memang tidak buruk untuk merayakan momen bersejarah bagi umat manusia, namun First Man adalah juga bukan yang terbaik untuk subgenrenya. The Right Stuff dan Apollo 13 masih terlalu superior jika dibandingkan dengan film ini. Film ini jelas membuktikan Chazelle memiliki talenta di luar genrenya, namun alangkah eloknya jika sang sineas tetap bermain di genrenya yang memang teramat langka diproduksi pada masa ini.
WATCH TRAILER