Fly Me to the Moon (2024)
132 min|Comedy, Romance|12 Jul 2024
6.6Rating: 6.6 / 10 from 28,083 usersMetascore: N/A
Marketing maven Kelly Jones wreaks havoc on NASA launch director Cole Davis's already difficult task. When the White House deems the mission too important to fail, the countdown truly begins.

Terhitung jarang, film komedi romantis yang mengambil era periodik, khususnya di era perang dingin yang meluas pada perlombaan ke angkasa luar antara AS dan Uni Soviet. Fly Me to the Moon adalah sebuah komedi romantis unik yang diarahkan oleh Greg Berlanti. Film ini dibintangi beberapa bintang besar, yakni Scarlett Johansson,  Channing Tatum, dan Woody Harrelson. Mampukan setting cerita unik dan dua bintang besarnya mengangkat film ini?

Kelly Jones (Johansson) adalah seorang marketing top yang direkrut oleh pemerintah AS untuk membangun citra NASA untuk lebih dikenal publik. NASA sendiri pada momen tersebut mendapat tekanan dari pemerintah untuk segera mendaratkan manusia di bulan. Sang direktur yang juga mantan pilot, Cole Davis (Tatum) tengah sibuk menyempurnakan APOLLO 11 yang dalam beberapa bulan akan mengangkasa. Kelly yang enerjik dan luwes bertolak belakang dengan Cole yang dingin dan naif. Suatu ketika, pemerintah yang diwakili Moe Berkus (Harrelson) tertarik dengan ide Kelly untuk melakukan siaran langsung televisi dari bulan dan ini mendapat perlawanan dari sang direktur.

Dari sisi genrenya, romcom, film ini tak ada yang istimewa dan baru. Plotnya menggunakan tipikal formula genrenya yang tak sulit untuk diantisipasi kisahnya. Satu hal yang mengganjal, apakah kisahnya sungguh-sungguh terjadi? Tak ada informasi banyak tentang ini. Kedua bintangnya sudah tampil bagus, khususnya Scar Jo. Namun pengadeganan dan chemistry keduanya tak mampu terlihat maksimal, bahkan terlihat dipaksakan. Ada sesuatu yang hilang dalam chemistry keduanya, khususnya peran Cole yang terlihat sangat kaku. Padahal, set dan properti film ini terhitung istimewa.

Baca Juga  Prey

Set NASA yang demikian megah terlihat begitu meyakinkan dan rasanya jelas tak mungkin dilakukan shot on location. Beberapa footage lawas juga seringkali digunakan dan CGI rasanya mengambil banyak peran di beberapa adegan. Satu catatan menarik adalah set produksi di satu hangar yang begitu besar untuk merekonstruksi adegan live pendaratan di bulan. Momen adegan klimaks di penghujung adalah momen terbaik dalam filmnya dengan memadukan antara ketegangan dan sisi komedi yang langka.

Satu catatan menarik Fly Me to the Moon adalah segmen produksi film “palsunya”, namun sayangnya kisah roman dan chemistry-nya juga terlihat kurang meyakinkan. Menawarkan banyak setting cerita yang segar, film ini sayangnya tak mampu diimbangi naskah yang meyakinkan. Jika memang benar adalah sebuah kisah nyata, plotnya jelas terlalu over dramatik. Namun jika ini hanya rekaan, mestinya naskahnya bisa lebih menggigit. Sosok Kelly Jones sendiri sebenarnya sudah terlihat over dari polah dan tingkahnya. Mungkin pilihan genrenya yang menyebabkan film ini terlihat kurang meyakinkan. Untuk sebuah tontonan yang menghibur rasanya film ini sudah cukup menjanjikan.

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaLook Back
Artikel BerikutnyaBatman Cape Crusader
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.