Formula Die Hard kembali muncul setelah baru lalu Carry-On dan The Cleaner, kini G20. G20 adalah film aksi arahan Patricia Riggen yang dirilis platform streaming Prime Video, minggu lalu. Film ini juga didukung oleh  Anthony Anderson, Marsai Martin, Ramón RodrÃguez, Douglas Hodge, Elizabeth Marvel, Sabrina Impacciatore, Clark Gregg, serta Antony Starr. Akankah G20 menjadi pelengkap film medioker bagi tren formulanya yang telah banyak di pasaran?
Presiden AS, Danielle Sutton (Davis) dijadwalkan hadir dalam acara G20 di Afrika Selatan. Semua pimpinan negara besar bakal hadir di sana untuk membahas agenda global penting. Sementara putri sang presiden, Serena (Martin) justru memberi masalah domestik bagi sang ibu, ketika ia sering lepas dari pengawasan penjaganya. Sang presiden dan keluarga pun hadir di G20 seperti dijadwalkan. Namun, siapa menyangka sesaat setelah acara dibuka, sekelompok teroris pimpinan Edward Rutledge (Starr) mengambil-alih kendali. Dengan susah payah, Sutton dan pengawalnya berhasil keluar dari ruangan. Niat teroris untuk menghancurkan perekonomian global kini bergantung pada Presiden AS seorang.
Entah mengapa, tren formula Die Hard dalam beberapa tahun terakhir makin marak. Beberapa minggu lalu The Cleaner hasilnya mengecewakan, namun Carry-On menjadi salah satu sampel terbaik formula ini. Formula Die Hard memang gampang-gampang sulit. Bukan aksi-aksinya yang menjadi kunci keberhasilan, namun adalah bagaimana memadukan ruang terbatas dan sisi ketegangan plotnya dari waktu ke waktu. Formula ini dengan tokoh protagonis presiden AS juga bukan kali pertama, sebut saja Air Force One, White House Down, hingga Olympus Has Fallen. Sosok presiden AS yang menjadi sentral dengan segala aksi heroiknya, tentu menjadi premis menarik. Lantas bagaimana dengan G20?
Dibandingkan dengan titel-titel di atas, G20 adalah yang terburuk. Premis menarik, namun eksekusinya tak membekas. Bukan masalah sang protagonis yang seorang perempuan, namun adalah kisahnya yang terlalu klise dan mudah ditebak. Problem sang ibu dan putrinya menjadi kunci yang menggerakkan arah plotnya. Para kasting cilik ini yang membuat ketegangan kisahnya menurun karena status plot armor yang mereka miliki (anak-anak mustahil bakal tewas). Plotnya terlihat bermain aman, tanpa berani mengambil resiko melalui aksi-aksi sadis atau brutal. Bisa jadi, jika sang putri tewas, kita semua akan terkejut dan saya akan memberi skor 80%. Walau faktanya G20 berating R (restricted), namun terasa layaknya PG-13.
G20 mencoba tren formula aksi lawas dengan cara dan gaya yang tak membekas. Set lokasi resor yang menjadi satu daya pikat, telah dieksplorasi dengan baik, namun aksi-aksinya masih terlihat seperti di dalam studio sehingga terasa artifisial. Membandingkan sosok Davis dengan Harrison Ford dalam Air Force One memang terasa tidak fair, sekalipun Davis lebih berani beraksi fisik, namun aura sang aktor sebagai seorang presiden dan sosok ibu masih terasa lemah. Elemen family value yang menjadi pesan utama justru yang melemahkan sisi ketegangannya. Tak ada seorang penikmat film pun yang berharap G20 adalah sebuah masterpiece, namun siapa pun berharap, setidaknya film ini dapat menghibur fans genrenya yang sayangnya tidak.