Umur cinta hanya empat tahun, sedangkan sisanya adalah komitmen. Statement dari hasil penelitian yang berulang kali digarisbawahi dalam film ketiga arahan Bene Dion Rajagukguk berjudul Ganjil Genap. Ia pula yang menulis skenarionya bersama Sigit Sulistyo. Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Almira Bastari dan terwujud melalui produksi MD Pictures. Para pemerannya antara lain Clara Bernadeth, Nadine Alexandra, Joshua Suherman, Oka Antara, Ariyo Wahab, Baskara Mahendra, dan Josephine Firmstone. Setelah horor komedi (Ghost Writer), drama keluarga (Ngeri-Ngeri Sedap), lalu sekarang komedi romantis, seperti apa hasil arahan Bene kali ini?
Gala (Clara) telah lama menjalin hubungan pacaran dengan Bara (Baskara) hingga delapan tahun sejak mereka masih kuliah. Namun, saat keinginan Gala untuk lekas menikah dan punya anak kian meninggi, Bara memutuskan hubungan mereka. Gala yang kesulitan move on dikenalkan dengan beberapa laki-laki oleh dua sahabatnya, Sydney (Nadine) dan Nandi (Joshua), tetapi gagal semuanya. Malahan, ia beberapa kali didekati oleh Aiman (Oka) usai interaksi unik dalam pertemuan pertama mereka. Namun, ada banyak kejadian yang menempatkan Gala di persimpangan pilihan antara kedua laki-laki tersebut.
Romcom (komedi romantis), bagaimanapun, adalah sajian paling umum di antara film-film Indonesia selama ini. Banyak contohnya dikerjakan ala kadarnya dengan berbagai adegan berbunga-bunga belaka. Namun, Bene Dion dan talentanya sebagai sutradara dan penulis mampu menunjukkan perkembangan proses belajarnya lewat olahan Ganjil Genap yang menghibur, lucu, dramatis, sekaligus estetik. Solidnya unsur-unsur komedi Ganjil Genap pun membuktikan kepiawaian Awwe, sebagaimana yang pernah ditunjukkannya sebagai penulis skenario Kapal Goyang Kapten (2019).
Estetika Ganjil Genap membuka film dengan beberapa kali mengolah transisi antarmasa pacaran Gala dan Bara dari tahun ke tahun, menggunakan graphic match atau match cut. Tangan terampil Ryan Purwoko sebagai editor dan pertimbangan visual dari sang sutradara juga. Begitu pula pertimbangan posisi duduk dan pilihan baju setiap kali Gala dan Bara berbincang empat mata di kafe favorit mereka, tetapi dalam situasi yang berbeda-beda. Siapa yang mendominasi, dan siapa yang sedang bermasalah. Siapa yang lebih dewasa, dan siapa yang masih terpuruk.
Sementara itu, Clara Bernadeth diketahui telah akrab dengan peran-peran drama percintaan bahkan horor. Baru kali ini ia memerankan karakter yang menjadi pusat dari segala komedi dalam film. Tanpa kerja sama yang baik dan saling dukung antara Bene, Clara, dan Awwe selaku konsultan komedi, Ganjil Genap bakal disangsikan kualitasnya. Terutama dalam setiap momen komedi.
Kendati demikian, romcom telah menjadi zona aman dan nyaman bagi sineas tanah air sejak lama. Apalagi bila merupakan adaptasi dari novel dengan berlatarkan Jakarta-sentris pula. Jadi sukar untuk melihat Ganjil Genap sebagai sajian baru yang inovatif. Belum lagi pilihan lagunya. Memang cocok dengan nuansa romcom Ganjil Genap. Namun, pada saat yang sama juga memberi kesan sebagai pilihan instan untuk mendukung romcom tersebut. Rasanya jadi ada kemiripan dengan mayoritas film televisi di Indonesia selama ini berikut lagu-lagu di dalamnya.
Ganjil Genap adalah romcom umum yang terselamatkan berkat kerapian penulisan, sajian komedi, dan treatment kreatif dari editor dan sutradaranya. Clara pun sudah cukup baik dalam menunjukkan hasil dari upayanya dalam mempelajari sebuah peran dalam film komedi. Begitu pula Awwe dengan pertimbangan-pertimbangan komedinya sebagai konsultan komedi yang memaksimalkan skenario garapan sang sutradara dan rekannya. Bene barulah kali ketiga ini mengarahkan film, tetapi talentanya telah tampak demikian jelas. Walau tiga-tiganya beda genre dan tema. Bagaimana kiprahnya ke depan setelah Ganjil Genap, layak untuk dinantikan.