Ghost in the Shell merupakan adaptasi dari film anime populer karya Mamoru Oshii tahun 1995. Kisah filmnya sendiri diadaptasi dari manga (komik Jepang) karya Masamune Shirow. Sementara film remake – live action-nya ini digarap oleh Rupert Sanders dengan bintang utama, Scarlett Johansson. Film animasinya banyak dianggap pengamat sebagai salah satu film anime terbaik yang pernah ada, karena pencapaian tema dan visualnya.
Kisah filmnya berlatar sebuah kota fiktif di masa datang. Alkisah Major adalah cyborg wanita pertama, yang merupakan hasil eksperimen kombinasi otak manusia dengan tubuh mekanik, buatan perusahaan robotik bernama Hanka. Major tergabung dalam sebuah kelompok kontra teroris elit bernama seksi 9. Suatu ketika mereka dihadapkan pada sebuah kasus pembunuhan misterius yang mengincar para petinggi Hanka. Semakin dalam penyelidikan kasus semakin rumit, Major akhirnya menyadari bahwa semua ini terkait dengan eksistensi dan masa lalunya.
Suka tidak suka, film remake-nya ini memang harus menderita komparasi dengan film anime-nya yang memang terlalu superior. Dari sisi visual, film ini adalah merupakan visualisasi yang sempurna dari anime-nya. Beberapa shot yang digunakan pun sama, sebagai tribute, yang sudah terlihat sejak opening filmnya. Semua visualisasinya, baik tokohnya, suasana kota, mood, dan seluruh pengadeganan baik aksi maupun nonaksi, seluruhnya memiliki jiwa dari anime-nya. Sebuah pencapaian CGI yang memang sangat menawan untuk menghidupkan ini semua. Sangat disayangkan, justru lagu dan musik tradisional Jepang yang menjadi salah satu ruh filmnya, tidak digunakan hingga ending.
Dari sisi cerita, sekilas inti kisahnya mirip dengan anime-nya, dengan tempo cerita yang agak lambat. Hal yang berbeda adalah motif dari tokoh “antagonis”-nya. Film anime-nya lebih dalam mengeksplor tema eksistensialisme. Sementara film remake-nya mengeksplorasi tema identitas diri, jauh lebih ringan dari plot versi anime-nya. Seolah-olah tampak plot filmnya ini hanya menempel pada plot anime-nya, dengan sedikit modifikasi cerita lebih terbuka pada ending. Siapa pun tahu, ini merupakan strategi pasar jika kelak film ini sukses komersial.
Ghost in the Shell adalah sebuah remake yang amat mengesankan dari sisi visual namun kisahnya merupakan kompromi untuk potensi serinya kelak. Film anime memang tergolong sulit untuk di-remake karena visi dan imajinasinya yang begitu tinggi. Setidaknya patut diapresiasi bagaimana film ini mampu memvisualisasikan dengan begitu baik. Scarlett Johansson sendiri untuk kesekian kalinya kembali terjebak dalam peran tipikal, setelah Black Widow, Lucy, bahkan karaktek Samantha dalam Her. Karakternya di Ghost in the Shell bisa dibilang adalah perpaduan antara ketiga karakter yang pernah diperankan sang aktris.
WATCH TRAILER