Ghost in the Shell (2017)

107 min|Action, Crime, Drama|31 Mar 2017
6.3Rating: 6.3 / 10 from 230,334 usersMetascore: 52
In the near future, Major Mira Killian is the first of her kind: A human saved from a terrible crash, who is cyber-enhanced to be a perfect soldier devoted to stopping the world's most dangerous criminals.

Ghost in the Shell merupakan adaptasi dari film anime populer karya Mamoru Oshii tahun 1995. Kisah filmnya sendiri diadaptasi dari manga (komik Jepang) karya Masamune Shirow. Sementara film remake – live action-nya ini digarap oleh Rupert Sanders dengan bintang utama, Scarlett Johansson. Film animasinya banyak dianggap pengamat sebagai salah satu film anime terbaik yang pernah ada, karena pencapaian tema dan visualnya.

Kisah filmnya berlatar sebuah kota fiktif di masa datang. Alkisah Major adalah cyborg wanita pertama, yang merupakan hasil eksperimen kombinasi otak manusia dengan tubuh mekanik, buatan perusahaan robotik bernama Hanka. Major tergabung dalam sebuah kelompok kontra teroris elit bernama seksi 9. Suatu ketika mereka dihadapkan pada sebuah kasus pembunuhan misterius yang mengincar para petinggi Hanka. Semakin dalam penyelidikan kasus semakin rumit, Major akhirnya menyadari bahwa semua ini terkait dengan eksistensi dan masa lalunya.

Suka tidak suka, film remake-nya ini memang harus menderita komparasi dengan film anime-nya yang memang terlalu superior. Dari sisi visual, film ini adalah merupakan visualisasi yang sempurna dari anime-nya. Beberapa shot yang digunakan pun sama, sebagai tribute, yang sudah terlihat sejak opening filmnya. Semua visualisasinya, baik tokohnya, suasana kota, mood, dan seluruh pengadeganan baik aksi maupun nonaksi, seluruhnya memiliki jiwa dari anime-nya. Sebuah pencapaian CGI yang memang sangat menawan untuk menghidupkan ini semua. Sangat disayangkan, justru lagu dan musik tradisional Jepang yang menjadi salah satu ruh filmnya, tidak digunakan hingga ending.

Dari sisi cerita, sekilas inti kisahnya mirip dengan anime-nya, dengan tempo cerita yang agak lambat. Hal yang berbeda adalah motif dari tokoh “antagonis”-nya. Film anime-nya lebih dalam mengeksplor tema eksistensialisme. Sementara film remake-nya mengeksplorasi tema identitas diri, jauh lebih ringan dari plot versi anime-nya. Seolah-olah tampak plot filmnya ini hanya menempel pada plot anime-nya, dengan sedikit modifikasi cerita lebih terbuka pada ending. Siapa pun tahu, ini merupakan strategi pasar jika kelak film ini sukses komersial.

Baca Juga  Willy's Wonderland

Ghost in the Shell adalah sebuah remake yang amat mengesankan dari sisi visual namun kisahnya merupakan kompromi untuk potensi serinya kelak. Film anime memang tergolong sulit untuk di-remake karena visi dan imajinasinya yang begitu tinggi. Setidaknya patut diapresiasi bagaimana film ini mampu memvisualisasikan dengan begitu baik. Scarlett Johansson sendiri untuk kesekian kalinya kembali terjebak dalam peran tipikal, setelah Black Widow, Lucy, bahkan karaktek Samantha dalam Her. Karakternya di Ghost in the Shell bisa dibilang adalah perpaduan antara ketiga karakter yang pernah diperankan sang aktris.
WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
70 %
Artikel SebelumnyaMoon Cake Story
Artikel BerikutnyaTurah
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.