Ghost Rider: Spirit of Vengeance (2011)
96 min|Action, Fantasy, Thriller|17 Feb 2012
4.3Rating: 4.3 / 10 from 128,568 usersMetascore: 34
Johnny Blaze, tortured by the Ghost Rider's curse, gets a chance of redemption through protecting the Devil's son, whose father is pursuing him.

Jika Anda kriminal, ketika tengah melakukan aksi jahat lalu mendadak datang sosok misterius menggunakan motor besar yang seluruhnya diselimuti api membara. Sosok tersebut menyeramkan, berwajah tengkorak, tinggi, besar, dan kebal peluru. Apa yang Anda lakukan? Orang waras pasti ambil langkah seribu atau setidaknya berusaha lari walau mungkin tak ada gunanya. Hanya manusia dungu yang mau berhadapan dengan sosok semacam itu.

Ghost Rider (2007), walau tak bersahabat dengan pengamat karena buruknya kualitas cerita namun film ini bersahabat dengan penonton dari suksesnya film ini meraih lebih dari $200 juta. Harapan kualitas cerita yang semakin membaik pada sekuelnya sia-sia belaka justru malah lebih buruk dari film pertamanya. Sentuhan David S. Goyer untuk naskah filmnya, yang juga menulis naskah The Dark Knight, ternyata tak berbuah hasil. Alur cerita yang dipaksakan, terlalu serius, tempo plot yang lambat, detil cerita yang tak jelas, aksi yang bertele-tele, masalah kontinuitas dengan film pertama, dan banyak kelemahan lainnya membuat bosan dan mengantuk.

Cerita kini beralih ke wilayah Eropa Timur tanpa alasan yang jelas mengapa Johnny mengasingkan diri di sana. Iblis ternyata tak pernah mengenal wilayah. Tawaran untuk melakukan kesepakatan dengan iblis seperti halnya Johnny dulu ternyata juga terjadi disini. Alkisah seorang wanita muda yang sekarat didatangi sang iblis dan ia melakukan kesepakatan sehingga nyawanya tertolong. Sang iblis meminta anak dari wanita tersebut dan ia menyanggupinya. Setelah beberapa tahun kemudian sang iblis meminta anak tesebut untuk dijadikan tubuh inang baru sang iblis. Cuma Johnny seorang yang berdiri di antara Iblis dan sang anak.  Entah sang iblis ingin lebih muda atau entah tujuannya apa yang jelas sepertinya ia baik-baik saja tanpa harus pindah tubuh. Sang Iblis bahkan bisa membuat seseorang menjadi super dengan memberinya kekuatan dengan menguraikan apa saja yang disentuhnya. Kenapa harus repot pindah tubuh?

Baca Juga  Dari Redaksi Montase

Duo sineas, Mark dan Bryan, kita kenal terbiasa dengan adegan aksi-aksi brutal dan cepat melalui dua seri film Crank. Dalam filmnya kali ini justru sebaliknya, adegan aksi terhitung lebih lambat temponya, kadang malah membuat kita gemas karena terlalu bertele-tele. Penggunaan CGI pun juga sama, walau tak sehebat yang sebelumnya namun beberapa adegan aksi disajikan sangat mengesankan. Satu yang paling “mengerikan” sekaligus indah adalah ketika Ghost Rider mengendalikan traktor raksasa yang diselimuti api untuk menghabisi musuh-musuhnya. Bicara soal 3D, filmnya nyaris sama dengan jika kita menontonnya dengan 2D, jadi percuma saja karena efek 3D-nya kurang menggigit.

Entah mungkin karena bujet yang jauh berkurang dari seri pertamanya atau faktor lainnya, faktanya secara keseluruhan film ini lebih buruk dari film pertamanya. Inti kisahnya sebenarnya berpotensi menjadi film superhero berkualitas baik, yakni mengungkap identitas siapa sesungguhnya Ghost Rider, dan Johnny menemukannya dengan jalan yang penuh liku. Sayang ide dan alur cerita tidak digarap dengan baik dan banyak mengesampingkan kisah awalnya. Di akhir adegan, Johnny berkata, “Hell yeah!” dan saya menjawab, “Hell no!”.

WATCH TRAILER

Artikel Sebelumnya12 Angry Men, Kombinasi Kekuatan Akting dan Naskah
Artikel BerikutnyaThe Artist, Mengenang Kejayaan Era Film Bisu
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.