Hacksaw Ridge (2016)

139 min|Biography, Drama, History|04 Nov 2016
8.1Rating: 8.1 / 10 from 609,780 usersMetascore: 71
World War II American Army Medic Desmond T. Doss, serving during the Battle of Okinawa, refuses to kill people and becomes the first man in American history to receive the Medal of Honor without firing a shot.

Terakhir Mel Gibson duduk di bangku sutradara adalah sepuluh tahun silam melalui film aksi thriller berlatar sejarah, Appocalypto (2006). Gibson kini menggarap film biografi perang, Hacksaw Ridge, didasarkan kisah nyata petugas medik, Desmond T. Doss yang berhasil melakukan aksi penyelamatan luar biasa pada masa Perang Dunia II. Film ini dibintangi Andre Garfield, Teresa Palmer, serta aktor-aktor senior Hugo Weaving, Vince Vaughn, serta Sam Worthington.

Alkisah Desmond adalah seorang pemuda sederhana yang taat beragama. Suatu ketika ia memutuskan untuk masuk menjadi tentara dan ia dikirim ke kamp pelatihan sebelum terjun ke medan pertempuran. Desmond menolak untuk memegang senjata dalam latihan karena agamanya melarang untuk membunuh. Sikapnya membuat ia dituduh menjadi seorang pembelot karena melanggar regulasi militer yang ada. Kasusnya dibawa ke mahkamah militer sekalipun akhirnya ia diperbolehkan tidak membawa senjata api ke medan perang. Desmond menunjukkan keberaniannya menolong puluhan rekannya yang terluka di saat semua tidak akan ada yang mau melakukannya.

Kisahnya dibuka dengan ringan menggambarkan sosok Desmond dari masa cilik hingga ia dewasa. Kisah sesungguhnya baru bermula ketika Desmond bergabung menjadi tentara. Proses perjuangan dan suka duka Desmond selama masa pelatihan inilah menjadi kunci cerita dengan suguhan drama yang menarik dan menyentuh. Setelahnya, berlatar medan perang yang amat bising, penonton sudah mendapatkan gambaran persis seperti apa yang disajikan trailer-nya. Tak ada kejutan berarti, menyuguhkan bagaimana aksi heroik sang pahlawan di lapangan.

Baca Juga  The Bad Guys

Segmen pertempuran Hacksaw Ridge amat kontras sekali dengan sebelumnya. Tanpa banyak omong, film ini langsung menyajikan aksi pertempuran dahsyat yang sudah jarang sekali kita nikmati sejak Saving Private Ryan. Suara rentetan senjata, desingan peluru, ledakan bom, jeritan para tentara bak orkestra bersahutan memenuhi ruang bioskop tanpa henti. Bising sekali seakan kita benar-benar masuk di dalam pertempuran. Segmen ini juga berisi adegan aksi penuh kekerasan dan darah yang disajikan amat realistik. Tak jarang saya mendengar suara penonton perempuan menjerit dalam gedung. Rasanya Hacksaw Ridge sama sekali bukan rekomendasi untuk penonton yang tak suka dengan darah dan aksi sadis.

Walau kisahnya mudah diprediksi Hacksaw Ridge menyajikan drama, aksi, dan nilai kepahlawanan serta sisi manusiawi yang kini telah langka dalam medium film. Satu kekuatan film ini selain kisahnya adalah kastingnya. Andrew Garfield bermain amat baik dan sosoknya pas sebagai Desmond yang baik hati dan teguh pada prinsipnya. Momen terbaik penampilannya ada pada separuh durasi awal kisahnya. Namun yang penuh kejutan adalah dua aktor senior Hugo Weaving dan Vince Vaugn. Weaving bermain penuh emosional sebagai ayah Desmond yang traumatik dan pemabuk, lalu siapa sangka Vaugn bisa bermain begitu galak sebagai Sersan Howell, dan banyak mengingatkan pada sosok Sersan Hartman yang ikonik dalam Full Metal Jacket. Sebagai penutup, Hacksaw Ridge masih menunjukkan talenta Gibson sebagai sineas papan atas walau film ini masih dibawah kualitas film-film karyanya sebelumnya.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaHubungan Doctor Strange & Lulu Wilson (Ouija)
Artikel BerikutnyaShy Shy Cat
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.