Halloween (2018)
106 min|Crime, Horror, Thriller|19 Oct 2018
6.5Rating: 6.5 / 10 from 168,480 usersMetascore: 67
Laurie Strode confronts her long-time foe, Michael Myers, the masked figure who has haunted her since she narrowly escaped his killing spree on Halloween night four decades ago.

Seri Hallowen, setelah 40 tahun ini telah diproduksi beberapa sekuel dan remake yang tak satu pun mendekati kualitas film orisinalnya. Walau bagi saya, tak semenarik sosok Freddie Krueger atau Jason Voorhees, namun Michael Myers memang punya pesonanya sendiri dengan sentuhan Carpenter dalam mengemas film thriller ini. Kini, Carpenter kembali untuk film “sekuel-reboot-nya”, Halloween yang kisahnya mengabaikan semua sekuel dan remake yang pernah dibuat sebelumnya, walau kini, ia hanya bertindak sebagai eksekutif produser, komposer musik, dan penasihat produksi. “Sekuel-reboot”? Jadi mudahnya, filmnya kali ini merupakan sekuel langsung dari film aslinya yang diproduksi tahun 1978. Sang bintang yang kini telah uzur, Jamie Lee Curtis kembali bermain dalam film ini, juga Nick Castle yang bermain sebagai sang antagonis ikonik.

Empat puluh tahun setelah Michael Myers terlibat pembunuhan berantai di Huddonfield, ia kini dirawat sekaligus sebagai tahanan di rumah sakit jiwa khusus dengan didampingi Dr. Ranbir Sartain. Sementara sang korban, Laurie Strode (Curtis) setelah kejadian tersebut mengalami trauma berat dan hidup dalam ketakutan jika sang pembunuh bakal kembali. Selama ini, ia telah mempersiapkan dirinya dengan segala hal, baik kemampuan fisik serta melatih dirinya dengan berbagai jenis senjata api. Hal yang ditakutinya terjadi ketika bus tahanan yang ditumpangi Myers mengalami kecelakaan dan meloloskan semua buronan. Sang pembunuh pun, kini beraksi kembali.

Apa yang kita harapkan saat menonton Halloween? Tentunya adalah bagaimana sang pembunuh beraksi kembali meneror dan membunuh warga dengan sadis dan brutal, dan Halloween menyajikan segala hal yang diinginkan penikmatnya dengan sentuhan film orisinalnya. Saya benci mengatakan ini, namun saya sangat menikmati bagaimana Myers membunuh para korbannya. Sensasi yang sama ketika Jason beraksi secara membabi buta membantai para korbannya di ladang jagung dalam Freddie vs Jason. Beda dengan sensasi horor modern masa kini yang mengandalkan jump scares, Halloween tidak banyak menggoda penonton dan to the point, membunuh dan membunuh secara brutal. Klimaks Myers vs Laurie, boleh jadi adalah segmen terbaik untuk genrenya. Belum pernah sebuah perburuan bisa sangat menegangkan seperti ini.

Baca Juga  Safe House

Sentuhan Carpenter di film ini amat terasa dalam banyak aspek. Film ini serasa sebagai tribute aslinya melalui shot, pengadeganan, hingga tentunya ilustrasi musiknya yang khas. Adegan penutup film aslinya yang begitu ikonik diulang kembali dalam film ini, namun kini berbalik sosok Laurie yang menghilang setelah jatuh dari lantai dua rumahnya. Sosok Curtis jelas menjadi kunci filmnya yang bermain begitu garang dalam adegan aksi-aksinya sekaligus berperan sebagai sang nenek yang dituduh jauh dari waras. Sementara sang cucu, Allyson Strode, yang dimainkan oleh Andi Matichak bermain sangat baik, dan mengingatkan banyak dengan sosok Laurie sewaktu muda.

Menyenangkan sekali, melalui Halloween kita melihat kembali sosok ikonik Michael Myers melakukan sesuatu yang menjadi keahlian terbaiknya dengan segala atributnya sekaligus tribute untuk film orisinalnya. Bukan hal yang ideal memang untuk membuat sebuah sekuel baru yang mengabaikan semua sekuel sebelumnya. Ini seolah menghilangkan semua film-film tersebut dengan segala usaha pembuat filmnya dengan satu jentikan jari. Namun, untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik, mengapa tidak? James Cameron juga bakal melakukan hal yang sama untuk sekuel Terminator 2. Tren ini rasanya bakal bisa menular ke seri film lainnya. Sekuel Hallowen? Jika film ini laris, dijamin 100% sekuelnya bakal berlanjut.

WATCH TRAILER

PENILAIAN KAMI
Overall
80 %
Artikel SebelumnyaA Star Is Born
Artikel BerikutnyaTengkorak
His hobby has been watching films since childhood, and he studied film theory and history autodidactically after graduating from architectural studies. He started writing articles and reviewing films in 2006. Due to his experience, the author was drawn to become a teaching staff at the private Television and Film Academy in Yogyakarta, where he taught Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory from 2003 to 2019. His debut film book, "Understanding Film," was published in 2008, which divides film art into narrative and cinematic elements. The second edition of the book, "Understanding Film," was published in 2018. This book has become a favorite reference for film and communication academics throughout Indonesia. He was also involved in writing the Montase Film Bulletin Compilation Book Vol. 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Additionally, he authored the "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). Until now, he continues to write reviews of the latest films at montasefilm.com and is actively involved in all film productions at the Montase Film Community. His short films have received high appreciation at many festivals, both local and international. Recently, his writing was included in the shortlist (top 15) of Best Film Criticism at the 2022 Indonesian Film Festival. From 2022 until now, he has also been a practitioner-lecturer for the Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts in the Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.