Seri Hallowen, setelah 40 tahun ini telah diproduksi beberapa sekuel dan remake yang tak satu pun mendekati kualitas film orisinalnya. Walau bagi saya, tak semenarik sosok Freddie Krueger atau Jason Voorhees, namun Michael Myers memang punya pesonanya sendiri dengan sentuhan Carpenter dalam mengemas film thriller ini. Kini, Carpenter kembali untuk film “sekuel-reboot-nya”, Halloween yang kisahnya mengabaikan semua sekuel dan remake yang pernah dibuat sebelumnya, walau kini, ia hanya bertindak sebagai eksekutif produser, komposer musik, dan penasihat produksi. “Sekuel-reboot”? Jadi mudahnya, filmnya kali ini merupakan sekuel langsung dari film aslinya yang diproduksi tahun 1978. Sang bintang yang kini telah uzur, Jamie Lee Curtis kembali bermain dalam film ini, juga Nick Castle yang bermain sebagai sang antagonis ikonik.
Empat puluh tahun setelah Michael Myers terlibat pembunuhan berantai di Huddonfield, ia kini dirawat sekaligus sebagai tahanan di rumah sakit jiwa khusus dengan didampingi Dr. Ranbir Sartain. Sementara sang korban, Laurie Strode (Curtis) setelah kejadian tersebut mengalami trauma berat dan hidup dalam ketakutan jika sang pembunuh bakal kembali. Selama ini, ia telah mempersiapkan dirinya dengan segala hal, baik kemampuan fisik serta melatih dirinya dengan berbagai jenis senjata api. Hal yang ditakutinya terjadi ketika bus tahanan yang ditumpangi Myers mengalami kecelakaan dan meloloskan semua buronan. Sang pembunuh pun, kini beraksi kembali.
Apa yang kita harapkan saat menonton Halloween? Tentunya adalah bagaimana sang pembunuh beraksi kembali meneror dan membunuh warga dengan sadis dan brutal, dan Halloween menyajikan segala hal yang diinginkan penikmatnya dengan sentuhan film orisinalnya. Saya benci mengatakan ini, namun saya sangat menikmati bagaimana Myers membunuh para korbannya. Sensasi yang sama ketika Jason beraksi secara membabi buta membantai para korbannya di ladang jagung dalam Freddie vs Jason. Beda dengan sensasi horor modern masa kini yang mengandalkan jump scares, Halloween tidak banyak menggoda penonton dan to the point, membunuh dan membunuh secara brutal. Klimaks Myers vs Laurie, boleh jadi adalah segmen terbaik untuk genrenya. Belum pernah sebuah perburuan bisa sangat menegangkan seperti ini.
Sentuhan Carpenter di film ini amat terasa dalam banyak aspek. Film ini serasa sebagai tribute aslinya melalui shot, pengadeganan, hingga tentunya ilustrasi musiknya yang khas. Adegan penutup film aslinya yang begitu ikonik diulang kembali dalam film ini, namun kini berbalik sosok Laurie yang menghilang setelah jatuh dari lantai dua rumahnya. Sosok Curtis jelas menjadi kunci filmnya yang bermain begitu garang dalam adegan aksi-aksinya sekaligus berperan sebagai sang nenek yang dituduh jauh dari waras. Sementara sang cucu, Allyson Strode, yang dimainkan oleh Andi Matichak bermain sangat baik, dan mengingatkan banyak dengan sosok Laurie sewaktu muda.
Menyenangkan sekali, melalui Halloween kita melihat kembali sosok ikonik Michael Myers melakukan sesuatu yang menjadi keahlian terbaiknya dengan segala atributnya sekaligus tribute untuk film orisinalnya. Bukan hal yang ideal memang untuk membuat sebuah sekuel baru yang mengabaikan semua sekuel sebelumnya. Ini seolah menghilangkan semua film-film tersebut dengan segala usaha pembuat filmnya dengan satu jentikan jari. Namun, untuk mengubah segalanya menjadi lebih baik, mengapa tidak? James Cameron juga bakal melakukan hal yang sama untuk sekuel Terminator 2. Tren ini rasanya bakal bisa menular ke seri film lainnya. Sekuel Hallowen? Jika film ini laris, dijamin 100% sekuelnya bakal berlanjut.
WATCH TRAILER