Film ini bercerita tentang sekelompok artis pemain film yang secara misterius diundang oleh seseorang di sebuah pulau yang terpencil. Mereka adalah Raditya (Raditya Dika), Prilly (Prilly Latuconsina), Titi (Titi Kamal), Surya (Surya Saputra), Muchus (Mathias Muchus), Dinda (Dinda Kanya Dewi), Gading (Gading Marten), Bayu (Bayu Skak), dan Soleh (Soleh Solikun). Di pulau itu hanya ada satu rumah yang tak berpenghuni. Sesampainya di rumah tersebut mereka menemui beberapa keanehan karena foto-foto mereka telah terpampang di dinding rumah tersebut serta ada yang telah menyiapkan makan malam, namun sampai malam tiba tak seorangpun muncul. Cerita mulai berubah ketika makan malam dan Muchus tiba-tiba mati setelah menyantap makanan yang telah disediakan.

Selain menjadi seorang novelis dan komika nampaknya Raditya Dika juga terus konsisten untuk terjun di dunia industri film. Setelah sukses dengan dua film terakhir yang bergenre roman, yakni  Single (2015) dan Koala Kumal (2016) yang mampu mencapai angka lebih dari satu juta penonton. Kali ini ia mencoba membuat sebuah film thriller komedi. Perpaduan dua genre antara thriller dan komedi ini memang terbilang sulit karena memadukan unsur serius dan humor. Hal ini membuat tone filmnya menjadi sedikit berbeda. Plot filmnya agak begitu janggal ketika penonton disajikan adegan yang bersifat serius namun tokohnya masih saja bisa bercanda. Misalnya saja ketika beberapa dari mereka meninggal secara misterius namun mereka membicarakan hal yang kurang begitu penting dan tak lantas bekerja sama melakukan hal-hal untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi.

Logika cerita juga menjadi persoalan di film ini. Kurang fokusnya penekanan plot yang seharusnya penting dan membuat penonton semakin penasaran menjadi terlewat begitu saja. Ketika sebelum Prilly jatuh, Raditya mendengar Prilly sedang berbincang dengan seseorang yang ingin menjatuhkannya namun tak pernah disinggung siapa yang berbicara dengan Prilly. Lalu adegan foto yang ditandai silang merah pada foto Muchus dan Prilly yang telah mati, seharusnya bisa digali lebih dalam lagi. Siapa yang mencoretkan tanda di foto tersebut? Aspek-aspek yang bisa menjadi logika berpikir dalam situasi misteri di film menjadi penting ketika ingin membangun unsur ketegangan. Aksi yang begitu cepat dan terlalu fokus pada unsur komedi mengaburkan situasi misteri yang ada di film tersebut.

Baca Juga  Cek Toko Sebelah

Sang sineas membatasi situasi thriller dengan menggunakan setting terbatas di sebuah pulau yang tak berpenghuni. Setting rumah di tengah hutan yang tak berpenghuni sudah membuat suasana filmnya mencekam. Walaupun dengan mudah mereka berperan sesuai dengan profesinya sebagai aktris  namun ada beberapa akting yang masih terlihat kaku dan berlebihan. Raditya Dika selain sebagai sutradara, ia juga bermain kembali di filmnya kali ini. Perannya sebagai seorang stand-up comedian yang menjadi dirinya sendiri membuat para penontonnya tak mau melewatkan aksi yang bergaya komedi walau kurang begitu dominan. Salah satu kekhasan sang sineas juga selalu membangun tone filmnya dengan musik yang khas di film-filmnya, termasuk di filmnya kali ini.

WATCH TRAILER

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaAssasin’s Creed
Artikel BerikutnyaPassengers
Agustinus Dwi Nugroho lahir di Temanggung pada 27 Agustus 1990. Ia menempuh pendidikan Program Studi Film sejak tahun 2008 di sebuah akademi komunikasi di Yogyakarta. Di sinilah, ia mulai mengenal lebih dalam soal film, baik dari sisi kajian maupun produksi. Semasa kuliah aktif dalam produksi film pendek baik dokumenter maupun fiksi. Ia juga lulus dengan predikat cum laude serta menjadi lulusan terbaik. Ia mulai masuk Komunitas Film Montase pada tahun 2008, yang kala itu masih fokus pada bidang apresiasi film melalui Buletin Montase, yang saat ini telah berganti menjadi website montasefilm.com. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis ulasan dan artikel film hingga kini. Setelah lulus, ia melanjutkan program sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Penelitian tugas akhirnya mengambil tema tentang Sinema Neorealisme dan membandingkan film produksi lokal yang bertema sejenis. Tahun 2017, Ia menyelesaikan studi magisternya di Program Pascasarjana Jurusan Pengkajian Seni di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan minat utama film. Penelitian tesisnya terkait dengan kajian narasi dan plot sebuah film. Saat ini, ia tercatat sebagai salah satu staf pengajar di Program Studi Film dan Televisi, ISI Yogyakarta mengampu mata kuliah teori, sejarah, serta kajian film. Ia juga aktif memberikan pelatihan, kuliah umum, seminar di beberapa kampus, serta menjadi pemakalah dalam konferensi Internasional. Biodata lengkap bisa dilihat dalam situs montase.org. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Miftachul Arifin.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.