Sudah bosan dengan film drama romantis atau komedi yang banyak ditawarkan sineas Indonesia? Headshot bisa menjadi pilihan bagi yang berani menontonnya. Untuk menonton film ini memerlukan nyali yang besar karena adegan aksi yang bertubi-tubi mengucurkan banyak darah dan kekerasan yang brutal, yang tentunya tidak semua orang bisa menerimanya. Penulis sendiri bukan tipe penonton yang menyukai adegan aksi penuh darah dan kekerasan tetapi masih bisa menerima dan menyaksikan film ini utuh hingga selesai. Lalu apakah film ini berhasil memuaskan penonton dibandingkan dengan pengorbanan menonton adegan-adegan mengerikan selama durasi lebih dari dua jam?
Headshot merupakan film garapan The Mo Brothers, Kimo Stamboel dan Timo Tjahjanto. Sebelumnya mereka telah menggarap beberapa film diantaranya Rumah Dara (2010) dan Killers (2013). Dua film ini sudah cukup memperlihatkan ketertarikan mereka pada film aksi dan horor menegangkan serta mengekspos darah sebagai bentuk kenikmatan visual. Headshot mengisahkan tentang pria yang mengalami amnesia. Masa lalunya misterius dan ia pun berusaha untuk mengetahuinya dengan segera. Namun ternyata, ia harus menghadapi gembong narkoba yang juga berkaitan dengan masa lalunya.
Iko Uwais (Ishmael) mendapatkan porsi yang besar sebagai karakter utama yang mengandalkan kemampuan bela dirinya. Ia tampak begitu menikmati adegan-adegan aksi sepanjang film. Harus diakui bahwa kepiawaiannya dalam ilmu bela diri sangat mendukung kualitas aktingnya sebagai aktor laga, meskipun kemampuan aktingnya dalam adegan-adegan yang tidak berkaitan dengan kekuatan fisik tidaklah menonjol alias biasa-biasa saja.
Bagaimana dengan penampilan karakter lain? Dua karakter lainnya yang ditonjolkan adalah Chelsea Islan dan Julie Estelle. Sudah menjadi formula yang umum ketika film yang sasarannya lebih cocok ditujukan untuk penonton yang merupakan laki-laki dewasa menampilkan aktris-aktris cantik sebagai unsur pembentuk cinema pleasure. Dua aktris cantik berwajah blasteran ini memiliki dua karakter berbeda. Chelsea Islan berperan sebagai dokter (Ailin) yang menyukai Iko Uwais (Ishamel) sedangkan Julie Estelle berperan sebagai Rika, lawan dari Ishmael.
Seperti film-film sebelumnya, Chelsea Islan mampu mendalami karakternya dengan cukup baik. Ia tampak menguasai karakternya sehingga dapat memerankannya dengan baik. Ekspresi dan gesture-nya tampak alami meskipun sebelumnya ia belum pernah berperan sebagai dokter dan terlibat dalam film laga sejenis. Tapi sayangnya Chelsea tidak dapat memamerkan kemampuan aktingnya lebih jauh karena porsi perannya yang sedikit. Sehingga ia hanya tampak sebagai pemanis semata.
Julie Estelle justru dapat memanfaatkan perannya ini untuk membuktikan kemampuan aktingnya yang tidak terbatas pada jenis peran tertentu. Disini ia dituntut untuk menjadi gadis sangar yang memiliki kemampuan berkelahi yang handal. Didukung dengan kostum, make up dan hair do yang menunjang pembentukan karakternya Julie memiliki kesempatan untuk bersinar. Ia melakukan adegan aksi dalam durasi yang cukup lama. Namun kesan ‘perempuan mematikan’ tidak dapat ia representasikan dengan baik. Julie kurang bisa menampilkan ekspresi sangar dan sadis. Mungkin hal ini lebih sulit dilakukan karena parasnya yang ayu dan lembut. Bentuk tubuhnya pun tidak besar dan berotot layaknya sosok perempuan perkasa pada umumnya. Dengan bentuk fisik yang tidak menunjang karakter, Julie harus berusaha ekstra untuk dapat menampilkan karakter yang diharapkan.
Setelah formula cinema pleasure yang ditawarkan tidak begitu memuaskan, apalagi yang ditawarkan dari film Headshot? Film ini memang menonjolkan cerita ala gangster yang tidak banyak ditawakan dalam industri film Indonesia. Tampak jelas bahwa film ini terpengaruh oleh film gangster ala Hongkong. Gaya ini terlihat dari karakter Lee yang identik dengan karakter penjahat dalam film-film Hongkong lengkap dengan sebutan atau nama-nama panggilannya. Gaya ini mengesankan film Headshot minim orisinalitas. Terlepas dari itu, cerita yang disuguhkan cukup dapat dinikmati meskipun bukan merupakan suatu hal baru dalam film sejenis skala internasional.
Adegan-adegan aksi yang ditampilkan cukup seru untuk dinikmati meskipun pencapaian efek visualnya masih jauh dari kata keren. Musik ilustrasinya juga biasa-biasa saja sehingga tidak memberikan pengaruh yang besar dalam menciptakan mood yang seharusnya penuh ketegangan. Andai saja musik ilustrasinya lebih menggugah, film akan lebih menegangkan sehingga penonton tidak hanya digigit oleh rasa ngeri akan adegan kekerasan yang brutal dan darah yang mengucur.
Headshot adalah film yang layak untuk ditonton. Tetapi lebih baik penonton tidak berekspektasi terlalu tinggi meskipun telah mengorbankan batas tolerasi kengerian yang lebih besar. Tontonlah jika anda memang berani untuk menonton film jenis ini. Anda harus siap untuk mengikuti alur yang cepat dengan adegan-adegan aksi yang bertubi-tubi dan melelahkan.
WATCH TRAILER