Hit & Run adalah film komedi aksi arahan Ody C. Harahap yang menjadi salah satu film unggulan pada masa liburan lebaran tahun ini. Beruntung, film ini memutar sneak preview di kota ini hanya untuk satu show, sebelum film ini dirilis resmi pada tanggal 4 Juni besok. Film ini dibintangi beberapa nama besar dalam industri perfilman kita, sebut saja Joe Taslim, Tatjana Shapira, Chandra Liow, Jefri Nichol, hingga Yayan Ruhian.  

Teguh Saputra adalah seorang polisi selebriti yang memiliki acara reality show “Hit & Run” yang menayangkan aksi-aksi sang bintang ketika ia tengah memberantas kejahatan di lapangan. Suatu ketika, Coki seorang bos narkoba kelas kakap, kabur dari penjara dibantu rekan-rekan satu kelompoknya, Kalajengking Hitam. Teguh yang kini tengah menyelidiki kasus temuan narkoba jenis baru, sekaligus pula mencari jejak Coki yang kini berniat memperluas jaringan bisnisnya dengan pengusaha lokal.

Sejak adegan pembuka, film ini telah menyajikan satu adegan aksi heboh layaknya film Hollywood ketika para penjahat menjebol ruang tahanan di mana Coki berada. Adegan ini juga mampu membangun karakter sosok Coki yang mengesankan seram sebagai seorang bos (walau ternyata hanya sampai di sini saja). Berikutnya, kita disajikan bagaimana aksi sang jagoan bersama kru tv-nya ketika meringkus para panjahat di sebuah kelab malam. Sejak momen ini, gaya komedinya sudah terlihat agak sedikit berlebihan memang. Namun, rasanya penonton menyukainya, terbukti tawa lepas penonton merebak. Misal saja, Teguh mengulangi take gambarnya hanya karena sudut kamera tidak mengambil sisi terbaik wajahnya. Unsur komedi memang sangat dominan sepanjang filmnya dan sering memancing tawa penonton. Musiknya yang banyak menggunakan hip hop dan disko (serta dangdut) juga pas mendukung banyak momennya.

Baca Juga  Kelam

Namun, gaya komedinya yang berlebihan melalui aksi-aksi dan celotehan ini membuat tone filmnya menjadi tidak serius dalam beberapa momen. Film komedi, mengapa harus serius? Oke, khusus untuk film ini, kita kesampingkan saja unsur logika cerita karena mana ada reality show macam ini di dunia nyata. Sekalipun film komedi, terlebih aksi polisi macam ini, nuansa ancaman tetap harus ada untuk menimbulkan efek ketegangan. Mestinya ini bisa dibangun melalui sosok bos Coki, namun sayangnya karakter ini justru tak tampak karismanya seperti dalam The Raid, bahkan lebih terlihat seperti dukun. Ini membuat aksi-aksinya, khususnya klimaks menjadi hilang greget, dan arah kisahnya pun dari adegan ke adegan mudah ditebak penonton.

Hit & Run bukan contoh terbaik di genrenya, namun dengan gaya humornya rasanya bakal menghibur target penontonnya, khususnya di masa-masa liburan. Para pemain pun sudah mendukung perannya sesuai porsinya. Siapa sangka Joe Taslim bisa membanyol begitu rupa setelah sebelumnya selalu bermain dalam film-film aksi dan drama serius. Secara mengejutkan, Joe juga mampu berduet bersama Tatjana melantunkan satu nomor manis. Dua aktor pendukung, yakni Chandra Liow dan Jefri Nichol justru dengan polah mereka mampu mencuri perhatian penonton melalui dua sosok konyol, Lio dan Jefri. Sementara bintang dangdut, Meisa yang diperankan Tatjana Saphira, chemistry-nya dengan Tegar masih terlalu lemah karena porsi tampilnya yang tak dominan. Penonton pasti menunggu aksi “tarung ulang“ antara Taslim dan Ruhian, tapi jangan berharap banyak. Setidaknya, film ini masih jauh lebih baik dari film aksi yang rilis juga pada masa lebaran tahun lalu, Insya Allah Sah 2.

https://www.youtube.com/watch?v=i1RjhAf_OgI

PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaMiss & Mrs. Cops
Artikel BerikutnyaSingle 2
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.