holy night demon hunters

Don Lee dan jotosan mautnya kembali! Kini iblis dan pengikutnya yang menjadi korban. Holy Night: Demon Hunters adalah film aksi horor produksi Korea Selatan arahan Lim Dae-hee yang juga ditulis oleh sang sineas. Bermain dalam film ini adalah nama-nama besar, sebut saja Ma Dong-seok alis Don Lee, Seohyun, Lee David, Kyung Soo-jin dan Jung Ji-so.  Film berdurasi 92 menit ini baru saja dirilis di negara asalnya minggu lalu dan sempat menjadi pemuncak tangga box-office di sana.

Bau (Lee), Sharon (Sohyun), dan Kim Gun (David) adalah tim pengusir setan kondang yang kali ini mendapat kasus cukup pelik. Dokter spesialis syaraf, Jung-won (Soo-jin) memiliki seorang adik perempuan, Eun-seo (Ji-so) yang terindikasi gejala anomali yang tidak bisa dijelaskan secara medik. Bau yang memiliki masa lalu tak mengenakkan, kini harus berhadapan dengan iblis berkekuatan besar yang tidak hanya membahayakan nyawa sang korban, namun mereka semua.

Plotnya ringkas, to the point, dan tidak berbelit. Masa lalu sang protagonis (Bau) bahkan hanya dipaparkan selintas tanpa menyajikan eksposisi yang cukup. Dari mana Bau bisa mendapat kekuatan se- powerful itu hingga bisa berkutat di bisnis tersebut? Latar dua rekannya, Sharon dan Gun bahkan tak disinggung sama sekali. Pertemuan ketiganya, bisa menjadi satu eksplorasi cerita yang menarik. Sementara di lapangan, Sharon adalah pengusir setan sesungguhnya, Gun adalah bagian dokumentasi, sementara Bau sebagai pelindung Sharon serta menjotos habis para pengikut iblis yang menganggu aksi mereka. That’s it.

Bagi saya sebagai fans Don Lee, kita tahu persis apa yang kita harapkan di sini. Serangkaian aksi dengan jotosan maut sang bintang sebagai trade mark-nya. Dari awal hingga klimaks, semua tersaji seperti apa yang sering kita lihat di film-film sang bintang, namun seolah tak bertenaga. Eksposisi minim menjadi sebab, semua ancaman dan chemistry kita sebagai penonton hanya melihat itu semua sebagai aksi repetitif yang teramat membosankan (karena tak ada lawan sepadan).

Baca Juga  Crazy Rich Asians

“Don Lee vs sang iblis” adalah premis yang sangat menjanjikan, namun olahan naskahnya semata hanya memberikan arena tinju yang tak berkesudahan. Plotnya ibarat hanya memiliki struktur dua babak, eksposisi dan klimaks. Separuh durasinya adalah aksi pengusiran setan panjang yang seolah tak ada habisnya, hanya untuk sekadar mencari nama sang iblis. Fans sejati horor aksi pengusiran setan sudah tahu ini semua dan bagaimana segalanya berakhir.

Holy Night: Demon Hunters hanya menyajikan rutinitas subgerenya tanpa menambah apa pun, tidak terkecuali aksi jotosan maut Don Lee. Sang bintang yang juga bertindak sebagai produser, seperti terus berupaya mencari satu formula cerita yang memiliki peluang menjadi franchise. Seri aksi The Round Up yang sudah mencapai seri keempat, bahkan seri kelima on the way, hanya menjadi satu-satunya seri sukses yang dibintanginya. Percobaan terakhirnya, Badland Hunters juga tidak memiliki naskah yang bagus. Holy Night pun demikian. Pada akhirnya, bukan aksi jotosan yang penonton cari, tapi satu kisah solid yang mendukung aksi jotosannya. Begitu Bung Don!

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
50 %
Artikel SebelumnyaMendadak Dangdut | REVIEW
Artikel BerikutnyaPerang Kota | REVIEW
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses