house of the dragon

Bagi kita yang telah menonton series Game of Thrones, nama klan Targaryen tentu tidaklah remeh. Dengan rambut serba putih, sejarah panjang, dan terutama naga-naga mereka. Series House of the Dragon pun dibuat untuk mengisahkan tentang mereka berdasarkan novel karya George R. R. Martin berjudul Fire & Blood. Sesuatu yang lekat pula dalam klan Targaryen karena semburan api dari naga-naga mereka, dan perselisihan berdarah di antara mereka hanya untuk memperebutkan takhta. Naskah House of the Dragon digarap oleh banyak penulis, dan tiga dari mereka termasuk sang novelis sendiri adalah Ryan J. Condal dan Charmaine De Grate. Sedangkan untuk sutradaranya ada Clare Kilner (3 episode), Miguel Sapochnik (3 episode), Greg Yaitanes (3 episode), serta Alan Taylor (1 episode).

“Fire and Blood”

Series yang menjadi prekuel dari Game of Thrones ini menyajikan serangkaian kisah fantasi dan drama aksi, dari tokoh-tokoh cerita yang diperankan antara lain oleh Paddy Considine, Emma D’Arcy, Matt Smith, Eve Best, Steve Toussaint, Rhys Ifans, Olivia Cooke, dan Matthew Needham. Lewat produksi 1:26 Pictures dan Home Box Office (HBO) serta banyak perusahaan lainnya untuk bagian distribusi, efek visual, dan peralatan, seberapa fenomenal kisah series ini?

Lebih-kurang dua abad (172 tahun) sebelum kemunculan Daenerys Targaryen dengan tiga ekor naganya membawa ratusan pasukan sekutu ke King’s Landing. Para Targaryen secara turun-temurun adalah penguasa 7 kerajaan di Westeros. Sejarah panjang mereka sejak penaklukan Aegon “the Conqueror” Targaryen dengan kedua saudarinya, kemudian sampai pada era kepemimpinan Viserys I Targaryen (Considine). Namun kekuasaan Viserys yang berlangsung damai tanpa perang, justru melahirkan perang dingin dalam keluarganya sendiri. Permusuhan yang terpupuk bertahun-tahun dalam kepura-puraan, dan hanya menunggu sang raja tutup usia untuk kemudian pecah menjadi perang saudara dalam tubuh House Targaryen sendiri.

Sebelum banyak bicara ihwal House of the Dragon, mari kita lakukan kilas balik terlebih dahulu ke Game of Thrones dan delapan musimnya. Bagi yang masih ingat dengan jelas perebutan takhta besi dari para House (klan) dalam Game of Thrones, tentu takkan lupa betapa brutal konflik di antara mereka. Hanya demi bisa duduk di atas takhta yang tajam itu, darah ribuan manusia hingga kerabat keluarga ditumpahkan ke meja makan sampai jalanan. Muasal adat kebiasaan pernikahan sepupu, keponakan, bahkan saudara sedarah kandung dari para penguasa klan atau lord. Pula kematian anggota keluarga karena konflik antarklan dan upaya mengamankan garis suksesi yang dengan gampangnya terjadi, bak ditiup angin. Silakan saksikan saja betapa nyawa seolah tak berharga bagi para tokoh cerita dalam setiap musim Game of Thrones.

House of the Dragon musim pertama ini banyak menyoroti latar cerita pada era pemerintahan Raja Viserys I (Considine). Sejak Raja Jaehaerys I (Michael Carter) memutuskan penerusnya dan wafat, hingga meninggalnya Viserys dan dampak yang terjadi kemudian di antara para anggota keluarganya sendiri. House of the Dragon menjadi salah satu julukan bagi klan Targaryen, karena keberadaan para naganya. Kita pun sudah menyaksikan dengan lengkap para klan lain yang memiliki kedekatan dengan hewan-hewan tertentu, seperti Stark dengan para serigalanya, lalu Baratheon dengan rusa-rusa mereka. Ini pula yang membuat House Targaryen menjadi sangat disegani sekaligus ditakuti. Orang-orang enggan berurusan dengan seorang Targaryen, khususnya bila ia punya naga. Dan dalam cerita House of the Dragon, suasana dan situasi semacam itu terlihat lebih jelas lagi.

Gejolak konfrontasi dalam latar cerita House of the Dragon pun benar-benar lebih terpusat dan personal dari dalam lingkungan klan Targaryen sendiri. Series ini menggambarkan perbuatan orang-orang Targaryen yang di kemudian hari menghancurkan klan mereka sendiri, hingga hanya menyisakan tiga orang pada era Game of Thrones.

Episode 7 dan 8 kemudian membuat kita bisa dengan mudah melupakan segala kecerobohan Viserys dan mulai berempati kepada masa-masa tuanya. Seorang raja yang terlalu menyayangi putri semata wayang dan hanya ingin ketenteraman dalam keluarganya. Namun, para anggota keluarganya sendiri malah bermain api dan saling perang dingin tepat di bawah hidungnya. Para penulis pun sama-sama sepakat untuk membuat skenario House of the Dragon dengan sajian cerita dalam tempo lambat. Dan begitulah masa kekuasaan Viserys berlangsung dari episode pertama sampai 8.

Baca Juga  The Guilty

Ketika menonton episode 8 –utamanya, satu hal yang tak dinyana dilakukan oleh para penulis naskah dan penata rias efek –yang kemudian mengeksekusinya—adalah kondisi setengah muka Viserys. Khususnya pada momentum di meja makan malam, saat Viserys membuka topengnya. Bagaimana rasanya bila itu terjadi pada kita? Tentu sakitnya tak terkira. Sebab itulah bisa dibilang, episode 8 adalah waktu-waktu singkat bagi Viserys untuk menebus dosa-dosanya. Walau kata-kata terakhirnya dengan sisa-sisa hembusan napas sebelum meninggal malah kembali memicu bentrokan antardua kubu. Kubu Rhaenyra Targaryen (Emma D’Arcy) dan orang-orang dari “Kubu Hijau” yang mendukung Ratu Alicent Hightower (Olivia Cooke).

Namun, salah satu keputusan yang banyak orang sayangkan dari House of the Dragon adalah kasting untuk para tokohnya. Terutama untuk memerankan sosok Rhaenyra Targaryen. Milly Alcock sebagai Rhaenyra muda maupun Emma sebagai Rhaenyra dewasa dirasa kurang menampilkan kecantikan putri mahkota kerajaan. Begitu pula untuk Viserys dan Rhaenys (Eve Best). Kita bahkan bisa dengan mudah terkesima dan terpesona pada penggambaran sosok-sosok elf dalam The Rings of Power. Namun tidak untuk ketiga Targaryen ini. Daemon (Matt Smith), adik Viserys, dan putra-putri Targaryen justru masih lebih baik dari segi muka. Walau pada saat yang sama, baik Viserys maupun Rhaenys sama-sama memiliki garis wajah yang berkarakter. Memang hanya Rhaenyra yang paling bermasalah. Kesalahan kasting? Bukan tidak mungkin. Meski George Martin boleh jadi ikut andil dalam proses pemilihannya.

Sayang sekali musim pertama House of the Dragon ditutup dengan gairah yang tanggung, melalui perubahan aura sikap dari seorang Rhaenyra Targaryen. Jika kita berbicara tentang transisi untuk menuju ke episode berikutnya, maka itu takkan jadi masalah besar. Namun ini adalah jembatan untuk menyambut musim selanjutnya, haruskah dengan akhir yang sedemikian tanggung? Seakan, kematian putra Rhaenyra gara-gara ulah tak sengaja salah seorang putra Alicent sudah lebih dari cukup. Yang kemudian memantik api perang dari Kubu Hitam (faksi Rhaenyra) –terutama murka dari sang ibu—terhadap Kubu Hijau.

Bagaimana mungkin juga, kita tidak berasumsi bahwa House of the Dragon tidak menghabiskan pembiayaan besar untuk menciptakan banyak naga di sana? Game of Thrones hanya perlu membuat tiga ekor naga, tetapi House of the Dragon harus menempatkan belasan naga di tiga lokasi berbeda, King’s Landing, Dragonstone, dan Driftmark. Tiga latar utama dalam cerita di musim pertama ini. Walau memang naga-naga itu tidak pernah muncul bersamaan lebih dari tiga ekor. Namun, upaya untuk menghadirkan sesuatu yang di dunia nyata tidak ada adalah salah satu yang menarik dari prekuel ini. Belum lagi soal efek dari kehadiran para naga tersebut, reaksi atas semburan api dari mereka, serta pembuatan setiap suaranya. Bisa dibilang, sensasi terbaik dari seekor naga dalam kendali seorang Targaryen adalah pada akhir episode 9.

House of the Dragon dibuka dengan situasi yang canggung, berlangsung lambat dengan sedikit kesenangan, tetapi ditutup terburu-buru. Dibanding The Rings of Power yang meski sama-sama menggantung di beberapa bagian, tetapi lebih melegakan secara keseluruhan. Menurut kabar yang beredar pula dari pihak pembuat serta HBO, musim kedua masih akan berporos pada Rhaenyra dan Alicent di tiga wilayah utama (King’s Landing, Dragonstone, Driftmark), serta peran para lord dan tentara dari setiap House atau kerajaan. Namun Sapochnik akan digantikan oleh Ryan Condal dan Alan Taylor. Musim kedua akan lebih banyak berisi pertumpahan darah, karena perang saudara –yang kemudian dikenal dengan Dance of the Dragons—sudah tidak terhindarkan lagi. Lagipula, sosok Viserys I yang menjadi satu-satunya benang merah yang selama puluhan tahun menenangkan mereka sudah tiada.

PENILAIAN KAMI
Overall
75 %
Artikel SebelumnyaThe Menu
Artikel BerikutnyaNostalgia
Miftachul Arifin lahir di Kediri pada 9 November 1996. Pernah aktif mengikuti organisasi tingkat institut, yaitu Lembaga Pers Mahasiswa Pressisi (2015-2021) di Institut Seni Indonesia Yogyakarta, juga turut andil menjadi salah satu penulis dan editor dalam media cetak Majalah Art Effect, Buletin Kontemporer, dan Zine K-Louder, serta media daring lpmpressisi.com. Pernah pula menjadi kontributor terpilih kategori cerpen lomba Sayembara Goresan Pena oleh Jendela Sastra Indonesia (2017), Juara Harapan 1 lomba Kepenulisan Cerita Pendek oleh Ikatan Penulis Mahasiswa Al Khoziny (2018), Penulis Terpilih lomba Cipta Puisi 2018 Tingkat Nasional oleh Sualla Media (2018), dan menjadi Juara Utama lomba Short Story And Photography Contest oleh Kamadhis UGM (2018). Memiliki buku novel bergenre fantasi dengan judul Mansheviora: Semesta Alterna􀆟f yang diterbitkan secara selfpublishing. Selain itu, juga menjadi salah seorang penulis top tier dalam situs web populer bertema umum serta teknologi, yakni selasar.com dan lockhartlondon.com, yang telah berjalan selama lebih-kurang satu tahun (2020-2021). Latar belakangnya dari bidang film dan minatnya dalam bidang kepenulisan, menjadi motivasi dan alasannya untuk bergabung dengan Komunitas Film Montase sejak tahun 2019. Semenjak menjadi bagian Komunitas Film Montase, telah aktif menulis hingga puluhan ulasan Film Indonesia dalam situs web montasefilm.com. Prestasi besar terakhirnya adalah menjadi nominator Festival Film Indonesia 2021 untuk kategori Kritikus Film Terbaik melalui artikel "Asih, Cermin Horor Indonesia Kontemporer" bersama rekan penulisnya, Agustinus Dwi Nugroho.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.