Hypnotic (2023)
93 min|Action, Drama, Mystery|12 May 2023
5.5Rating: 5.5 / 10 from 39,252 usersMetascore: 53
A detective investigates a mystery involving his missing daughter and a secret government program.

Lama tak melihat sineas kawakan Robert Rodriquez membuat film serius sejak Alita: Battle Angel (2019). Kini, ia kembali mengarahkan film berbujet besar lainnya, Hypnotic yang juga diproduseri, ditulis, diedit, dikomposeri, hingga penata kamera (nyaris semua aspek teknis). Film berbujet USD 65 juta ini dibintangi sederetan nama tenar, seperti Ben Affleck, Alice Braga, J. D. Pardo, Hala Finley, Dayo Okeniyi, Jeff Fahey, Jackie Earle Haley hingga William Fichtner. Lalu, apakah ada sesuatu dari karya sineas kali ini? Not really.

Danny Rourke (Affleck) adalah seorang detektif yang kehilangan putrinya, Minnie (Finley) yang diculik sewaktu keduanya bermain di taman. Sang penculik tertangkap, namun ia tidak memberi tahu di mana sang putri berada, entah masih hidup atau sudah tidak bernyawa. Di tengah kekalutan pikirannya, ia dihadapkan pada sebuah kasus perampokan bank misterius yang menggunakan modus hipnotis. Anehnya, ia menemukan foto putrinya di salah satu kotak penyimpanan bank. Danny lalu mengikuti petunjuk dan bertemu dengan seorang peramal bernama Diana Cruz (Braga). Danny menemukan fakta bahwa putrinya dibawa oleh seorang penghipnotis kuat bernama Dellrayne (Fichtner). Dellrayne pun menggunakan kuasa hipnotisnya untuk menjebak Danny dan Diana hingga menjadi buronan polisi.

Bingung membaca arah plotnya? Faktanya memang kisahnya rumit dan membingungkan. Terasa sekali ada suatu informasi besar yang ditahan plotnya sejak awal. Pengembangan kisahnya selalu mengusik rasa penasaran, dan tiap kali berjalan, kita hanya akan dijejali pertanyaan-pertanyaan baru yang membuat situasi makin tak jelas. Tidak hingga, separuh durasi akhirnya segalanya terkuak. Apakah setimpal dengan pengembangan plotnya? No. Nothing.

Jujur saja, sulit untuk menggambarkan plotnya tanpa spoiler. Saya tidak akan membocorkan apa pun. Namun dari gelagat trailer dan titelnya, kita sudah sadar betul bahwa kisahnya bermain-main dengan imajinasi atau manipulasi realitas. Bagi yang pernah menonton The Matrix atau Inception, Hypnotic memiliki konsep yang mirip. Apa yang kita lihat, tidak seperti yang kita pikir. Bagi penikmat film sejati, gelagat permainan plot ini sudah tak sulit diantisipasi hingga belasan kilometer ke depan. Minimnya latar cerita dan kompleksitas plot justru membuat kisahnya sulit bagi kita untuk peduli pada tokoh-tokohnya. Pada akhirnya, sama sekali tak ada sisi dramatik kuat yang menggugah. Siapa peduli jika semua itu nyata atau tidak?

Baca Juga  The Mummy: Tomb of the Dragon Emperor

Hypnotic ibarat The Matrix versi Robert Rodriquez, namun dengan eksposisi minim serta kerumitan plotnya yang menjauhkan penonton dari kisah dan karakternya. Dengan gayanya, sang sineas rasanya bisa bekerja lebih maksimal dalam kisah-kisah kriminal sederhana tanpa intrik. Rodriguez, bisa jadi terlalu percaya diri dengan naskah yang dibuatnya hingga ia melupakan sesuatu yang selama ini menjadi titik lemahnya. Drama. Bisa dihitung jari, film-film sang sineas yang memiliki kisah yang bagus, dan semua kebanyakan bukan ditulis olehnya. Seatraktif dan seliar apa pun aksi tanpa sisi drama yang kuat adalah bak roti tanpa isi. Setidaknya, penonton mampu merasakan ancaman yang dirasakan tokoh-tokohnya dan mengapa mereka harus keluar dari situasi tersebut. Ini adalah dasar penulisan naskah yang paling elementer. Sang sineas rasanya harus mencoba sesuatu yang berbeda jika tidak hanya ingin dikenang sebagai sutradara independen yang membuat film murah dan berkualitas, El Mariachi (1992).

1
2
PENILAIAN KAMI
Overall
40 %
Artikel SebelumnyaSpirit Doll
Artikel BerikutnyaInfluencer
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.