Inception (2010)
148 min|Action, Adventure, Sci-Fi|16 Jul 2010
8.8Rating: 8.8 / 10 from 2,615,361 usersMetascore: 74
A thief who steals corporate secrets through the use of dream-sharing technology is given the inverse task of planting an idea into the mind of a C.E.O., but his tragic past may doom the project and his team to disaster.

Cobbs (DiCaprio) bersama timnya memiliki keahlian khusus mampu masuk ke dalam mimpi seseorang bahkan mampu merekayasa mimpi melalui mimpi. Tujuan lazimnya adalah untuk mencari informasi rahasia yang hanya diketahui orang targetnya tersebut. Sebuah perusahaan pimpinan Saito (Watanabe) menyewa jasa mereka setelah melewati sebuah tes kelayakan yang menyebabkan mereka kehilangan satu rekan mereka. Tugas mereka sederhana, yakni memasuki alam bawah sadar Richard Fiscer Jr. putra dari pemilik perusahaan pesaing Saito lalu menanamkan “gagasan” baru di alam bawah sadarnya sehingga diharapkan kelak ia mengabaikan perusahaan warisan ayahnya. Cobbs menghimpun timnya, Arthur (Levitt), Eames, Yusuf, seorang arsitek muda Ariadne (Page), serta Saito sendiri. Cobbs sendiri ternyata memiliki trauma bersama mantan istrinya, Mal (Cottilard) yang selalu muncul dalam alam bawah sadarnya.

Bermain-main dengan alam bawah sadar manusia memang bukanlah sesuatu yang baru. Beberapa film sebut saja macam Brazil, trilogi The Matrix, The Minority Reports, Shutter Island, serta baru lalu The Imaginarium of Dr. Parnassus semuanya bermain dengan alam bawah sadar. Tercatat paling istimewa The Matrix mencoba mencari makna kebenaran sejati yang dikemas modern melalui kaum robot yang mampu memanipulasi alam bawah sadar manusia. The Matrix lebih berbicara tentang level kesadaran manusia terhadap sang pencipta sementara Inception berbicara dalam level yang lebih praktis dan personal, yakni mimpi dan realita.

Sang sineas melalui naskahnya yang brilyan mampu mengeksplorasi alam bawah sadar manusia ke tingkatan yang belum pernah dijangkau sebelumnya. Singkatnya, merekayasa satu tingkatan mimpi melalui tingkatan mimpi yang lain. Tidak hanya satu atau dua namun hingga empat tingkatan mimpi!! Sineas juga dengan rinci memaparkan aturan main dengan jelas yang rasanya tak etis (spoiler) jika dijelaskan disini. Nolan sebelumnya kita kenal dengan film-filmnya yang mengangkat sisi psikologis kuat. Seorang manusia yang dihadapkan pada tekanan psikologis yang maha hebat. Apakah ia mampu bertahan atau tidak? Sisi psikologis film ini jelas tampak pada trauma batin yang dihadapi Cobbs. Trauma (mimpi) Cobbs menjadi kunci plotnya. Plotnya jelas rumit dan kompleks bagi penonton awam namun ini memang keahlian sang sineas membuat kompleks sebuah masalah dari suatu hal yang sebenarnya sederhana.

Baca Juga  Atomic Blonde

Naskahnya yang superior didukung kuat oleh pencapaian teknisnya yang istimewa pula. Dalam beberapa adegan, film ini sangat bergantung pada pencapaian rekayasa digital yang disajikan sangat natural, seperti yang paling mengesankan adalah sebuah kota yang terbalik. Lalu juga visualisasi aksi di dunia non gravitasi yang disajikan sangat meyakinkan. Para pemainnya bermain sangat baik namun tercatat DiCaprio bermain mengesankan sebagai Cobb yang traumatik namun memang banyak mengingatkan pada perannya dalam film thriller baru lalu, Shutter Island. Teknik crosscutting sangat mengesankan juga ditampilkan pada sekuen klimaks yang memaparkan empat peristiwa dalam empat tingkat mimpi yang berbeda.

Inception dengan naskahnya yang brilyan serta inovatif menjadikan film ini adalah salah satu film fiksi ilmiah terbaik yang pernah ada dan salah satu naskah terbaik yang pernah ada. Temanya sendiri sebenarnya sederhana. Jika kita anggap level mimpi adalah level kesadaran maka Cobbs adalah karakter yang memiliki kesadaran tertinggi karena ia telah memasuki tingkatan mimpi terdalam. Semakin dalam kita bermimpi maka semakin buruk pula “realita” mimpi. Cobb telah lama hidup dalam mimpi. Baginya seindah-indahnya mimpi tak ada yang lebih indah dari kenyataan. Sineas masih menggoda kita pada shot akhir filmnya. Semua bisa tergantung Anda. Apakah Anda ingin hidup dalam mimpi atau menghadapi kenyataan?

PENILAIAN KAMI
Overall
100 %
Artikel SebelumnyaTo Die For, Tidak Sehebat Akting Kidman
Artikel BerikutnyaDari Redaksi mOntase
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

1 TANGGAPAN

  1. Is it a dream? is it real ? is mal right ? is the totem will stop spinning ? to answer that you have to face the greatest…after all, we are being inceptioned by the movie. the smallest idea can bring great things, idea that brings the questions ? is it real?????

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.