Interchange adalah film produksi Malaysia yang disutradarai oleh Dain Said. Tayang perdana pada 5 Agustus 2016 di Locarno International Film Festival, Swiss dan diputar di bioskop Malaysia pada 5 Desember tahun lalu.
Film ini mengisahkan seorang fotografer forensik bernama Adam yang bekerja dalam tim penyelidik sebuah kasus pembunuhan misterius. Ia harus menyelesaikan kasus pembunuhan yang unik karena berkaitan dengan barang antik berupa negatif foto yang terbuat dari kaca. Benda ini merupakan barang yang tersedia di masa lampau dan sudah sangat jarang ditemui di masa kini. Adam lalu berteman dengan Iva, seorang gadis misterius yang tinggal di apartemen yang sama. Adam lalu menyadari bahwa kasus pembunuhan ini berkaitan dengan Iva dan sukunya yang berasal dari Borneo serta usia mereka yang telah lebih dari seratus tahun. Perjalanan mereka diperlihatkan begitu dramatis dengan kemasan yang unik.
Interchange merupakan film yang unik dan tampak telah dipersiapkan dengan matang. Konon film ini sudah direncanakan produksinya sejak tahun 2012. Penyajian film dengan gaya khas a la detektif dipadukan dengan eksotisme budaya dan alam Borneo membuat penonton merasakan pertualangan baru yang cukup menyegarkan. Sinematografi yang nikmat dipandang, kostum dan setting yang mendukung mampu membangun mood filmnya. Juga terdapat penggunaan efek visual yang sangat halus sehingga nikmat ditonton meskipun dalam beberapa sudut masih tampak kasar. Akting para pemeran pun cukup meyakinkan sehingga mampu membawa penonton larut ke dalam cerita layaknya negeri dongeng ataupun fantasi yang belum pernah ada di perfilman Indonesia. Satu lagi aspek yang sangat mendukung suasana yakni ilustrasi musik. Ilustrasi musik mengiringi adegan demi adegan dengan selaras dan nikmat didengar. Keseluruhan mise-en-scene, akting, dan musik berpadu dengan baik hingga akhir film.
Namun sayang penuturan cerita yang bergaya tak lazim (film art) tidak memberikan pengarahan plot yang jelas. Dialog dan gaya bahasa sudah cukup baik, unik dan rapi. Percakapan antar karakter memiliki gaya khas tersendiri layaknya pantun Melayu yang indah untuk didengar. Tetapi, penonton masih harus sedikit menerka latar belakang tokoh dan motif tindakannya karena pengenalan tokoh serta latar belakangnya kurang jelas. Penokohan Adam dan Iva yang tampak diadaptasi dari Adam dan Eve (Hawa) kurang terlihat pas karena tidak adanya chemistry yang mendukung dari keduanya. Entah itu karena keterbatasan naskah ataupun kerjasama dalam berakting antar kedua belah pihak, hubungan Adam dan Iva tampak tidak gereget. Meskpun, di lain sisi, dua pemain andalan ini sudah berperaan cukup baik. Seandainya cerita dieksplor dengan lebih rinci dan jelas rasanya film akan lebih nyaman dinikmati.
Interchange patut diapresiasi karena mengangkat cerita berlatar belakang sebuah suku pedalaman yang sudah jarang sekali diproduksi. Film ini bisa menjadi motivasi agar industri film Indonesia juga turut memproduksi film sejenis yang berkaitan dengan budaya dan suku-suku yang sangat beragam di Tanah Air. Miris rasanya melihat para bintang film kita dengan kualitas akting yang membanggakan justru bermain dalam film produksi luar. Sedangkan, film-film industri negeri sendiri dipenuhi pemain baru dengan kualitas akting seadanya serta plot dan gaya penyajian ala kadarnya.
WATCH TRAILER