Sudah lama penonton tidak merasai atmosfer menonton yang hidup. Ada beberapa film Indonesia yang penontonnya seru dalam memberikan reaksi hingga bertepuk tangan, seperti Dilan 1990, Pengabdi Setan 2, Ngeri-ngeri Sedap, dan Agak Laen. Kemarin penulis kembali mendapatkan pengalaman yang seru ketika menyaksikan film Ipar Adalah Maut. Meski sudah lebih dari sebulan penayangan, film ini tetap ramai penonton.
Seperti judulnya, Ipar Adalah Maut, membahas tentang keberadaan ipar yang mengganggu keharmonisan sebuah keluarga. Cerita yang diangkat dari kisah nyata ini dipopulerkan oleh Elizasifaa di platform media sosial. Dikisahkan Nisa (Michelle Ziudith) dimintai tolong oleh ibunya (Dewi Irawan) agar memperbolehkan adiknya, Rani (Davina Karamoy) untuk tinggal bersamanya. Kebaikan Nisa ini malah dimanfaatkan si adik untuk merebut perhatian si kakak ipar, Aris (Deva Mahenra). Naluri perempuan yang kuat membuat Nisa merasakan perubahan atas sikap Aris. Ia pun mulai mencurigai suaminya berselingkuh.
Semenjak web series Layangan Putus populer pada tahun 2021, makin banyak series dan film layar lebar sejenis tentang orang ketiga yang diproduksi. Film-film tersebut di antaranya Garis Waktu (2022), Suami yang Lain (2022), Noktah Merah Perkawinan (2022), Mendua (2022), Layangan Putus the Movie (2023), dan film Ipar Adalah Maut. Nampaknya penonton Indonesia menyukai film-film tentang orang ketiga yang bisa membuat emosi penonton seperti rollercoaster.
Ini terbukti dari kesuksesan film Ipar Adalah Maut yang saat ini berhasil meraup 4,63 juta penonton, mengalahkan perolehan penonton Siksa Kubur dan Badarawuhi di Desa Penari. Angka ini membuat Ipar Adalah Maut naik ke posisi ketiga film Indonesia terlaris tahun ini. Dengan demikian sudah ada tiga film produksi MD Pictures yang masuk 10 besar film terlaris 2024 untuk saat ini. Dua film lainnya adalah Badarawuhi di Desa Penari dan Ancika: Dia yang Bersamaku 1995.
Dari segi kualitas cerita, Ipar Adalah Maut tak jauh berbeda dengan alur cerita yang banyak ditawarkan oleh sinetron dan webseries. Desain karakternya mirip-mirip dengan film sejenis, di mana si protagonis digambarkan naif dan si pria pelaku perselingkuhan digambarkan di awal sebagai pria yang sempurna dan nampak alim. Sementara karakter orang ketiga digambarkan cerdik dan menggoda.
Namun karena Hanung Bramatyo sang sutradara pernah menggarap film serupa, yakni Surga Tak Dirindukan, maka ia tak kesusahan untuk membuat alur ceritanya menjadi sedemikian rupa untuk menaikturunkan emosi penonton dan biar terkesan lebih dramatis. Skenario film ini sendiri digarap oleh Oka Aurora yang sebelumnya terlibat di Layangan Putus the Movie.
Dialog-dialog dalam film ini sebagian membuat dahi mengernyit. Lelucon yang disampaikan oleh tokoh bernama Junaedi juga kurang mampu mencairkan suasana. Untungnya ada Asri Welas, yang meskipun hanya muncul dua kali bisa membuat penonton tertawa lepas. Dari segi akting pun masih terbilang standar. Hanya Dewi Irawan dan Rukman Rosadi yang memberikan performa menyakinkan. Meski sama seperti Asri Welas, mereka hanya tampil sebentar di layar.
Jalan cerita, dialog, dan akting jajaran pemain di Ipar Adalah Maut ini memang kurang memuaskan. Namun, film ini tidak bisa disebut buruk. Hanung cerdik dengan mengajak Ipung Rachmat Syaiful untuk kembali berkolaborasi. Hasilnya, dari segi visual film ini masih memiliki poin lebih, apalagi untuk adegan-adegan yang menampilkan lanskap. Pengambilan gambarnya juga variatif dan kreatif, seperti menggunakan bayangan di cermin.
Seperti yang penulis sampaikan di awal, atmosfer menonton film ini begitu hidup. Penonton didominasi oleh kalangan ibu-ibu. Mereka aktif berkomentar setiap Aris mengucapkan kata-kata bijak dan Rani muncul di layar. Ketika konflik semakin memanas, komentar sengit dan hujatan ke Aris dan Rani pun makin marak, hingga beberapa penonton lain sibuk menenangkan. Wah wah wah untungnya adegan tersebut hanya mereka tonton lewat film. Kalau mereka lihat langsung di dunia nyata maka reaksinya bakal lebih heboh hahaha.