Iron Man 2 (2010)
124 min|Action, Sci-Fi|07 May 2010
6.9Rating: 6.9 / 10 from 900,546 usersMetascore: 57
With the world now aware of his identity as Iron Man, Tony Stark must contend with both his declining health and a vengeful mad man with ties to his father's legacy.

30 April 2010,

Iron Man 2 adalah salah satu film unggulan musim panas tahun ini yang merupakan sekuel dari film pertamanya, Iron Man yang sukses besar di tahun 2008. Film superhero ini masih digarap sineas yang sama yakni John Favreau. Sekuel kedua ini juga masih dibintangi beberapa bintang terdahulu, yakni Robert Downey Jr. dan Gwyneth Paltrow. Karakter Jenderal Rhodes kini diganti oleh aktor Don Cheadle. Bintang-bintang ternama lain yang baru tampil yakni, Mickey Rourke, Samuel L. Jackson, Sam Rockwell, serta Scarlett Johannson.

Kisah filmnya dimulai sekitar enam bulan setelah cerita film pertamanya. Sosok Iron Man yang tanpa tanding dikisahkan menjadi simbol pemersatu dan penjaga perdamaian dunia. Namun Stark mendapat tekanan dari pesaing bisnisnya, Justin Hammer (Rockwell) serta pemerintah AS yang menganggap Iron Man sebagai senjata berbahaya. Di lain pihak arc reactor yang menjadi “nyawa” Tony Stark (Downey Jr.) ternyata memiliki efek samping, yakni meracuni darahnya yang lambat laun mengancam jiwanya. Masalah demi masalah membuat Stark frustasi dan ia mulai bertindak semaunya sendiri yang membuat prihatin dua teman dekatnya, Pepper (Paltrow) dan Rhodes (Cheadle). Di lain tempat, Ivan Vanko (Rourke), putra dari mantan rekan kerja ayah Stark berupaya membalas dendam dengan membuat duplikat arc reactor milik Stark. Vanko berupaya membunuh Stark di hadapan ribuan massa ketika sang milyuner tengah membalap di sirkuit jalanan Monaco.

Iron Man merupakan salah satu film superhero terbaik, baik dari segi cerita maupun estetik. Kisahnya dituturkan secara unik dengan tingkat kedalaman cerita yang jarang disajikan dalam film-film superhero lainnya. Pencapaian estetiknya juga tidak kalah menawannya. Adegan-adegan aksi yang kaya efek visual mampu disajikan begitu meyakinkan dan amat menghibur penonton. Robert Downey Jr. sendiri bermain sempurna sebagai sosok Tony Stark dan seolah terlahir untuk peran ini. Lalu bagaimana film sekuelnya?

Baca Juga  Shark Bait

Dari sisi cerita, Iron Man 2 bisa dibilang sangat menyedihkan dan membosankan. Konflik baik internal maupun eksternal tampak sekali terlalu mengada-ada. Aneh sekali setelah mengalami penderitaan yang demikian hebat serta bangkit di film pertamanya, Tony Stark seperti kehilangan ruhnya. Tidak bisa dibayangkan Stark sampai bisa mabuk dengan kostum Iron Man. Apa-apaan ini? Stark takut mati? Stark sudah mengalami proses “kematian”, bagaimana mungkin ia menghadapi konflik batin serupa yang semestinya sudah bukan menjadi masalah baginya. Terlalu banyak konflik yang sama kekuatannya juga membuat plot filmnya tidak bisa fokus pada satu masalah saja. Konflik batin Stark sendiri, Pepper, Rhodes, Hammer, Vanko, pemerintah AS, hingga SHIELDS. Terlampau banyak masalah sederhana yang sengaja dibuat rumit membuat kisahnya terlalu lelah untuk diikuti sehingga tidak heran bakal membuat penonton mengantuk.

Dari sisi estetik, naskah yang buruk menjadikan performa prima Robert Downey Jr. menjadi sia-sia. Paltrow, Cheadle, serta Rourke juga bernasib sama. Sungguh menyebalkan, karakter antagonis, Ivan Vanko digambarkan cenderung terlalu santai dan kurang ambius, singkat kata “kurang jahat”. Kostumnya pun sama sekali tidak menarik dan sama sekali tidak elegan. Ok, bicara adegan aksi, sama sekali tidak ada yang perlu dibicarakan. Semua adegan aksinya sama sekali tidak menghibur bahkan hingga adegan klimaksnya. Bisa jadi karena sebagian besar aksinya berlangsung pada malam hari.

Iron Man 2 jika kita bandingkan dengan seri pertamanya bagaikan bumi dan langit. Baik dari sisi plot maupun pencapaian estetik sama-sama menyedihkan. Secara umum filmnya sangat membosankan dan mudah membuat penonton lelah. Entahlah bisa jadi film ini hanya sekadar “formalitas” belaka untuk mengantarkan proyek film besar beberapa tahun mendatang yakni, The Avenger. Kita lihat saja apakah film ini bisa sukses seperti film pertamanya tapi rasanya tidak. Meminjam kata-kata Ivan Vanko pada Stark rasanya merupakan frase yang tepat untuk film ini, “u loose… u loose”. Damn right!

PENILAIAN KAMI
Overall
60 %
Artikel SebelumnyaDaybreakers
Artikel BerikutnyaHow to Train Your Dragon
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses