Era Pierce Brosnan

Masalah Danjaq dengan UA/MGM terus berkepanjangan hingga seri Bond tertunda hingga 6 tahun lamanya. Pada tahun 1990, produksi film Bond bersama Dalton sebenarnya sudah dalam tahap pra produksi namun gagal karena masalah yang tak kunjung usai. Pada tahun 1994, naskah film teranyar Bond telah rampung namun Dalton memutuskan melepas peran Bond. Dua produser anyar, Michael G. Wilson dan Barbara Broccoli (putri Albert Broccoli) terpaksa memilih aktor baru, dan peran Bond jatuh pada aktor yang telah lama jadi incaran, yakni Pierce Brosnan.

Film ke-17 Bond, Golden Eye (GE/1995) adalah film Bond pertama yang sama sekali lepas dari novel karya Fleming. Film ini juga untuk pertama kalinya peran M adalah seorang wanita yang diperankan Judi Dench. Dench sendiri kelak bermain dalam enam film Bond setelah ini. Setelah absen enam tahun, GE berusaha menampilkan tradisi kuat film-film Bond sebelumnya, gagdet canggih dan sekuen aksi yang menghebohkan. Martin Campbel menjadi sutradara film Bond berbujet termahal sejauh ini, $58 juta. Hasilnya sungguh luar biasa, GE tercatat adalah film Bond pertama yang mampu menembus angka $356 juta. Brosnan banyak dipuji karena pesonanya sebagai Bond dan dianggap bermain lebih baik dari Dalton. Uniknya, Desmon Llywelyn yang telah uzur masih bermain sebagai Q yang tercatat tampil sejak From Russia With Love.

Tomorrow Never Dies (1997) adalah tercatat film Bond pertama yang diproduksi sepeninggal mendiang Albert R. Broccoli. Seperti Golden Eye, kisahnya orisinil karena novel Fleming seluruhnya sudah diadaptasi ke film. Roger Spottiswoode dipercaya sebagai sutradara setelah Martin Campbell menolak tawaran produser. Formula sukses GE masih digunakan dan kali ini bahkan lebih menghebohkan dari sebelumnya dengan dukungan bujet fenomenal $110 juta. Sekuen aksi seru plus mobil canggih, BMW 750i mampu mengembalikan memori kejayaan emas Bond era silam.Tercatat pula film ini adalah penampilan terakhir Desmon Llywelyn sebagai Q. Film ini sukses komersil walau tak sesukses GE, yakni $339,5 juta.

Baca Juga  Skyfall

The World Is Not Enough (1999) adalah film Bond ke-19 dan merupakan film pertama yang didistribusi oleh MGM. Michael Apted bertindak sebagai sutradara dengan bujet monumental, $135 juta. Formula tidak jauh berbeda dengan sebelumnya, penekanan pada adegan aksi dan gagdet khas Bond. Satu hal yang unik adalah sekuen pembukanya tercatat sebagai yang terlama sepanjang sejarah film Bond, sekitar 14 menit. Film ini dianggap sebagai film Bond terburuk yang dibintangi Brosnan sekalipun sukses meraih $361 juta. Die Another Day (2002) adalah film Bond terakhir yang dibintangi Brosnan. Untuk kali pertama dalam film Bond, sang jagoan sangat tergantung dengan gadget canggih serta penggunaan rekayasa digital (CGI) yang berlebihan. Kritik yang negatif berbanding terbalik dengan pendapatan fenomenal yang diraih, yakni $431 juta, pendapatan tertinggi film Bond sejauh ini.

NEXT: Era Daniel Craig

1
2
3
4
5
Artikel SebelumnyaFrom Russia With Love
Artikel BerikutnyaDari Redaksi
A lifelong cinephile, he cultivated a deep interest in film from a young age. Following his architectural studies, he embarked on an independent exploration of film theory and history. His passion for cinema manifested in 2006 when he began writing articles and film reviews. This extensive experience subsequently led him to a teaching position at the esteemed Television and Film Academy in Yogyakarta. From 2003 to 2019, he enriched the minds of students by instructing them in Film History, Introduction to Film Art, and Film Theory. His scholarly pursuits extended beyond the classroom. In 2008, he published his seminal work, "Understanding Film," which delves into the core elements of film, both narrative and cinematic. The book's enduring value is evidenced by its second edition, released in 2018, which has become a cornerstone reference for film and communication academics across Indonesia. His contributions extend beyond his own authorship. He actively participated in the compilation of the Montase Film Bulletin Compilation Book Volumes 1-3 and "30 Best Selling Indonesian Films 2012-2018." Further solidifying his expertise, he authored both "Horror Film Book: From Caligari to Hereditary" (2023) and "Indonesian Horror Film: Rising from the Grave" (2023). His passion for film extends to the present day. He continues to provide insightful critiques of contemporary films on montasefilm.com, while actively participating in film production endeavors with the Montase Film Community. His own short films have garnered critical acclaim at numerous festivals, both domestically and internationally. Recognizing his exceptional talent, the 2022 Indonesian Film Festival shortlisted his writing for Best Film Criticism (Top 15). His dedication to the field continues, as he currently serves as a practitioner-lecturer for Film Criticism and Film Theory courses at the Yogyakarta Indonesian Institute of the Arts' Independent Practitioner Program.

BERIKAN TANGGAPANMU

Silahkan berikan tanggapan anda
Silahkan masukan nama anda disini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.